Mohon tunggu...
Uday Rayana
Uday Rayana Mohon Tunggu... -

Author : www.kelolamedia.wordpress.com. \r\n\r\nCEO Selular Media Group. \r\n\r\nKontak uday.rayana@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

PR Bukan Sekadar Mengundang Wartawan!

6 Juli 2015   15:44 Diperbarui: 6 Juli 2015   15:44 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul buku ini mungkin terkesan provokatif. Namun sejujurnya, ini berawal dari keprihatinan saya melihat tugas dan fungsi PR (public relation) yang terkesan disederhanakan. Ada kerancuan cara berfikir tentang PR sehingga eksekusinya pun menjadi sepotong-potong. Wajar saja jika dampak yang dihasilkan pun tidak maksimal.

Mari kita mulai dari dari satu bidang yang umum kita jumpai yakni External Communications (EC). Sesuai dengan julukannya, salah satu tugas utama EC adalah membina dan mengelola publikasi di media massa agar reputasi perusahaan dapat semakin meningkat. Dengan lingkup pekerjaan yang kental bersentuhan dengan dunia jurnalistik itu, maka peran EC khususnya dalam mengelola media relations  dirasa sangat penting.

Buku PR Bukan Sekedar Mengundang Wartawan menyajikan pendekatan PR secara membumi khas Indonesia

Karenanya para punggawa EC terbiasa dengan beragam kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas jurnalistik. Seperti konferensi pers, mempersiapkan wawancara dengan narasumber, mengkliping berita-berita, membuat press release,  memantau conversation di media sosial dan lainnya. Selain kemampuan teknis, praktisi EC juga dituntut untuk mengembangkan soft skill, yang berguna dalam menjaring dan membangun relasi dengan banyak media atau jurnalis secara langsung (one on one).

Jika kemampuan teknis dapat dipelajari, tidak demikian dengan soft skill. Pasalnya, tak jarang, awak PR khususnya EC harus menyediakan waktu lebih di luar jam kerja kantor hanya untuk menemani atau menjamu rekan-rekan jurnalis di sebuah café atau tempat hiburan hingga larut malam.

Memang adagium ‘tak kenal maka tak sayang’ juga berlaku di rimba media. Sehingga melayani rekan media adalah salah satu tugas (tak resmi) tim EC menjalin kedekatan. Dengan relationship yang terbangun secara personal, perusahaan kelak diuntungkan. Misalnya, pada saat perusahaan dihadapkan pada crisis management. Pemberitaan yang disajikan oleh media-media menjadi lebih balance. Dalam arti, yang merugikan dapat diredam atau dikurangi, sehingga tidak menurunkan reputasi perusahaan.

Dengan lingkup pekerjaan yang beragam dan memiliki impact yang sangat besar bagi reputasi perusahaan, membuat media relation terkesan menjadi ruh dari pekerjaan dari PR. Bahkan saking dominannya, dibanyak perusahaan persepsi ini sudah begitu kuat mengakar. Sayangnya, meminjam istilah pendiri MURI (Museum Rekor Indonesia) Jaya Suprana, “kelirumologi” ini berkembang menjadi virus yang malah menyederhanakan PR menjadi sekedar media relations.  Mengundang “segerombolan” wartawan untuk sebuah konferensi pers atau media briefing dianggap sudah merupakan pekerjaan utama seorang praktisi PR.

Padahal sebagai bagian dari strategic tools, PR memiliki dimensi yang sangat luas bagi perusahaan. Seorang praktisi PR dituntut tak hanya cakap menjalankan permintaan atasan atau sekedar men-suport konferensi pers yang diminta oleh divisi lain seperti marketing atau CSR misalnya, namun seabreg kegiatan yang menantang, seperti Analyst Relation, Public Advocacy, Internal Communication, Media Training, CEO communication, Public Affairs, Crisis Communication, Issues Management, Community Outreach, juga Symposium, Seminar atau Workshop.

Mengacu kepada fungsi-fungsi di atas, jelas PR bukan lagi sekedar aktifitas sampingan.  Paradigma lama yang kerap mempersepsikan bahwa PR hanya aktifitas pelengkap, selayaknya harus dibuang jauh-jauh. Begitu strategisnya PR bagi pembentukan citra perusahaan sekaligus alat membangun kepercayaan pelanggan, maka jelas bidang ini memerlukan segi perencanaan yang matang. Sama halnya dengan aktifitas periklanan yang melakukan “komunisuasi”, yaitu gabungan antara komunikasi dan membujuk (persuasive) baik bagi khalayak khusus (significant public) maupun stake holder lainnya.

Momentum Kebangkitan

Terlepas dari persoalan mendasar seperti yang tersaji diatas, dunia PR di Indonesia sesungguhnya belakangan semakin menggeliat. Hal ini menunjukan kesadaran bahwa PR bukan lagi ad hoc melainkan sudah strategis. Indikasinya, PR sudah menjadi departemen tersendiri tak lagi menjadi sub departemen seperti sebelumnya. Di banyak perusahaan, malah ada yang sudah setingkat divisi dan dikepalai oleh seorang VP (Vice President). Bahkan di perusahaan sebesar Lion Air, Sinar Mas Group dan Unilever, peran PR dan komunikasi dipegang pimpinan selevel direksi.

Dengan fungsi yang strategis,  praktisi PR pun merasa tertantang untuk memunculkan ide atau gagasan yang sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan konsumen, sekaligus selaras dengan visi dan misi perusahaan. Seperti halnya marketing, PR tak lagi bersifat defensif. Bukankah pertahanan terbaik adalah dengan menyerang? Di sisi lain crisis communication yang setiap saat mengancam perusahaan, sejatinya hanya dapat diredam oleh penanganan PR yang mumpuni, bukan oleh iklan satu halaman penuh di media massa.

Pada akhirnya, kita menyaksikan dunia PR di Indonesia semakin semarak. Perusahaan kini berlomba-lomba menyusun dan mengeksekusi program-program yang bertujuan untuk membangun reputasi. Sebagai bagian dari ‘bumbu penyedap’, media dan sejumlah lembaga juga ambil bagian dengan memberikan penghargaan kepada para praktisi dan perusahaan yang dinilai sukses menjalankan program PR yang diusung dalam periode tertentu. Penghargaan ini kerap ditunggu-tunggu, karena menjadi ajang pembuktian perusahaan dalam meningkatkan reputasi yang diakui oleh media dan publik.

Menambah semarak dunia PR yang kini tengah ‘happening’, kiranya juga menjadi salah satu tujuan dari diterbitkannya buku ini. Berbeda dengan buku-buku sejenis yang sudah cukup banyak beredar di pasaran, “PR Bukan Sekedar Mengundang Wartawan” bukan merupakan buku teks. Dibuat berdasarkan pengalaman saya dalam menggeluti industri media, PR dan broadcasting selama lebih dari 10 tahun. Dengan gaya bahasa yang ringan khas jurnalis, buku ini merekam trend, tips dan trik praktis, landscape media yang semakin bergerak dari konvensional ke arah digital, fenomena sosial media, studi kasus pada beberapa perusahaan dan berbagai isu terkini di bidang PR dan media.

Media memang menjadi concern dalam penerbitan buku ini. Pasalnya, Media dan PR dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang. Keduanya saling melengkapi. Media dengan berbagai ragam dan karakteristiknya, menjadi mitra yang turut mendukung kiprah perusahaan. Peran media sangat strategis dalam menyebarluaskan informasi kepada publik. Lebih dari itu, media menjadi mitra ideal dalam melakukan kontrol sosial : apakah PR sebagai fungsi manajemen selalu berada dalam koridor yang tepat atau tidak. Seperti halnya marketing, PR pun dituntut untuk lebih kreatif, karena dunia yang kini tanpa batas (borderless) sekaligus terhubung (connected), memunculkan peluang sekaligus tantangan yang tak ringan dalam upaya membentuk reputable company.

Buku ini menyajikan 21 isu di bidang PR dan media. Kesemuanya adalah isu yang membumi yang lekat dengan keseharian para praktisi PR. Saya berharap buku yang akan didistribusikan di toko-toko buku terkemuka ini, dapat menjadi bagian dari pelangi dunia PR yang semakin dinamis sekaligus menambah khasanah dan memberi ruang berfikir demi kemajuan dunia PR di Indonesia.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun