terik panas matahari membahana di tanah pengungsian ini, namun semangat para relawan tak kendur sedikitpun. keringat bercucuran, penat tak dihiraukan demi menyelamatkan korban tsunami mentawai. setiao hari itulah yang dilakukan oleh ardi, relawan dari pekanbaru, yang ikut membantu rekan-rekan setimnya yang terdiri dari berbagai daerah.
burung menyapa datangnya hari dengan ceria seolah tak terjadi apa-apa di pulau ini. ardi dan timnya memulai lagi pengevakusian korban-korban, dan target daerah kali ini desa salibut yang menjadi tujuan mereka. sesampainya di desa semuanya ibuk dengan pekerjaan masing-masing termasuk ardi, hingga waktu istirahat tiba ardi masih menyusuri desa tersebut sedangkan yang lainnya sudah istirahat. setapak jalan terus ditelusuri oleh ardi hingga ia mendengar
‘mas tolong ibu saya, ibu saya sakit..’
tak ayal ardi pun berlari kearah suara berasal, dan ia pun menemukan seorang anak kecil dengan baju lusuh yang membungkus tubuhnya. tangis menghiasi wajahnya yang elok, karena merasa kasian ardi menghapus air mata yang membahasi muka anak tersebut.
‘ibu kamu dimana dek??, jangan nangis lagi ya..’
‘ada kakak kok disini’
ardi membuka pembicaraan sembari menyunggingkan senyum manis.
‘ibu aku dirumah kak, yang sakit tidak hanya ibu aku kak..’
‘temen-temen aku juga sakit kak, orang tua mereka juga..’
‘pokoknya orang-orang di rumah aku pada sakit semua kak’
‘oiya nama aku eka kak, nama kakak siapa?’
mendengar rentetan kalimat yang dilontarkan eka, dalam hati ardi membenarkan bahwa orang-orang di mentawai sangat bersahabat. tak sadar senyum pun kembali ia perlihatkan kepada anak mentawai yang satu ini.
‘nama kakak ardi, ka’
‘oiya?? pada sakit semua orang-orang deket rumah kamu??’
‘apa di sana gag kena tsunami??’
‘padahal di sebelah kena loh, parah malahan..’
mendengar pertanyaan itu eka hanya membisu menyimpan semua yang ketahui, dan ia pun menunduk lesu. menyadari akan perubahan raut muka eka, ardi pun cepat cepat meminta maaf.
sesampainya di lingkungan rumah anak mentawai tersebut, ardi meminta ibu, temen-temen, dan semua warga untuk mengungsi di barak yang telah disediakan oleh para relawan, namun mereka tidak mau. terpaksa pemuda pekanbaru ini mengobati semua orang yang berada disana, hingga tak terasa malam pun tiba. ia pun diminta menginap oleh tetua kampung tersebut, agar kalau ada yang sakit tak perlu susah lagi mencari bantuan. mendengar permintaan tetua itu ardi tak bisa menolak, karena memang benar yang dikatakan oleh petinggi kampung tersebut.
ardi pun di antar ke kamar, yang telah dirapihkan terlebih dahulu. tak sampai beberapa lama ardi terlelap dalam tidurnya.
disaat bangun ia sangat kaget, karena tiba-tiba ia telah berada di barak penggungsian. dan rekan setimnya pun bercerita ia ditemukan pingsan, dan tak sadarkan diri selama 2 hari.
ardi menceritakan apa yang telah ia alami kepada semuanya, semuanya terkejut karena kampung tersebut adalah kampung terparah yang diterpa oleh gelombang tsunami. ia hanya bisa diam mendengar kenyataan kampung tersebut.
di keesokan harinya disaat teman stim ardi bekerja, ia hanya diperbolehkan beristirahat. karena merasa bosan ia pun penasaran melihat korban meninggal yang ditemukan hari ini.
‘eka!!!!!!!!!!!!’
betapa kagetnya ardi karena sesosok mayat yang ia lihat adalah bocah yang ditemukannya kemarin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H