Kedua, membangun budaya dialog antar masyarakat atas persoalan yang dihadapi. Tidak bisa dimungkiri, ancaman disintegrasi bangsa sudah nyata akibat konflik sosial pada saat ini. Berbagai konflik ini berlatar belakang politik, agama dan kesukuan.Â
Jika dibiarkan, maka hal ini akan menjadi ancaman serius, tidak hanya bagi kesetiakawanan sosial, namun juga pada keutuhan dan kesatuan negara kita. Dialog antar masyarakat dibarengi dengan semangat membangun toleransi antar elemen masyarakat. Pendekatan budaya dan kearifan lokal akan lebih efektif dalam membangkitkan nilai-nilai toleransi.
Ketiga, optimalisasi kesetiakawanan sosial melalui jalur pendidikan. Semangat kesetiakawanan sosial nasional ini secara eksplisit tercantum dalam TAP MPR No. II/MPR/1993 yang berbunyi, "Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi masa depan."
Di dalam UU Sisdiknas pun disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.Â
Dengan poin-poin tersebut, semangat dalam pendidikan nasional sejatinya juga mencakup semangat kesetiakawanan sosial nasional yang terdiri dari saling menghargai, mengedepankan kepentingan negara, toleransi, gotong royong dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka sudah selayaknya materi-materi tentang kesetiakawanan sosial diperbanyak di sekolah dan perguruan tinggi.
Keempat, Pemerintah harus memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang kian pesat dalam optimalisasi kesetiakawanan sosial nasional. Di tengah gempuran hoax yang bisa meruntuhkan keutuhan NKRI, maka Negara tidak boleh kalah. Sekarang ini, Informasi yang menyesatkan tentang peristiwa di daerah lain sangat mudah viral. Ini tentu menjadi ancaman, jika ternyata informasi itu berkelindan dengan misi-misi jahat kelompok tidak bertanggung jawab.
Justru, Negara harus memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung program-program kesetiakawanan sosial nasional. Salah satu contoh, penulis pernah meluncurkan aplikasi Pandawa Care beberapa tahun lalu.Â
Aplikasi ini sangat membantu masyarakat, khususnya di bidang perlindungan anak dan persoalan sosial lainnya. Dengan bantuan aplikasi berbasis internet, tentunya akan memudahkan Pemerintah untuk sosialisasi program dan menghubungkan antar elemen masyarakat tanpa batas waktu dan tempat.
Kelima, melibatkan tokoh agama untuk meningkatkan solidaritas antar elemen masyarakat. Tidak bisa dimungkiri, Indonesia adalah masyarakat yang tidak bisa lepas dari nilai-nilai relijiusitas.Â
Dalam pengalaman BK3S, akan lebih mudah menggandeng tokoh agama untuk menyerukan nilai-nilai kebaikan universal, seperti tenggang rasa, saling menghormati, dan membuang jauh rasa permusuhan terhadap kelompok berbeda.
Apalagi ketika masyarakat ditimpa musibah, tokoh agama memegang peran penting. Dengan memupuk untuk bangkit dari keterpurukan dan menyiram ruhani mereka dengan nilai-nilai agama. Itu akan lebih efektif.