Hingga kini, Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) belum juga disahkan oleh DPR RI. Padahal RUU ini sudah diajukan pemerintah sejak era Gus Dur. Alasan untuk menolak macam-macam, sehingga pengesahan RUU ini tidak kunjung selesai.
Di antara alasan penolakan pengesahan RUU Kamnas di antaranya kekhawatiran TNI kembali terlibat politik praktis seperti di era Orde Baru. Benarkah pendapat tersebut?
RUU Kamnas sebenarnya hasil kontemplasi panjang para penyelenggara negara. Mereka menginginkan adanya integrasi yang optimal di antara alat negara, dalam hal ini Polri & TNI. Lebih dari itu, RUU Kamnas diajukan karena penataan kelembagaan sektor pertahanan dan keamanan belum seirama.
Polri sebagai alat negara di bidang keamanan, dan TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan. Inilah kemudian yang menjadi persoalan ketika diimplementasikan di lapangan menghadapi ancaman nasional. Kapankah ancaman dikategorikan sebagai persoalan keamanan? Dan kapankah ancaman dikategorikan sebagai persoalan pertahanan?
Dalam RUU Kamnas sebenarnya bukan persoalan TNI kembali seperti Orde Baru. Lebih dari itu. Ada persoalan ego sektoral di elemen pemerintahan yang menjadi alat negara. Ketika Polri di bawah Jenderal Sutanto dan Bambang Hendarso Danuri, RUU Kamnas ditolak karena menempatkan Polri di bawah kementerian tertentu.
Kedua jenderal tersebut beranggapan Polri harus langsung di bawah Presiden, karena jika tidak maka akan menyulitkan kinerja sebagai sebuah institusi.
Kondisi berubah ketika Polri dipimpin Timur Pradopo. Institusi ini tidak bisa menolak pembahasan RUU Kamnas karena UU Intelijen Negara sudah disahkan sehingga institusi keamanan, TNI, Polri dan BIN memiliki undang-undang sendiri.
Sebagai payung hukum penanganan gangguan keamanan nasional, maka Polri harus menerima pembahasan RUU ini di DPR. Memang sempat pasang surut pembahasan RUU Kamnas ketika di era SBY
Namun, di lapangan upaya untuk mencegah pengesahan RUU Kamnas masih berlanjut. Di DPR, upaya untuk menghambat pengesahan RUU Kamnas menjadi UU masih terjadi. Bahkan, hingga saat ini, DPR belum berminat menjadikan RUU Kamnas sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Opini Publik Dimainkan
Salah satu cara untuk menolak RUU Kamnas adalah melalui penggalangan opini publik. Cara yang paling mudah adalah mengidentikkan RUU Kamnas dengan ABRI era Orde Baru. TNI diopinikan akan memainkan peran seperti ABRI zaman Pak Harto yang otoriter dan anti demokrasi.
Berbagai LSM dimainkan untuk menyuarakan suara-suara negatif tentang RUU Kamnas. Bahkan, tidak sedikit media massa yang kemudian latah memainkan isu ini.
Padahal, problem yang utama dari penolakan RUU Kamnas karena keengganan Polri untuk terlibat dalam Dewan Keamanan Nasional (DKN) sebagai konsekuensi dari pengesahan RUU ini. Polri rupanya ingin menjaga eksistensi sebagai institusi utama dalam penyelenggaraan keamanan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan UU No 2/2002 tentang Polri.