Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf
Muhammad Yusuf Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan dan Perikanan -

Aktif di LSM bidang perikanan, pesisir, dan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kondisi Lingkungan Danau Tempe

3 Januari 2010   15:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:39 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan Hidup


Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup yang baik adalah lingkungan yang dapat melestarikan fungsi-fungsinya yaitu menjaga daya dukung dan daya tampung bagi faktor biotik dan abiotiknya. Lingkungan yang dikelola dengan baik akan memberikan manfaat yang berkelanjutan kepada manusia serta bagi generasi mendatang.
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri. Pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara keseluruhan.
Pembangunan memanfaatkan secara terus-menerus sumberdaya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumberdaya alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak lain, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan hidup dapat menurun. Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.
Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Oleh karena itu diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut dengan UU PLH).
Salah satu unsur ekosistem yang menjadi lingkup pengaturan UU PLH ini adalah lingkungan perairan, yaitu danau. Umumnya danau di Indonesia dikelola oleh pemerintah dan masyarakat untuk keperluan perikanan. Pengelolaan perikanan di danau sangat berhubungan dengan aspek lingkungan hidup serta memiliki kebijakan yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan (selanjutnya disebut dengan UU Perikanan).
Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan ketersediaan sumberdaya ikan. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan perlu ditingkatkan peranan pengawas perikanan dan peran serta masyarakat dalam upaya pengawasan di bidang perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan sesuai dengan asas pengelolaan perikanan, sehingga pembangunan perikanan dapat berjalan secara berkelanjutan serta sesuai dengan prinsip pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) bahwa sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan lingkungan adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antargenerasi, antardunia usaha dan masyarakat, dan antarnegara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang optimal.
Pembangunan nasional di bidang lingkungan hidup pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang.
Tetapi beberapa kenyataan menunjukkan bahwa kondisi lingkungan hidup di Indonesia memiliki banyak permasalahan, seperti kebijakan pengelolaan lingkungan, pertambahan penduduk dan kerusakan sumberdaya alam. Permasalahan ini dapat disebabkan oleh kebijakan dan pelaksanaannya, yang dibuat oleh pemerintah tidak dapat diterapkan secara efektif dan efisien, serta masyarakat yang tidak mengerti tentang pentingnya pelestarian lingkungan atau karena tekanan ekonomi.

Bagaimana Danau Tempe Sekarang?


Pengelolaan lingkungan khusus perikanan yang dilakukan dengan tidak berdasarkan pada prinsip kelestarian telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Kerusakan ini dapat dilihat pada beberapa pengelolaan sumberdaya alam seperti laut, hutan, danau dan wilayah pemukiman atau perkotaan. Salah satu sumberdaya alam yang telah mengalami kerusakan akibat pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan adalah Danau tempe yang berada di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Danau Tempe telah mengalami kerusakan lingkungan sehingga fungsi ekonomi sebagai sumber perikanan air tawar dan fungsi ekologis juga mengalami gangguan, bahkan mengakibatkan bencana banjir yang terjadi setiap tahun.
Dalam pengelolaan dan pemanfaatan danau untuk perikanan air tawar, masyarakat menggunakan metode yang tidak ramah lingkungan serta kebijakan yang kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Kebijakan pengelolaan perikanan air tawar yang diatur dalam UU Perikanan yang diterapkan di Danau Tempe dilaksanakan secara tidak sinergis dengan UU PLH. Penerapan kebijakan lain juga terdapat indikasi pada beberapa sektor tidak sinergis. Kondisi ini terlihat pada beberapa forum yang membicarakan Danau Tempe. Pengelolaan yang diprioritaskan oleh Pemda Wajo sekarang yaitu pariwisata, tidak memungkinkan jika mempertimbangkan kondisi danau. Sedangkan kebijakan lain seperti pembuatan pintu karet/bendung bergerak, pengerukan dan reboisasi DAS danau serta program lainnya (Mustafa dan Tangke, 2003), tidak dapat terlaksana karena kebijakan yang tidak sinergis dan tidak ada kerjasama dengan pihak-pihak terkait/stakeholders, serta tidak ada wadah yang kredibel untuk melakukan program rehabilitasi Danau Tempe secara terintegrasi.
Eksploitasi yang merusak dan mengancam wilayah sekitar danau juga cenderung meningkat. Eksploitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan penebangan hutan disepanjang hulu Inlet atau sungai yang masuk ke danau sangat mengancam degradasi ekologis serta aktivitas bungka toddo oleh nelayan. Hal ini juga sudah terlihat di sepanjang pinggiran sungai yang dekat dengan danau. Kemudian aktivitas pertanian dan perkebunan yang menggunakan pestisida menjadi sumber pencemar dan meningkatkan gulma air. Hal ini mengakibatkan terjadi sedimentasi di Danau Tempe. Hasil Penelitian JICA dalam Bappedal (2000) menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi pendangkalan berkisar 15 - 20 cm dan cenderung meningkat setiap tahun. Dan berdasarkan kesimpulan Laporan BAPEDAL Regional III (2000) menyatakan bahwa apabila laju sedimentasi terus meningkat setiap tahunnya diperkirakan 100 - 200 tahun kemudian Danau Tempe akan menjadi suatu daerah dataran. Hal ini juga disebabkan oleh faktor alami karena Danau Tempe terbentuk dari proses geologis dan merupakan danau tektonik yang akan tertimbun secara alami (Pusat Arkeologi Nasional, 1982) Kondisi degradasi sumberdaya di Danau Tempe yang terus berlanjut, membutuhkan pola pengelolaan berdasarkan pendekatan ekosistem, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya perikanannya, utamanya yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di sekitar danau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun