Mohon tunggu...
UCOK MARDANA
UCOK MARDANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - PNS DI BKPSDM KOTA PAYAKUMBUH

''Lebih Baik mencoba suatu hal kemudian menyesalinya daripada menyesal tidak berbuat apa-apa''

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Beban Berat Presisi Kapolri

29 November 2022   22:08 Diperbarui: 29 November 2022   22:08 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Polri Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri seperti mendaki jalan terjal.Dimana presisi merupakan akronim dari prediktif,responsibilitas dan transparansi berkeadilan.Kapolri mengharapkan semua anggota Polri mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggungjawab serta berkeadilan. 

Dalam catatan Kontras implementasi slogan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Presisi masih belum optimal. Untuk diharapkan dipenghujung tahun ini Kapolri sudah mempersiapkan resolusi baru pengimplementasian slogan Presisi tersebut.

Resolusi merupakan keputusan dari suatu masalah. Menurut Black’s Law Dictionary, keputusan (decision) adalah: “a determination arrived at after consideration of facts, and in legal context law”. Keputusan merupakan suatu ketentuan yang telah dicapai setelah mempertimbangkan fakta-fakta, dan dalam konteks hukum. Peristiwa hukum yang diuraikan diatas sudah sangat nyata fakta-fakta hukumnya untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat suatu keputusan.

Fakta Ferdy Sambo dengan Konsorsium 303 nya adalah penyalahgunaan wewenang sebagai ketua Satgassus Merah Putih untuk kepentingan dan/atau ambisi pribadi. Fakta tragedi kanjuruhan adalah bertindak diluar prosedur atau melanggar SOP. Fakta pada kasus penangkapan Teddy Minahasa Dkk adalah mengambil sebagian barang bukti pada kasus yang sudah selesai dan menggantinya dengan tawas, artinya sudah mempermainkan hukum.

Penyalahgunaan wewenang berpotensi terhadap kacaunya ketertiban dan ketenteraman umum. Bertindak diluar prosedur berpotensi terjadinya pelanggaran HAM. Mempermainkan hukum mengakibatkan sulitnya mencari keadilan.

Menurut hemat penulis untuk mereduksi potensi-potensi tersebut, Kapolri harus berani melakukan revolusi mental dijajaran kepolisian. Revolusi mental sebagaimana juga slogan dari Presiden Joko Widodo bisa dilaksanakan dalam dua tingkatan. Pertama ditingkatan rekruitmen atau pendidikan pasca dinyatakan lulus sebagai anggota polisi. 

Mereka harus paham betul bahwa status yang disandang adalah sebagai pengayom, pelayan dan pelindung masyarakat dengan menanamkan akhlak mulia pada pribadi mereka masing-masing. Kalau tidak demikian, maka Polri sama saja dengan menciptakan monster di masa depan sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Kalemdiklat Polri Komjen Rycko Amelza Dahniel.

Kemudian yang  kedua pada tingkatan untuk menduduki suatu jabatan. Untuk dapat dipromosikan menduduki suatu jabatan tidak hanya sekedar melihat prestasi yang dicapai. Tapi harus dikolaborasikan dengan sikap mental serta integritas yang dimiliki. Maka seyogyanya dilakukan tes integritas secara berkala terhadap semua anggota Polri. Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut akan terwujud Polri Presisi sebagaimana yang diidam-idamkan oleh Kapolri Jend.Listyo Sigit Prabowo.

Penulis:

UCOK MARDANA

(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun