Mohon tunggu...
UCOK MARDANA
UCOK MARDANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - PNS DI BKPSDM KOTA PAYAKUMBUH

''Lebih Baik mencoba suatu hal kemudian menyesalinya daripada menyesal tidak berbuat apa-apa''

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Beban Berat Presisi Kapolri

29 November 2022   22:08 Diperbarui: 29 November 2022   22:08 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memasuki penghujung tahun institusi kepolisian RI masih belum bisa lepas dari sorotan masyarakat akibat dari prilaku oknum polisi yang sudah keluar jalur. Tanggal 6 November 2022 sebanyak 8 orang anggota polisi yang baru lulus dan berpangkat Bripda terlibat aksi pengeroyokan terhadap seorang sekuriti serta penyekapan seorang perawat Rumah Sakit Bandung di Medan. Kemudian tanggal 22 November 2022 beredar video dua anggota polisi yang menendang sopir truk batubara di Jambi.

Bicara tentang tindak tanduk yang tidak wajar dari oknum polisi tidak akan cukup untuk diuraikan satu persatu dalam tulisan ini. Tidak hanya pada institusi kepolisian, di institusi manapun ada saja yang oknumnya melanggara aturan sehingga mencoreng nama baik institusi. Akan tetapi institusi kepolisian jadi sorotan karena adanya tiga peristiwa hukum besar sepanjang tahun 2022 ini yang kejadiannya seolah diluar nalar. Kejadian tersebut membuat masyarakat mempertanyakan slogan Polri Presisi yang digaungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Bahkan mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo, sehingga Presiden meminta Kapolri untuk menyederhanakan visi Polri Presisi agar mudah dipahami oleh anggota di lapangan. Menurut Presiden kesamaan visi dan kebijakan organisasi akan membuat anggota Polri akan tegas dan lugas dalam menjalankan kerja.

Disebut dengan tiga peristiwa hukum besar karena yang terlibat didalamnya (baik langsung maupun tidak langsung) anggota polisi mulai dari perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal sampai tamtama. Kemudian ketiga peristiwa tersebut merupakan cerminan persoalan internal kepolisian yang harus segera dicarikan solusinya kedepan, supaya kejadian yang sama tidak berulang dan kepercayaan publik kepada institusi kepolisian kembali meningkat.

Pertama, pembunuhan terhadap Brigadir Nofriyansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Irjenpol Ferdy Sambo. Penulis tidak membahas ihwal pembunuhan tersebut karena sudah terlalu banyak bahasan dari berbagai sudut pandang tentang itu. Yang menarik adalah efek dari terbongkarnya kasus pembunuhan Brigadir J publik dicengangkan dengan beredarnya Konsorsium 303 yang dipimpin oleh Irjen pol Ferdy Sambo. 

Ferdy Sambo yang sebelumnya menjabat sebagai ketua Satgassus Merah Putih diduga membentuk Konsorsium 303 untuk menampung uang judi dari para bos judi yang dibekingi. Artinya Satgassus sudah disalahgunakan oleh Ferdy Sambo, untungnya Satgassus tersebut kemudian dibubarkan oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.

Belum selesai publik membahas persoalan Ferdy Sambo dan konsorsiumnya, institusi kepolisian dilanda persoalan baru. Itulah peristiwa hukum kedua yakni tragedi kanjuruhan. Biasanya dalam pertandingan sepakbola yang sering bentrok di stadion adalah antar suporter klub yang sedang bertanding. Akan tetapi kejadian pada tanggal 1 Oktober 2022 di stadion kanjuruhan pasca selesainya pertandingan sepakbola antara Arema Malang vs Persebaya Surabaya yang bentrok justru suporter dengan aparat keamanan. 

Kerusuhan yang disertai tembakan gas air mata oleh aparat keamanan membuat penonton jadi berdesak-desakan dan berujung meregangnya ratusan nyawa anak bangsa. Atas peristiwa ini sudah ditetapkan beberapa orang tersangka baik dari unsur panitia pelaksana maupun dari aparat keamanan. Kapolda Jawa Timur yang sekalipun tidak terlibat dalam penanganan kerusuhan, akan tetapi dianggap tetap bertanggungjawab. Konsekuensinya Irjenpol Nico Afinta dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur.

Tidak lama berselang dari tragedi kanjuruhan, masih dalam bulan yang sama muncul peristiwa hukum ketiga, Irjenpol Teddy Minahasa ditangkap Divpropam Mabes Polri karena diduga terlibat dalam pengedaran narkoba jenis sabu seberat 5 kg yang diambil dari barang bukti kasus lain yang sudah inkracht. Irjenpol Teddy Minahasa tidak sendiri tapi melibatkan juga polisi lain yang merupakan perwira menengah sampai tamtama. Teddy Minahasa merupakan Kapolda terkaya di Indonesia berdasarkan data LHKPN KPK.

Proses hukum terhadap ketiga peristiwa hukum tersebut sedang berjalan, maka kita percayakan kepada aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) untuk menuntaskannya. Lantas apa yang dilakukan oleh Kapolri selain dari penegakan hukum terhadap para polisi yang terlibat? Menurut hemat penulis, Kapolri harus melakukan langkah-langkah strategis untuk membalikan keadaan. Marwah institusi kepolisian harus kembali ditegakkan.

Butuh Resolusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun