Mohon tunggu...
MARAMUDA
MARAMUDA Mohon Tunggu... Administrasi - Berusaha , bersyukur dan berdoa

Seorang warga biasa yang punya harapan luar biasa...

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Pandemi

10 Januari 2021   12:59 Diperbarui: 10 Januari 2021   13:15 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawan akrab saya Ucok (bukan nama aslinya) sudah hampir 3 bulan beralih profesi menjadi driver ojol untuk menyambung hidup setelah di PHK oleh pabrik tempatnya bekerja. Istrinya Tuti (bukan nama aslinya juga) membantu suaminya di rumah jualan kue kampung. Mereka adalah contoh nyata korban pandemi virus corona yang kasat mata.

Hampir setahun lebih pandemi virus COVID 19 melanda Planet Bumi sejak ditemukan di kota Wuhan Negara Tiongkok Desember 2019 silam. Sampai saat tulisan ini dibuat 9 Januari 2021 virus ini telah mengambil nyawa 1.913.746 orang (manusia semua ini ya) di seluruh planet Bumi (sumber : news.google.com) khusus Indonesia telah merenggut 23.753 nyawa dan masih akan berlanjut belum diketahui kapan akan berakhir.

Negara negara di dunia terus berupaya sekuat tenaga dengan mengeluarkan seluruh sumber daya yang ada baik secara bersama sama dengan negara lain atau secara mandiri untuk memproduksi vaksin mengatasi pandemi ini. Vaksin terus diuji dan diuji hingga layak untuk diuji ke manusia. Setidaknya terdapat beberapa vaksin yang sudah diterbitkan dan disertifikasi oleh WHO dan dinyatakan layak untuk digunakan melawan virus COVID 19 ini seperti SINOVAC (Tiongkok), PFIZER (AS),ASTRAZENECA (Inggris), MODERNA (AS) dan lainnya. Sementara Indonesia dengan Vaksin Merah Putihnya akan selesai uji klinis pada tahun 2021 ini, sebelum layak didistribusikan.

Dampak Pandemi selain mengancam nyawa (manusia bukan hewan) juga mengancam ekonomi seluruh negara  secara masif tanpa terkecuali.  PHK (Putus Hubungan Kasih eh Kerja) massal dimana mana, banyak perusahaan bangkrut, pokoknya hidup semakin sulit (aja).

Dampak pandemi seperti ini belum pernah dialami sebelumnya, akibatnya banyak negara gagap dan gugup menghadapinya tidak terkecuali negara paling maju dalam ekonomi dan militer di bumi Amerika Serikat yang paling menderita akibat pandemi ini dengan jumlah penderita sudah mencapai 21.990. 329 orang (sumber : wikipedia) per tanggal 8 januari 2021 dengan jumlah kematian 369.390 jiwa, paling banyak di Bumi. Jika dibandingkan dengan Indonesia memang belum separah Paman Sam sih tapi bisa aja kan terjadi di negara kita tercinta.

Ekonomi Indonesia menurut BPS (Badan Pusat Statistik pastinya) menyusut 5,32 persen pada kuartal II 2020 dibanding periode yang sama tahun lalu dan masih menyusut 3,49 persen pada kuartal III 2020 dan diprediksi masih akan terus minus pada periode berikutnya. Dampak ekonominya jelas lebih 2,1 juta pekerja terkena PHK (Putus Hubungan Kasih eh Kerja) dan masih akan bertambah. Pengangguran terbuka tembus 10 juta orang (belum termasuk yang tersembunyi). Masih menurut BPS orang miskin (miskin harta ya bukan yang lain) melonjak tembus 26 juta lebih.

Kebijakan pemerintah meredam dampak pandemi (walaupun sedikit telat) sedikit banyak sudah mulai dirasakan rakyat semisal BLT (Bantuan Langsung Tunai pastinya), KPK (Kartu Pra Kerja bukan kartu yang lain), Subsidi Gaji di bawah 5 juta dan lainnya. Tetapi tetap saja belum bisa menormalkan kehidupan perekonomian rakyat sebelum pandemi (mungkin masih butuh waktu lama ya).

Kegagapan negara di dunia dalam mengatasi krisis ekonomi kali ini adalah disebabkan penyebab krisis itu sendiri yaitu pandemi virus yang kali ini menyebar dengan super cepat 100 kali lebih cepat dari flu burung  (burung hewan ya), yang ditularkan dari unggas (walaupun bisa juga manusia). Ini belum pernah terjadi dalam sejarah manusia. Sehingga suka tidak suka pergerakan orang harus di batasi (termasuk pergerakan mencari nafkah). Disinilah letak masalahnya, seandainya virus ini bisa dicegah tanpa membatasi mobilitas orang, mungkin lain lagi ceritanya. (bisa nggak ya?)

Tapi ya sudahlah kita terima aja faktanya seperti itu nggak usah terlalu galau yang penting dihadapi dengan waras dan waspada. Kedepannya mungkin sudah waktunya bagi para ahli ekonomi di dunia membuka kajian baru atau spesialisasi baru, yang bernama Ekonomi Pandemi seperti Ekonomi Pertanian, atau Ekonomi Politik. Apabila kita berhasil lolos (pastinya) dari pandemi ini, maka pengalaman yang dialami seluruh negara bisa dijadikan kajian dalam ilmu Ekonomi Pandemi. Sehingga bila terjadi pandemi di kemudian hari kebijakan ekonomi yang lebih holistik (menyeluruh maksudnya), terkoordinasi,  tepat sasaran,  terukur dan akuntabel (biar keren aja maksudnya)  bisa diterapkan dari hasil kajian ilmu Ekonomi Pandemi tadi. Semoga.

NB : Foto diatas pemanis aja biar nggak serius kalee…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun