Mohon tunggu...
Uci Mayasari Sinaga
Uci Mayasari Sinaga Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Hi, I'm Uci Mayasari Sinaga. Graduated with a bachelor's degree in communication science from Sam Ratulangi University. In this blog, I will focus on providing content about study, student exchange, culture exchange and explore world tourist attractions.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Batch 2 di Universitas Muhammadiyah Malang

21 Desember 2022   09:50 Diperbarui: 5 Januari 2023   10:43 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maya bersama Dosen dan Mahasiswa UMM Prodi Ilmu Komunikasi 

"Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya", begitulah tagline dari program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang saya ikuti satu semester ini. Sebelumnya, perkenalkan nama saya Uci Mayasari Sinaga biasa di panggil "Maya", saya merupakan mahasiswa semester 5 jurusan Ilmu Komunikasi di  Universitas Sam Ratulangi Manado, dan disini saya akan bercerita mengenai pengalaman saya selama mengikuti program pertukaran mahasiswa merdeka (PMM) Batch 2 pada tahun 2022. Setelah 4 semester saya menjalani perkuliahan daring di Universitas Sam Ratulangi Manado akibat dari Covid-19, kali ini saya mengikuti Perkuliahan secara Offline untuk pertama kalinya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yang terletak di Provinsi Jawa Timur yang mana menjadi universitas tujuan saya untuk melaksanakan program tersebut.  

Kota Malang dikenal dengan daerah yang dingin dan di sebut sebagai Kota apel. Tempat wisata Gunung Bromo yang sangat terkenallah yang membuat saya tertarik untuk memilih UMM untuk menjadi kampus inbound saya. Sistem seleksi yang dilaksanakan oleh PMM Batch 2 meliputi seleksi berkas dan tes wawasan kebangsaan serta dalam program ini kita hanya bisa memilih dua kampus tujuan yang berbeda dengan ketentuan tidak boleh berada di pulau kelahiran dan pulau universitas asal kita.

Maya bersama Dosen dan Mahasiswa UMM Prodi Ilmu Komunikasi 
Maya bersama Dosen dan Mahasiswa UMM Prodi Ilmu Komunikasi 

Menjadi Mahasiswa Minoritas

"kan itu kampus Muhammadiyah, emangnya kamu yang kristen bisa kuliah disana?" tanya salah satu teman kuliah saya di UNSRAT, karena memang bagi umat kristiani akan berpikir bahwa kampus yang berbasis Muhammadiyah merupakan kampus yang berisikan mahasiswa yang memeluk agama islam saja, karena seperti yang kita ketahui bahwa Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia, oleh karena itu tentu mayoritas yang berkuliah disana merupakan pemeluk agama islam. Berbeda halnya dengan UNSRAT, mahasiswa di universitas ini justru mayoritas beragama kristen sehingga sangat mudah bagi saya untuk berbaur dan melakukan aktivitas yang sama dengan teman-teman sekampus. Namun, pada kenyataannya UMM merupakan universitas yang justru memiliki mahasiswa yang tidak hanya beragama muslim saja tetapi ada juga yang beragama non-muslim dan toleransi yang diajarkan oleh kampus ini juga cukup tinggi, salah satu hal yang menarik perhatian saya adalah tidak mewajibkan mahasiswa perempuan untuk menggunakan hijab. Semua Dosen di universitas ini tidak pernah membeda-bedakan antara mahasiswa muslim dan non-muslim, semuanya sama saat di kampus. Mahasiswanya juga sangat baik dan ramah sehingga saya tidak kesulitan untuk berbaur bersama mereka. Jadi, jika ditanya apakah mahasiswa non-muslim bisa berkuliah di Universitas Muhammadiyah Malang? maka jawabanya, tentu saja bisa.

Maya bersama Mahasiswa PMM 2 di Bandara Juanda Surabaya
Maya bersama Mahasiswa PMM 2 di Bandara Juanda Surabaya

Mahasiswa inbound yang diterima di UMM berjumlah 47 orang yang berasal dari pulau yang berbeda-beda dari sabang sampai merauke dengan berbagai budaya yang berbeda-beda. Kedatangan mahasiswa program pertukaran disambut baik oleh UMM, Jumat (15/09/2022) yang dijemput oleh LO UMM di Bandara Juanda Surabaya untuk menuju ke UMM di Kota Malang. Saya dan 46 mahasiswa lainnya disediakan fasilitas untuk tinggal di asrama UMM yang tepat berada di belakang UMM sehingga cukup dekat untuk berjalan kaki ke kampus. Di sebelah asrama juga terdapat banyak sekali penjual makanan dan coffee shop yang diisi oleh sebagian besar mahasiswa UMM yang sekedar mengisi waktu luang atau sedang berdiskusi kelompok. Culture Shock pertama yang saya alami adalah ketika saya membeli sarapan di warung makan sebelah asrama, saya hanya perlu mengeluarkan uang senilai Rp 6.000 untuk mendapatkan nasi pecal yang sudah mengenyangkan perut. Kuliner Kota Apel ini juga sangat beragam, mulai dari bakso, rawon, Sego, Pentol, Soto dan banyak lagi makanan yang anehnya harganya cukup terjangkau dan ramah di kantong terutama bagi mahasiswa luar kota seperti saya. Intinya, Malang benar-benar murah jika membahas soal makanan. Sangat berbeda ketika saya berada di kawasan Timur Indonesia yaitu di Kota Manado, untuk harga makanan Rp 10.000 saja sangat sulit di temukan di sekitaran kampus, rata-rata warung makan akan menjual nasi campur dengan harga Rp 15.000, dan itu menurut saya cukup mahal bagi kantong mahasiswa luar kota. Hal inilah yang membuat saya shock ketika pertama kali tinggal di Kota Malang.

Maya bersama Sartika (kiri) dan Sri Handayani (kanan) 
Maya bersama Sartika (kiri) dan Sri Handayani (kanan) 

Tinggal di Asrama UMM

Tinggal di asrama merupakan pengalaman pertama bagi saya, di asrama UMM kita di bagi menjadi 3 orang per kamar, saya sangat bersyukur ditempatkan di kamar A.4.8 sehingga bertemu sapa dengan dua teman saya yang sangat baik dan menyenangkan, mereka berdua berasal dari Provinsi yang sama yaitu Sulawesi Selatan yaitu Sartika yang berasal dari Sidenreng Rappang dan Sri berasal dari Pinrang. "ia pale, nda ji, ki, mi" adalah kata-kata yang sehari-hari saya dengarkan saat berbincang dengan mereka yang mana mereka berdua sama-sama berasal dari suku bugis sedangkan saya berbeda sendiri yang merupakan suku batak, sehingga dari segi bahasa daerah dan logat tentu saja kita sangat berbeda. Namun perbedaan ini tidak menghalangi kita untuk saling menghangatkan karena disini kita sama-sama jauh dari keluarga tetapi rasa kekeluargaan tetap ada saat kita bersama. Dari perbedaan kami bisa dilihat bahwa perbedaan suku, agama dan Kebudayaan bukanlah penghalang bagi kami untuk menempuh pendidikan di kota yang berbeda dengan kota asal kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun