Senin (6/7/2017) bertempat di Restoran Bebek Bengil, Jl. H. Agus Salim St, 132, Menteng, Jakarta Pusat saya dan beberapa blogger mengikuti konfrensi pers Komnas Pengendalian Tembakau dengan mengambil tema “Apa Keputusan Pemerintah terhadap RUU Pertembakauan?”. Dengan narasumber Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (Anggota Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau. Julius Ibrani, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan HAM Indonesia (Solidaritas Advokat Pedulu Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia. Faisal Basri Ekonom. Adi Irawan dari Indonesia Coruption Watch (ICW).
Tujuan dari konfrensi pers ini adalah mendesak kepada Pemerintahan Jokowi untuk menolak pembahasan RUU Pertembakauan yang notabene RUU Pertembakauan ini atas inisiasi DPR RI, RUU ini hanya banyak mudharatnya dibandingkan dengan kemanfaatnya bagi masyarakat, diantaranya adalah sebagai berikut :
RUU Pertembakuan sangat diskriminatif dan dipaksakan
Tembakau hanya dihasilkan di 3 provinsi di Indonesia. Jadi pertanyaannya adalah mengapa kita harus memiliki UU khusus terhadap komoditi yang hanya dihasilkan sedikit? Bagaimana dengan komoditi yang lebih penting lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti padi, umbi-umbian, tanaman palawija? Padahal banyak pasal dalam RUU Pertembakauan sebenarnya sudah diatur dalam 14 UU lainnya. Jadi tidak ada urgensinya untuk adanya Undang-Undang Pertembakauan, karena hampir semua pasal dalam RUU Pertembakauan yang terkait dengan produksi, distribusi, industry, harga, cukai, pemsaran serta riset produk tembakau telah diatur dalam UU lainnya seperti dalam UU No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan, UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, UU No. 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan Pemberdyaan Petani, UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, UU No. 28 Thun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Dari 14 Undang-Undang ini sebenarnya telah mengatur mengenai regulasi yang ada di RUU Pertembakauan, jadi apabila RUU Pertembakauan ini di bahas yang kemudian di sahkan oleh DPR dan Pemerintah maka ke - 14 Undang-Undang ini akan menimbulkan tumpang tindih pengaturan dan tentunya ketidakpastian hukum dalam bidang Perindustrian, Keuangan, Perdagangan, Pertanian, dan Kesehatan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Julius Ibrani “Pembentukan RUU Pertembakauan ini akan melanggar Undang-Undang yang telah ada, selain itu jugaperjalanan RUUPertembakauan adalah copy paste dari RUU yang telah ditolak sebelumnya.” Ungkap Julius Ibrani.
Hal ini juga diungkapkan oleh Ade Irawan dari ICW bahwa perdebatan industri rokok menyangkut kepada kesehatan dari dulu telah menjadi polemik, maka untuk itu perlu adanya pembahasan - pembahasan yang mendalam, karena industri rokok ini produknya dapat merusak kesehatan.
Kemudian Prof Hasbullah memberikan penegasan kembali bahwa industry rokok ini sangat banyak mudharatnya, yaitu banyak rakyat yang telah meninggal akibat dari rokok, maka dari itu apabila RUU Pertembakauan ini dibahas maka akan mengkhianati rakyat.
RUU Pertembakauan sarat kepentingan industri kapitalis
Dalam pasal-pasalnya disebutkan, tujuan utama RUU Pertembakauan adalah untuk meningkatkan industri hasil tembakau. Industri naik → produksi naik → konsumsi naik. Siapa calon konsumen yang jadi sasaran? Tidak lain adalah anak-anak kita, para generasi bangsa selanjutnya. Hampir semua industri rokok di Indonesia dimiliki oleh Philip Morris. Di dalam RUU Pertembakauan hanya menguntungkan industri rokok yang notabenen adalah milik asing, sedangkan untuk keuntungan dalam negeri sangat minim apalagi melindungi petani tembakau dan juga orang yang mengkonsumsi rokok, seperti yang kita tahu bahwa rokok merupakan zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan baik yang aktif ataupun yang passif atas asap rokok. Menurut Tobacco Atlas, 20 persen kematian pada laki-laki dan 12 persen kematian pada perempuan disebabkan oleh rokok. Diperkirakan lebih dari 190.000 rakyat Indonesia meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan tembakau pada tahun 2012.
RUU Pertembakauan ini juga bertentangan dengan nawacitanya Presiden Jokowi, maka dari itu pemerintah tengah diuji apakah berani menolak pembahasana RUU Pertembakauan ini. Ungkapan Presiden Jokowi yang ingin meningkatkan kualitas SDM, serta rencana strategis Kemenkes yang salah satu tujuannya adalah penurunan konsumsi produk tembakau, untuk itu diharapkan dapat menjadi salah satu alasan dalam penolakan Pembahasan RUUP ini, di beberapa Negara di seluruh dunia telah di buat peraturan yang melindungi penduduknya dari rokok, bagaimana dengan di Indonesia ?
RUU Pertembakauan mematahkan banyak aturan pengendalian tembakau
Di dalam aturan mengenai pengendalian produk tembakau untuk melindungi masyarakat, di antaranya pencantuman label peringatan kesehatan bergambar dan ketentuan kawasan tanpa rokok akan tak berlaku. Apabila RUU Pertembakauan ini diundangkan maka dikhawatirkan peringatan kesehatan akan kembali hanya berupa tulisan tidak ada lagi label peringatan apapun di beberapa produk tembakau tertentu. Dan dalam RUU Pertembakauan ini juga mengatur adanya fasilitas ruang khusus untuk merokok yang tentunya akan melemahkan perda-perda Kawasan Tanpa Rokok yang sudah ada. Yang lebih miris adalah dalam RUU Pertembakauan ini pelaku usaha di bidang ini membolehkan untuk membuat iklan dan promosi produk mereka. hal ini akan berakibat apabila RUU Pertembakauan ini dibahas dan disahkan maka dapat diprediksi jumlah orang yang merokok akan semakin meningkat. Hal ini diungkapkan oleh Faisal Basri Seorang Ekonomo menyatakan “Jumlah orang yang merokok di atas 15 tahun ke atas tahun 2010-2015 naik pesat diatas Jordania, yang paling disasar oleh industri rokok adalah orang yang produktif, laki-laki hampir 76% orang merokok di Indonesia,” ungkap Faisal Basri.
Saat ini saja banyak usia produktif banyak yang merokok, sehingga Kita menghadapi ancaman pada era kesempatan untuk menjadi negara berjaya, belum lagi efek terhadap pemerintah seperti jaminan kesehatan hampir 30% BPJS Kesehatan menanggung penyakit akibat dari rokok. Untuk itu Faisal Basri mempertanyakan kepada pemerintah apakah menteri perindustrian tidak mampu membangkitkan industri lain selain industri rokok? dan apakah perlu kita perlu mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap Kementrian Perindustrian ?
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa dengan RUU Pertembakauan ini dapat melindungi petani tembakau dan buruh pabrik rokok, apakah benar adanya? terkait hal ini Faisal Basri memberikan pernyataan bahwa Secara alamiah petani tembakau terus mengalami penurunan, selain petani, lahan pertanian tembakau juga semakin menyusut. Hal ini mengakibatkan industri rokok saat ini sangat sedikit membeli tembakau ke petani lokal, biasanya ekspor, jadi jelas siapa yang diuntungkan dengan industri ini. Mengenai anggapan RUU Pertembakauan melindungi buruh rokok itu hanya anggapan yang semu justru dengan RUU Pertembakauan ini melindungi dan mendukung penggunaan mesin oleh industri rokok. Ini terlihat dari peta jalan industri tembakau yang akan meningkatkan produksi rokok mesin hingga 80% dalam lima tahun ke depan.
Dengan konsumsi rokok memiliki konsekuensi yang sangat membahayakan bagi masa depan Indonesia. Bukan saja terkait dampak kesehatan, namun juga dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan secara luas, maka dari itu pemerintah harus tegas dengan segera bahwa RUU Pertembakauan itu ditolak pembahasannya agar tidak mengkhianati amanat rakyat dan generasi Indonesia menjadi generasi yang unggul.
Catatan :
Tembakau menurut Wikipedia adalah adalah hasil bumi yang diproses dari dauntanaman yang juga dinamai sama. Tanaman tembakau terutama adalah Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica, meskipun beberapa anggota Nicotiana lainnya juga dipakai dalam tingkat sangat terbatas.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah tumbuhan berdaun lebar, daunnya diracik halus dan dikeringkan untuk bahan rokok, cerutu, dan sebagainya;Nicotiana.
Jakarta, 7 Maret 2017
Salam kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H