Mohon tunggu...
Uci Junaedi
Uci Junaedi Mohon Tunggu... Administrasi - SocialMedia

Social Media Businnes Service

Selanjutnya

Tutup

Healthy

MUI: BPJS Kesehatan Bukan Haram Tetapi Tidak Sesuai Syari’ah Islam

30 Juli 2015   10:27 Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:18 1827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini kita dihebohkan di media social bahwa MUI telah memfatwakan haram kepada BPJS Kesehatan. Banyak tokoh nasional juga ikut mengkritisi dan berkomentar mengenai fatwa haram ini, mulai dari pejabat public seperti Wakil presiden Jusuf Kalla, mengaku belum tahu pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dinikmati masyarakat saat ini tidak sesuai syariah alias haram. JK juga menyatakan, perlu digali lebih jauh alasan MUI menyatakan BPJS haram. Ketua PB NU Said Aqil Siradj terkait dengan fatwa haram ini menilai, MUI terlalu sering mengobral fatwa. Ia kemduian membandingkan MUI dengan lembaga pemberi fatwa di Mesir yang dalam satu tahun hanya mengeluarkan dua sampai tiga fatwa. Lain lagi menurut Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan bahwa pemberian jaminan kesehatan untuk setiap warganya yang miskin adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat miskin diminta tidak terlalu mengkhawatirkan fatwa haram MUI tentang BPJS. Dia meminta masyarakat tetap percaya bahwa pemerintah akan tetap menyediakan jaminan kesehatan. 

Dalam ketarangannya MUI membantah bahwa telah mengeluarkan fatwa haram terhadap BPJS Kesehatan melainkan MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa BPJS kesehatan tidak sesuai syariah. Hal ini dinyatakan oleh Anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Prof Jaih Mubarok. Prof Jaih juga mengatakan bahwa BPJS masih mengandung unsur riba dan juga ghoror atau tidak jelas akadnya, karena akadnya tidak jelas, serta status iuran menjadi iuran dan juga ini bersifat maisyir, untung-untungan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian mengeluarkan keputusan bersama hasil ijtima soal sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. MUI juga menilai sistem premi hingga pengelolaan dana peserta BPJS Kesehatan tak sesuai fikih.  Ada tiga alasan yang mendorong keluarnya keputusan ini antara lain ketidakjelasan status iuran atau premi BPJS. "Kedudukan akadnya atau iuran itu apa? Apa bahasa hukumnya? Apakah termasuk hibah? Sebab dalam prinsip syariah harus diatur bagaimana status, kejelasan bentuk, dan jumlah akad atau iuran. Jika tidak, maka BPJS telah melakukan gharar atau penipuan. Serta iuran yang disetorkan para peserta tak jelas kedudukannya. Apakah setelah disetorkan, uang itu milik negara, BPJS, atau peserta? Dan yang terakhir  dalam prinsip asuransi syariah kondisi iuran BPJS iuran adalah hibah kelompok peserta asuransi. Maka, perusahaan asuransi atau BPJS seharusnya berlaku sebagai Wakil Kolektif. Ketika risiko terjadi, maka perwakilan akan menjadi perpanjangan tangan dari peserta kolektif ke individu. 

MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat mewadahi ulama, zu'ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 17 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia. Sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:

  1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)
  2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)
  3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah)
  4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid
  5. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar

 

Setelah kita mengetahui dasar alasan yang dijadikan fatwa oleh MUI maka kita melihat bahwa MUI telah menjalankan fungsi serta khitahnya yang dirumuskan atas lima khitah pengabdian majelis Ulama Indonesia, dan juga kita sebagai umat Islam Indonesia yang mengakui bahwa MUI adalah sebuah lembaga yang mewadahi para ulama, zu'ama serta cendekiawan islam seyogyanya bijak dalam menyikapi fatwa yang dikeluarkan MUI mengenai BPJS Kesehatan ini.

Salam kompasaiana

 Sumber gambar : www.majalahberita.com

Sumber :

http://news.detik.com/berita/2978630/ijtima-ulama-mui-bpjs-bukan-haram-tapi-tidak-sesuai-syariah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun