sumber:Â kupang.tribunnews.com
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan perbincangan dengan Caosa Indriyani berbicara mengenai bagaimana sikap dari Partai Demokrat 5 tahun ke depan, yang kemudian beliau unggah dalam kanal youtube yang berjudul "Posisi SBY dalam RUU Pilkada".
Dalam perbinacangan SBY menegaskan panas tidaknya politik di tanah air 5 (lima) tahun ke depan sangat tergantung apakah nanti ketika Jokowi betul-betul sudah mulai memimpin negeri ini setelah 20 Oktober mendatang, ada tidaknya konsiliasi dari kubu Jokowi dengan kubu Prabowo. Kemudian SBY berharap konsiliasi antara koalisi Merah Putih dari kubu Prabowo - Hatta dengan koalisi pendukung presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK), bukannya menjadi dendam tujuh turunan atau Baratayuda. Sebab, bila yang terjadi adalah yang terakhir, maka rakyat yang akan sangat dirugikan. "Ya politik itu keras bisa saling mengintip, bisa saling menyerang, tapi tetaplah ada batas-batasnya. Kalau tidak demokrasi kita goyah, kalau politik gaduh dan tidak stabil, siapa yang menderita? Rakyat. Kita tidak bisa membangun, ekonomi tidak tumbuh lagi dan sebagainya," menurutnya.
Diakui oleh SBY, bahwa politik itu keras, kompetisi itu memang menghasilkan kalah dan menang, tapi kan tidak segalanya. Ada kalanya sekarang kalah, menang di hari kemudian. Bagi SBY, kalau ia berada di luar pemerintahan memang harus mengkritisi. Tetapi, SBY menekankan bahwa mengkritik tidak sama dengan menghancurkan, menggagalkan. "Meskipun saling kritis satu sama lain tetapi ada batas-batas dalam politik yang dimainkan, maka yang dikhawatirkan oleh banyak pihak itu bisa dicegah. Tetapi kalau yang dianut adalah politik marah dan dendam tujuh turunan itu bisa terjadi," Menurut SBY.
SBY sendiri mengaku punya pengalaman panjang selama 10 tahun terakhir, dimana ada kekuatan politik yang konsisten memusuhinya, menyerang, dan kalau bisa menggagalkan. Namun, SBY berharap apa yang dialaminya itu, tidak dialami oleh Jokowi yang akan menggantikannya pada 20 oktober mendatang. Kemudian SBY mengaku dirinya bukan orang yang utopis, karena , tidak mungkin tiba-tiba bermesra-mesraan. Tetapi kalau akhirnya (kedua kubu) bisa menyapa lagi, penilaian SBY itu adalah titik cerah di hari esok.
Adapun Mengenai sikap dari Partai Demokrat, SBY mengaku Partai Demokrat memang diajak oleh kedua-duanya, dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi ia menegaskan, Partai Demokrat lebih baik jadi penyeimbang yang betul, tidak masuk ke kubunya Jokowi, tidak masuk pula ke kubunya Prabowo. Tentunya SBY mempunyai alasan yang kuat, bahwa menurutnya Partai Demokrat masuk ke salah satu koalisi, maka sudah bisa dibayangkan politik 5 tahun ke depan, Demokrat ikut terlibat dalam politik yang amat keras, yang intip-mengintip, serang-menyerang, hancur-menghancurkan.
Untuk itu SBY menegaskan bahwa Partai Demokrat akan terus berperan secara konstruktif manakala ada isu besar, apakah kebijakan, rancangan undang-undang atau apapun yang menurut Demokrat baik bagi rakyat, dari manapun ide itu muncul apakah dari kubu Jokowi maupun kubu Prabowo, Partai Demokrat pasti mendukung, akan tetapi sebaliknya apabila memang nyata-nyata tidak realistis, tidak rasional, menyengsarakan rakyat, dengan tegas dan dengan bahasa yang terang, Partai Demokrat tidak akan mendukungnya. Lanjutkan
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H