Mohon tunggu...
Uci Junaedi
Uci Junaedi Mohon Tunggu... Administrasi - SocialMedia

Social Media Businnes Service

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Proses Transisi Kepemimpinan Nasional Dari Sukarno Hingga Jokowi

11 Oktober 2014   00:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:32 4702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumber gambar: indopolitika.com

Pada 20 Oktober nanti, Indonesia akan memiliki Presiden baru dan tentunya akan kembali melakukan transisi kepemimpinan nasional yaitu dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko Widodo (Jokowi). Perlu kita ketahui bahwa sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sampai saat ini, pemerintahan Indonesia telah mengalami enam kali peralihan kekuasaan, dan  sayangnya belum pernah sekali pun transisi presiden itu berlangsung secara 'mulus'. Selalu ada peristiwa tak menyenangkan yang melatarbelakangi suksesi kepemimpinan nasional tersebut.
Seperti apa proses transisi kekuasaan dari zaman Sukarno hingga SBY, untuk pertama proses transisi kekuasaan dari Presiden Sukarno ke Presiden Soeharto itu diawali dengan sebuah peristiwa yang kelam, pada saat itu ekonomi Indonesia terpuruk dan terjadi aksi pembunuhan terhadap tujuh perwira TNI Angkatan Darat dalam sebuah Gerakan 30 September 1965.

Sukarno pada waktu itu tidak sanggup mengatasi situasi keamanan dan politik pada 11 Maret 1966 kemudian Presiden Sukarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret atau yang sekarang kita kenal dengan Supersemar. Dengan diterbitkannya Supersemar terjadilah dualisme kepemimpinan nasional yakni antara Sukarno dengan Soeharto. Apalagi ketika pada 25 Juli 1966 Jenderal Soeharto diangkat menjadi Ketua Presidium Kabinet Ampera. Kemudian pada 27 Maret 1967 setelah secara konstitusional Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melantik Pejabat Presiden Soeharto menjadi Presiden Indonesia kedua menggantikan Sukarno.

Kedua, bagaimana peralihan kekuasaan antara Presiden Soeharto ke BJ Habibie, pada tahun 1998 yang lalu kondisi perekonomian Indonesia juga memburuk. Harga sembilan kebutuhan bahan pokok melejit, rakyat pun menjerit. Keadaan ini membuat situasi politik dan keamanan Indonesia terganggu. Aksi unjuk rasa terjadi di mana-mana.
Posisi Presiden Soeharto yang telah 32 tahun menjadi penguasa pun goyah. Ribuan mahasiswa turun ke jalan menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto. Selama beberapa hari Soeharto mencoba bertahan. Namun aksi unjuk rasa yang berbuntut kerusuhan di sejumlah kota di Indonesia membuat Soeharto itu meletakkan tampuk kekuasaan.
Pada 21 Mei 1998 Soeharto menyerahkan kekuasan kepada Bacharuddin Jusuf Habibie. Habibie yang sebelumnya menjabat Wakil Presiden dilantik menjadi Presiden. Sama seperti era sebelumnya, peralihan kekuasaan dari Soeharto ke Habibie tak berlangsung mulus.

Ketiga, peralihan kekuasaan dari Habibie ke Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu diawali dari sebuah proses pemilihan umum tahun 1999. Pada saat itu Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Habibie yang sebenarnya memiliki kesempatan, menolak mencalonkan diri setelah pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.
MPR kemudian menggelar rapat paripurna pada tanggal 20 oktober 1999. Dua nama bersaing memperebutkan kursi calon Presiden, yakni Megawati Soekarnoputri yang diusung PDI Perjuangan, dan Gus Dur yang diajukan Partai Kebangkitan Bangsa.
Melalui sebuah pemungutan suara Gus Dur terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sementara Megawati mendapat 313 suara. Tak terima dengan kekalahan ini, pendukung Megawati mengamuk. Di Solo, Jawa Tengah misalnya sejumlah simpatisan Megawati melakukan aksi pengrusakan.
Beruntung Gus Dur berhasil meyakinkan Megawati untuk maju dalam pemilihan calon wakil presiden. Sebelumnya Gus Dur meminta mantan Panglima ABRI Wiranto tidak mengajukan diri menjadi cawapres. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Keempat, belum juga berakhir menjalankan jabatannya sebagai Presiden RI ke-4, Gus Dur mendapatkan mosi tidak percaya dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Gusdur pada saat itu diterpa sejumlah isu politik. Seperti kasus dana Badan Urusan Logistik. Mendapat mosi tidak percaya dari MPR, Gus Dur malah mengeluarkan dekrit. Dekrit Presiden itu sendiri berbunyi: (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.
Akan tetapi dekrit dari Gusdur tersebut tidak memeroleh dukungan, pada akhirnya pada 23 Juli 2001, tepatnya setelah 20 bulan Gusdur menjadi Presiden MPR menarik mandat yang diberikan kepada Gus Dur. Majelis kemudian menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden menggantikan Gus Dur. Namun, sayang Gus Dur tak pernah legowo atas pelengseran tersebut

Kelima, peralihan kekuasaan dari Megawati ke SBY melalui sebuah proses pemilihan presiden dan wakil presiden yang berlangsung secara demokratis pada tahun 2004. Di Pilpres 2004, SBY yang mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan mengalahkan bekas atasaannya Megawati. SBY pada waktu itu berpasangan dengan Jusuf Kalla dan pasangan ini tercatat sebagai presiden dan Wakil Presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Kemudian  SBY-JK dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2004.
Pada Pilpres 2009 SBY kembali mencalonkan diri sebagai Presiden, kali ini SBY berpasangan dengan Boediono sebagai Wakil Presidennya. Pada Pilpres 2009 ini SBY kembali unggul atas Megawati. Dari persaingan inilah hubungan Megawati dengan SBY tak pernah 'mesra' sejak peralihan kekuasaan tahun 2004.

Keenam, pada kepemimpinan Presiden SBY Ini lah untuk pertama kalinya peralihan kekuasaan akan berlangsung secara 'mulus', kepada presiden terpilih Jokowi yang terpilih secara demokratis melalui pemilihan Presiden pada 9 Juli lalu. Presiden SBY juga berjanji akan menyukseskan peralihan kepemimpinan secara terhormat. Sebuah tradisi suksesi kepemimpinan telah dirancang. Presiden SBY juga akan menyiapkan upacara penghormatan untuk menyambut Presiden yang baru, Jokowi.

Peralihan kekuasaan dari Yudhoyono ke Jokowi akan menjadi sejarah baru bagi Indonesia, Setelah lima kali transisi Presiden (SBY menjabat dua periode) sebelumnya tak pernah berjalan 'mulus'.

Sumber: detik

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun