Milly Malia Mildawani mulai merasa  jenuh. Masak sudah.  Rumah rapi. Cucian beres. Apalagi yang bisa dikerjakan ? Pada hari biasa, dia nyaris jarang ada di rumah. Kendati sedang dalam masa persiapan pensiun (MPP), mantan redaktur sebuah koran di Jawa Barat ini, tetap  memiliki kesibukan yang amat tinggi di luar rumah. Maklum beberapa jabatan di organisasi musik  disandangnya. Belum lagi kegiatannya menemani suaminya yang pemusik tampil di berbagai acara.
 Salah satu hiburannya, mengobrol melalui whatsapp dengan tiga orang sahabatnya. Persahabatan yang sudah dibina sejak mereka masih lajang, sama sama bekerja sebagai wartawan, menikah, punya anak dan pensiun.
Begitu juga Ella Yunia Perdani. Kendati dalam MPP, sesekali ia ke kantornya, membantu rekan juniornya melakukan pekerjaan kantor. Â Secara rutin dia mengunjungi ibunya yang tinggal di komplek yang tak jauh dari rumahnya, atau mengantarkan anaknya kuliah di Universitas Padjadjaran Bandung.
Ada pula Yeni Endah Pertiwi, saat sebelum pandemi,  tengah asyik-asyiknya menikmati  masa-masa pensiunnya.  Reuni dengan teman teman sekolah dan kuliahnya. Hal yang jarang bisa dilakukannya saat ia masih bekerja full sebagai redaktur koran dahulu. Mereka bertiga tinggal di Bandung. Salah seorang anggota lainnya, Ida Zuhida mantan wartawan, tinggal di Jakarta,  menemani suaminya yang masih aktif bekerja.
Kendati virus memisahkan, namun mereka tetap terhubung. Empat sekawan ini sering melakukan video call berempat, sekedar menyalurkan kebutuhan berkomunikasi. Hingga pada awal April lalu tercetus sebuah ide dari ketua geng mereka, Yeni Endah Pertiwi, "Gimana kalau kita bikin video ? Kita tunjukkan bahwa di rumah pun kita tetap semangat dan bahagia, untuk menyemangati yang lainnya juga ?"
Semua mengangguk setuju. Stay at Home dan tetap bahagia adalah pilihan.  Skenario disusun. Intinya, kendati masing masing di rumah, mereka tetap terhubung satu sama lain, melalui teknologi. Ceritanya sederhana. Ida yang tinggal di Jakarta membereskan lemari dan  menemukan kain yang belum terjahit. Kain tersebut dilempar ke Yeni yang pandai menjahit. Namun selain menjahit Yeni harus membereskan rumah, maka dia minta bantuan, melemparkan sapu pada Milly.
Saat Milly menyapu, ia menemukan susuk (alat pembalik masakan di wajan), kemudian diberikan pada Ella yang memang gemar memasak. Beres memasak, Ella menyodorkan gelas bekas memasak ke Martini untuk dicuci. Martini adalah sahabat mereka, salah seorang manajer hotel berbintang di Bandung. Ia mencuci gelas dan membuatkan  teh untuk diminum bersama, dengan bahagia. Tamat.
 Selain video dengan adegan sinetron, mereka juga membuat video berpesan moral untuk melakukan ibadah di rumah saja. Mereka  membuat gerakan serupa, menalikan mukena ke belakang kepala, dengan iringan musik latar Ramadhan.
 Ada lagi para perempuan kreatif  Alumni SMA Tarakanita Jakarta, teman sekelas  jurusan IPS, angkatan 1979.  Sebelum wabah Covid 9,  kegiatan mereka sungguh padat. Piknik bersama. Olahraga bareng. Main angklung ramai-ramai.Â
"Kami tertarik juga melihat maraknya video oper-operan barang. Lucu. Ada yang oper-operan bola, topi dan sebagainya. Teringatlah kami pernah punya sarung dari Ambon. Kami semua membeli sarung tersebut saat  tour ke sana," ujar seorang anggota komunitas ini Bebe Indah Maryam.Â
Sarung itulah yang dijadikan penghubung antar mereka. Sarung dilemparkan dari satu teman ke teman lainnya. Â "Hanya berempat-belas, kalau satu angkatan kebanyakan. Ini saja hasilnya videonya gede," kata Bebe sambil tertawa.Â
Apa yang diperoleh dari Video - video ini ? . "Kami Bahagia, tertawa tawa melihat hasilnya, dibahas di grup Whatsapp ," ujar Bebe.
Pada beberapa orang, video ini pun bisa menjadi ajang hiburan sekaligus promosi. Seperti yang dilakukan oleh pemusik  Yongkie dan teman-temannya, yang tergabung dalam  grup musik "Mat Bitel" Bandung. Selama stay at home mereka melakukan streaming, tetap berkegiatan bersama dan  bermusik dari rumah masing-masing.
Mereka juga  membuat  video lempar- tangkap kaos Mat Bitel. Dalam masa pandemik ini, tentu saja grup musik mereka, seperti grup-grup musik lainnya, tak bisa manggung. Namun mereka bisa melakukan banyak hal dengan bantuan teknologi, antara lain mempromosikan kaos-kaos buatan para istri mereka untuk para penggemar fanatik band Mat Bitel. (Uci Anwar). Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H