Seorang petugas membuka satu-satunya pintu pagar pembatas calon penumpang  dengan area kereta api. Bagai air bah, puluhan orang mendesak,  berhamburan, berlarian kencang memburu gerbong-gerbong kereta api "Walahar" jurusan Purwakarta - Jakarta.
Tak perduli hujan menerpa kepala, tak perduli kaki terperosok di genangan air hujan. Yang penting bisa mendapat kursi di kereta. Karena perjalanan 2 jam 55 menit  dari Stasiun Purwakarta ke  Stasiun Tanjung Priok akan melelahkan jika harus berdiri. Berangkat pukul 14.30 dari Purwakarta, tiba di Tanjung Priok pukul 17.28.
Pertanyaannya dijawab anggukkan petugas tersebut. "Iya bu, nomer tempat duduk tidak berlaku. Siapa cepat dia dapat (kursi),"
Rencana semula, perjalanan kereta dimulai dari ujung, yakni Stasiun Tanjung Priok. Namun dengan pertimbangan lebih praktis, mereka mencegat kereta di Stasiun Tambun, setelah menempuh perjalanan dari Stasiun KRL Manggarai Jakarta. Dan merasa aman karena semua anggota sudah memiliki tiket tempat duduk, yang diperoleh melalui pembelian online.
Kenyataan tak seindah bayangan. Penjelasan petugas sempat menggetarkan hati beberapa anggota. Maklum, nyaris seluruh anggota Pemangku adalah lansia, dengan umur 60 tahun ke atas.Â
Konon, kendati rambut putih dan kerut wajah terlihat jelas, tak ada prioritas di kereta ini. Padahal di beberapa gerbong, tampak jelas sepasang kursi berhadapan tertulis sebagai jatah bagi kaum prioritas, lansia, difabel, ibu hamil dan balita.
Percuma mencari kursi di gerbong nomer 3, gerbong yang mereka pesan sesuai pemesanan online. Â Sudah diduduki orang lain.
Beberapa orang berhasil membujuk penumpang yang terlebih dulu naik untuk menggeser tubuhnya, menduduki bangku untuk kapasitas dua orang menjadi tiga orang, dan bangku 3 orang menjadi 4 orang.Â
Duduk di lantai, tidak akan mengganggu orang, karena padatnya orang memang tidak memungkinkan pula untuk lalu lalang. Harapan utama, adalah di setiap stasiun berikutnya ada yang turun, dan kursi bisa diambil alih.
Dua orang perempuan muda berdiri dekat kursi. Satu orang membawa dua anak, dan satu orang  perempuan tengah hamil muda. Maka berdirilah anggota Pemangku, memberikan kursinya. Rombongan memutuskan turun di Stasiun Cikarang, karena akan mencegat Commuter Line atau KRL arah Manggarai, di stasiun awal.Â