"Kami berdelapanbelas. Tapi  sebagai ongkos kami hitung 20 orang dikali tiga ribu rupiah, bagaimana ? " ujar kepala rombongan berbaju kuning tersebut. Sopir pemilik mobil bak terbuka itu mengangguk  cepat. Ini adalah rejeki tak terduga. Tawaran menarik untuk sebuah trip pendek sekitar 1,5 km, mengangkut orang orang kota yang kelelahan ini menuju  stasiun desanya, Stasiun Cireungas, Bencoy, Cireunghas, Kabupaten Sukabumi.
Sebenarnya jarak tempuh dengan medan jalan beraspal tersebut sudah tidak terlalu berat lagi. Namun mereka harus mengejar kereta Siliwangi arah Stasiun Sukabumi. Dari Sukabumi harus mengejar lagi kereta arah Bogor, dengan tiket sudah tercetak pukul 15.40. Terlambat sedikit, maka jadwal berantakan, alamat bermalam di sana tanpa persiapan apa apa.
Semua dilakukan dengan penuh perhitungan, teliti dan rapi. Maklum, anggota komunitas yang diberi nama "Pemangku" ( Pemakai Angkutan Umum ) ini adalah para pesiunan, yang artinya sudah biasa mengelola segala sesuatunya dengan rapi, berbekal pengalaman kerja dan kantor mereka masing masing dulu. Bahkan untuk warna dress code pun sudah diperhitungkan dengan teliti. Warna menyala, agar mudah mencari dalam keramaian kota dan mudah terlihat dalam kesamaran hutan. Hari untuk berpergianpun dipilih hari kerja, seperti tanggal 30 Oktober 2019 kemarin.
Para pensiunan yang rata rata berusia 60 tahun ke atas ini, sebelumnya melakukan treking naik turun bukit di tengah hari bolong. Perjalanan diawali di titik temu Stasiun Cawang pukul 5.15 dini hari, naik commuter line ke stasiun Bogor, dilanjutkan jalan kaki ke arah stasiun Paledang Bogor, menumpang kereta Pangrango arah Sukabumi. Di Sukabumi, turun dan menunggu Kereta Siliwangi arah Lampegan, Cianjur. Ini perjalanan menyenangkan, di isi nyanyian oleh para peserta treking, diiringi ukulele ketua rombongan.
Perjalanan inti baru di mulai dari Lampegan. Â Target adalah hutan lindung Bencoy, mendaki gunung dan melintas lembah untuk mencapai stasiun Cireungas. Â Lampegan dipilih karena nilai sejarah terowongan ini. Stasiun kereta kelas III Â ( stasiun kecil satu jalur) ini terletak di Cimenteng, Campaka, Kabupaten Cianjur. Terowongan dibangun di desa Cibokor tahun 1879 - 1882, menembus Gunung Keneng, dengan panjang terowongan 686 m. Begitu muncul dari terowongan, itulah Stasiun Lampegan yang berada di ketinggian 439 mdl.
Setelah dibagi dalam tiga rombongan, dengan masing masing ketua regu, perjalanan mendaki di mulai. Melalui jalan setapak yang awalnya lebar, lama lama menyempit menjadi hanya cukup untuk pijakan satu orang. Â Perjalanan dimulai pukul 11.37 dan berakhir pukul 14.43. Medan yang dilalui lumayan berat untuk ukuran kaum lansia.
Mendaki dan menurun dengan tajam, perlu teknik agar lutut tidak terlalu bekerja keras. Pada perjalanan menurun, dilakukan gerakan menyamping, sambil menjaga bobot tubuh. Medan yang dilalui tidak melulu kebun teh, terkadang memasuki tebing curam, loncat selokan tanpa jembatan, rumah penduduk dan kebun tebu yang rapat.
"Semua kami lakukan tidak terburu buru. Agar semua enjoy, berempati pada anggota lain yang mungkin kesulitan melakukan perjalana ini. Ini sebabnya dalam setiap treking selalu ada tagline "anti kemrungsung", artinya tidak terburu buru," ujar ketua rombongan Iwan BSN. Arti lain dari Kemrungsung juga merupakan singkatan dari "Kemana mana Riang Riung dan Selalu Usung usung".
"Karena kami penikmat kulineran setempat. Kalau ada yang bisa diusung (dibawa) pulang." Ujar Berthie (64) . Kemarin dia membawa pulang kopi oplet, kopi khas setempat. Secara kebetulan, salah satu anggota senior kelompok ini menghabiskan hari senjanya di Sukabumi. Manuriadi atau biasa di panggil Oom Ndut, sebagai fasilitator yang bergabung di stasiun Sukabumi.
Dengan istrinya, Iche, dialah yang menyiapkan bekal makan siang, snack dan makanan khas kuliner setempat. Agar tidak saling memberatkan, semua anggota masing masing mengumpulkan iuran 100 ribu untuk akomodasi tersebut.
Menit demi menit sudah diperhitungkan oleh komunitas yang berdiri sejak 7 tahun lalu ini, sebelum mencapai stasiun Paledang dengan berjalan kaki, mereka mampir di tukang bubur arah stasiun, setelah gagal sarapan di tukang nasi uduk langganan mereka di lokasi yang sama, karena sedang tutup. Perjanlanan ditutup dengan makan malam bersama di stasiun Bogor. Ada kelebihan uang dari dana awal, sisa uang tersebut dibagikan lagi ke semua anggota, masing masing 15 ribu rupiah. "Ini asyiknya tiap pulang kita dapet cashback," ujar Pramandoro sambil tertawa
Perjalanan komunitas menghabiskan hari senja dengan cara sehat dan bahagia  ini, tidak melulu di gunung. Terkadang mereka treking di dalam kota, dengan cara tetap sama yaitu menggunakan angkutan umum, kendati masing-masing tentu saja memiliki kendaraan pribadi. Semua dilakukan dengan cara sehemat mungkin, bahkan perjalanan ke luar negeri pun. Komunitas ini bahkan sudah melakukan perjalanan ke Gunung Himayala.
Awal terbentuk komunitas ini adalah dari pertemanan Alumni Mapala Trisakti yang bekerja satu kantor. Meluas ke alumni perguruan tinggi lainnya semisal ITB dsbnya. Masing masing membawa istri dan suami, lalu merembet membawa teman atau kerabat lainnya. Â (Uci Anwar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya