A. Latar Belakang
Badak Jawa adalah salah satu jenis spesies yang terancam punah yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Berbagai faktor-faktor ancaman punahnya badak Jawa merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup badak Jawa. Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) berada di provinsi Banten tepatnya terletak di bagian paling ujung Pulau Jawa. Taman Nasional Ujung Kulon merupakan habitat satu-satunya memiliki nilai ekologi dan kekayaan alam yang tinggi.Â
Menurut Data Balai TNUK Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan sebagai critically endangered dalam Red List Data Book yang dikeluarkan oleh IUCN. Badak jawa juga terdaftar dalam Appendix 1 Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) sebagai jenis yang jumlahnya sangat sedikit di alam dan dikhawatirkan akan punah. Badak jawa juga diklasifikasikan sebagai jenis satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar. (Wulandari dkk, 2016:2).
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus) merupakan salah satu mamalia besar terlangka di dunia yang ada diambang kepunahan. Dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar, spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN. Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa di Indonesia. Populasi lain dari sub-spesies yang berbeda di Vietnam telah dinyatakan punah. Status badak Jawa dilindungi sejak 1931 di Indonesia, yang diperkuat dengan penetapan Ujung Kulon di barat daya pulau Jawa sebagai taman nasional sejak 1992. (www.wwf.or.id, 1/10/2017).
B. Karakteristik Badak Jawa
Berdasarkan penampilan bentuk tubuh dan rupa morfologinya, badak Jawa adalah sebagai berikut: tinggi dari telapak kaki hingga bahu berkisar antara 168-175 cm, panjang tubuh dari ujung moncong hingga ekor 392 cm dan panjang bagian kepala 70 cm, berat tubuhnya dapat mencapai 1.280 kg, tubuhnya tidak berambut kecuali dibagian telinga dan ekornya, tubuhnya dibungkus kulit yang tebalnya antara 25-30 mm, kulit luarnya mempunyai corak yang mozaik, lipatan kulit di bawah leher hingga bagian atas berbatasan dengan bahu, di atas punggungnya juga terdapat lipatan kulit yang berbentuk sadel (pelana) dan ada lipatan lain di dekat ekor serta bagian atas kaki belakang, badak betina tidak mempunyai cula, Ukuran cula dapat mencapai 27 cm, warna cula abu-abu gelap atau hitam, warnanya semakin tua semakin gelap, pada pangkalnya lebih gelap dari pada ujungnya. Ciri-ciri yang khas dari Badak Jawa adalah bercula satu dengan ukuran panjang berkisaran sekitar 25 (dua puluh lima) sentimeter memiliki bibir atas lengkungmengait kebawah, kulit berwarna abu-abu dan tidak berambut. Bibir atas tersebut memiliki kelenturan yang dipergunakan untuk mengait dan menarik dedaunan dari ujung ranting kedalam mulutnya sewaktu makan.
Populasi Badak Jawa Menurut data Balai TNUK populasi badak di Ujung Kulon pada tahun 1937 Hoogerwerf (1970) menaksir ada 25 ekor (10 jantan dan 15 betina), dan pada tahun 1955 ada sekitar 30-35 ekor. Pada tahun 1967 di Ujung Kulon pertama kalinya diadakan sensus badak Jawa yang menyebutkan populasinya ada 21-28 ekor. Turun naiknya populasi badak selain adanya kelahiran anak, juga dipengaruhi oleh adanya perburuan. Populasi badak jawa di kawasan hutan TNUK pada saat ini tidak diketahui dengan pasti jumlahnya. Badak jawa tidak ada yang hidup di Penangkaran seperti kebun-kebun binatang atau tempat-tempat pelestarian satwa.Â
Kondisi ini mencerminkan kerentanan kehidupan dan keberadaan badak jawa. Mengingat badak jawa jumlahnya kurang dari 100 ekor, penyebarannya terbatas di kawasan hutan TNUK dan hanya ada di habitat alaminya, maka rhino ini dikatagorikan kedalam kelompok satwa langka yang menuju kepunahan.
C. Faktor Punahnya Badak Jawa
Faktor Ancaman Punah Badak Jawa Adapun beberapa jenis faktor ancaman punah badak jawa menurut data Balai TNUK (2015), yaitu: penularan penyakit salah satu ancaman terhadap populasi badak Jawa adalah penularan penyakit dari hewan ternak masyarakat. Dari data balai Taman Nasional Ujung Kulon menunjukan bahwa banyak masyarakat di sekitar TNUK yang menggembalakan ternaknya ke dalam kawasan. Keberadaaan hewan ternak tersebut adanya penyakit (vector) dari hewan ternak terhadap badak Jawa, invasi tumbuhan langkap (arenga obtusifolia) adalah jenis tumbuhan palm yang bersifat invasif (menyebar secara cepat).Â
Pada area yang didominasi oleh langkap, tumbuhan jenis lain termasuk jenis pakan badak Jawa tidak bisa tumbuh. Berdasarkan hasil monitoring, penyebaran tumbuhan langkap di semenanjung Ujung Kulon, yang merupakan habitat badak Jawa, semakin lama semakin meluas, sehingga menjadi ancaman bagi ketersediaan tumbuhan pakan badak Jawa. Kompetisi dan predasi dengan satwa liar, semenanjung Ujung Kulon juga menjadi habitat mamalia besar lain yakni Banteng (Bos sondaicus). Berdasarkan hasil monitoring, populasi banteng di Semenanjung Ujung Kulon cenderung meningkat. Disamping berada di padang-padang penggembalan, banten juga menyebar di hutan yang merupakan habitat badak jawa.