Salah seorang Ketua adat kampung Sikka, Mikael Manda da Cunha, 71 tahun, mengatakan kontraktor yang membangun Lepo Gete ini tidak mengetahui model asli bangunan Lepo Gete, juga mengabaikan saran dari warga Sikka sendiri.
Akhirnya, ketika rekonstruksi selesai, masyarakat kampung Sikka tidak mau menerimanya. “Pembangunan ini tidak betul” tegasnya.
Mantan penilik kebudayaan kecamatan Lela, Arestus Pareira mengatakan sebenarnya pemerintah dan DPRD Sikka telah menganggarkan cukup dana untuk rekonstruksi sesuai aslinya bersama dengan replika pusaka kerajaan. Namun, dana yang ada tidak sepenuhnya digunakan untuk proyek itu, disalahgunakan oleh oknum-oknum di dinas pariwisata. “ini sangat disesalkan, karena menyangkut kebenaran sejarah” kata dia.
Menurut catatan sejarawan Sikka, DD Kondi dan guru Edmundus Parera, kerajaan Sikka melebur ke dalam pemerintah Republik Indonesia (RI) pasca kemerdekaan bersama dengan kerajaan-kerajaan di Flores, Bali dan Indonesia Timur lainnya, pada tahun 1954.
Raja Sikka terbesar dan terakhir Joseph Don Thomas Ximenes da Silva menyerahkan wilayah dan kekuasaan kerajaan Sikka pada pemerintah RI. Ini dilakukan sesuai dengan strategi kepemimpinannya yang senantiasa bisa beradaptasi dengan setiap kehadiran penguasa, terutama, dengan kaum penjajah sejak Portugis, Belanda hingga ke pangkuan RI dan ditetapkan sebagai swapraja kemudian menjadi kabupaten tahun 1954.
Don Thomas pula yang dinilai sebagai peletak dasar pembangunan Sikka (kabupaten). Ia yang melakukan pembaruan-pembaruan pemerintahan dan dasar pembangunan infrastruktur Sikka. Meski pada masa akhir jabatannya sebagai kepala daerah Sikka ia digugat oleh keturunan raja Kangae dan Nita karena dianggap mencaplok dan menyatukan kedua kerajaan itu dibawah kerajaan Sikka.
Mikael Manda da Cunha yang juga mantan kepala desa Sikka yang pertama menyayangkan anak cucu keluarga keturunan raja yang saling mengklaim atas hak kepemilikan bekas rumah raja (Lepo Gete).
“Padahal pemerintah kabupaten Sikka telah menetapkan bahwa Lepo Gete sebagai benda warisan bersejarah sehingga dilindungi oleh Undang-undang. Mereka kurang memiliki sense sejarah” tambahnya.
“Warisan pusaka kerajaan Sikka (Regalia Sikka) sendiri saat ini bertebaran di beberapa keluarga keturunan raja. Sehingga tidak bisa dijadikan aset sejarah yang bisa dilihat oleh orang umum, setidaknya dibuatkan replikanya sebagai benda bersejarah” katanya.
Mikael menambahkan keberadaan Lepo Gete dan warisan kerajaan Sikka sebagai benda bersejarah sangat penting saat ini karena banyak turis asing yang ingin melihatnya.