Mohon tunggu...
Ubaidul Muizi
Ubaidul Muizi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pandangan Islam terhadap Transaksi Rahn

2 Maret 2019   23:00 Diperbarui: 2 Maret 2019   23:05 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Assalamualaikum  wr.wb

Salam sejahtera bagi kita semua, semoga kita diberi kesehatan jasmani dan rohani oleh Allah SWT. Pada artikel kali ini saya akan membahas tentang hukum dan pemanfataan gadai/penggadaian dalam pandangan islam. Dimana di Era Milenial ini kebanyakan orang salah dalam melakukan sistem hukum gadai.

Mungkin kalian semua sudah tidak asing lagi dengan sistem gadai/penggadaian. Dimana dalam transaksi penggadaian ada dua pihak yang saling membutuhkan. Disaat kita sangat membutuhkan uang, kita bisa saja menggadaikan barang kitakepada pihak penggadaian. Akan tetapi apakah kalian tahu sistem hukum islam gadai/penggadaian. Sebelum kita membahas terlalu dalam, saya akan mengulas satu hadis yakni " Dari Ibrahim berkata, Rasulullah SAW bersabda: semua pinjaman yang menarik manfaat adalah riba" ( HR. Ibnu Abi Syaibah).

Ulasan selanjutnya saya akan membahas pengertian dari gadai/pegadaian itu tersebut menurut para ulama dan saya akan menyimpulkan sistem hukum dan pemanfaatan dalam transaksi pegadaian.

Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn yaitu menahan maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan sebagai jaminan utang ( Burhanuddin S, Fiqh Muamalah Pengantar Kuliah Ekonomi Islam, 2009 h.175).

Rahn juga diktegorikan sebagai akad yang bersifat derma sebab apa yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerima gadai (murtahin ) tidak ditukar dngan sesuatu. ( Prof. Dr. Rachmat Syafe'i, MA: hal.160).

Rahn memiliki empat unsur, yaitu rahin (orang yang memberikan jaminan), al-murtahin (orang yang menerima), al-marhun ( jaminan) dan al-marhun nih (utang).

Dasar hukum yang menjadi landasan gadai syariah  adalah al-Qur'an , al-Hadits, ijma'ulama dan fatwa MUI. Seperti QS. Al-Baqarah ayat 283 yang digunakan sebagai landsan hukum dalam transaksi pergadaian. Yang artinya : " jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungannya yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dn janganlah kamu ( para saksi) menyembunyikan persaksiannya. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Selain berlandaskan dari al-Qur'an  terdapat juga hadits sebagai dasar hukum dalam mlakukan transaksi pegadaian.  Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, artinya: "Dari Aisyah r.a menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari seorang yahudi, dan dia menggadaikan baju besinya"(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dari landasan al-Qur'an dan hadits di atas telah menjelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah dimana sikap saling tolong menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan dan di benarkan juga dengan non muslim dengan syarat harus ada jaminan sebagai pegangan, sehingga tidak ada kekhawatiran bagi yang memberi piutang. (Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, 2003 hlm.225). sehingga praktek gadai adalah praktek muamalah antar manusia saja. Karena itu setiap orang muslim jika dia berhutang, maka ia pun harus tetap membayar hutangnya sekalipun kepada non muslim sebgaimana yang telah di jelaskan dalam hadis. Bagi penggadai hendaklah ia menjaga barang yang digadaikan oleh pemilik barang karena itu adalah amanah.

Ijma' Ulama sendiri mempunyai dasar hukum berdasarkan kesepakatan para ulama' bawa gadai (rahn) itu boleh mereka tidak pernah mempertentangkan kebolehan dari aspek landasan hukumnya.

Sistem pegadaian selain mempunyai dasar hukum juga mempunyai rukun dan syarat gadai  sebagai berikut:

  • Sighat (ijab dan qabul)
  • Pihak yang mengadakan akad (aqid) yaitu orang mengadakan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin).
  • Barang yang digadaikan (marhun)
  • Hutang (marhun bih)

Ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat dalam perjanjian gadai sesuai dengan gadai itu sendiri, dimana syarat-syarat yang dimaksud  terdiri atas rukun gadai tersebut.

Pada dasarnya tidak boleh terlalu lama memanfaatkan barang jaminan sebab hal itu akan menyebabkan barang hilang atau rusak. Hanya saja diwajibkan untuk mengambil faedah ketika berlangsungnya rahn. Akan tetapi banyak ulama yang berbeda pendapat tentang pemanfaatan gadai.

Terdapat pertentangan yang hebat dikalangan ulama fiqih siapakah yang benar-benar dapat memanfaatkan barang gadaian atau jaminan itu. Adapun hukum mengambil manfaat barang jaminan oleh si pemegang gadai, terlebih dahulu patut kita ketahui bahwa gadai itu bukan akad penyerahan milik sesuatu benda dan juga manfaatnya menurut sebagian ulama. hanya yang timbul dengan sebab akad itu adalah hak menahannya.(Mahmud Muhammad Syaltut dan M. Ali As-Sayis, Muqaranah al-Madzahib fi al-fiqh, hal.147).

Beberapa ulama berpendapat bahwa pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan barang jaminan itu, karena barang itu hanyalah sebagai jaminan piutang yang ia berikan dan apabila orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya, barulah ia boleh menjual atau menghargai barang itu untuk melunasi piutangnya (Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, hlm.256).

Apabila pemberi utang memanfaatkan barang jaminan itu, maka hasil yang ia makan/manfaat dari barang jaminan itu termasuk dalam kategori riba yang diharamkan. Kesepakatan ulama menetapkan baik hasil maupun rugi adalah untuk yang menggadaikan, maka yang pegang jaminan tidak memiliki apa-apa kecuali dengan izin yang menggadaikan.

Apabila tidak diizinkan oleh yang menggadaikan, meskipun barang gadaian itu adalah barang yang dapat dikendarai, maka ulama berpendapat bahwa itu sama sekali tidak dapat diambil manfaat oleh si pemegang jaminan. Akan tetapi Imam Ahmad,Ishaq, Al-Laits, Al-Hasan dan satu jama'ah berpendapat boleh mengambil manfaat barang itu untuk dikendarai dan diperah sekedar belanja yang dikeluarkan. (Mahmud Muhammad Syaltut dan M. Ali As-Sayis, Muqaranah al-Madzahib fi al-fiqh, hal.148 dan Ibnu Rusyd, bidayah al-Mujtahid hal.208).

Menurut madzhab Syafi'i adalah halal bagi penggadai untuk mengambil manfaat dari barang gadaian tersebut tanpa izin pemegang gadai. Karena barang itu adalah miliknya dan seorang pemilik tidak dapat dihalang-halangi untuk mmanfaatkan hak miliknya. Namun demikian, pemanfaatan itu tidak boleh merusak, baik kualitas maupun kuantitas barang itu. Oleh , jika terjadi kerusakan pada barang tersebut, maka pemilik bertanggung jawabatas hal itu.(Asy-Syarbaini al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, hlm.131).

(Al-Kasani, al-Bada'i'u ash-Shana'i'u, hlm.146 dan Ibnu qudamah, al-Mughni, hlm.390) Berbeda dengan ulama Hanafiyah dan Hanabilah, menyatakan pemilik barang boleh memanfaatkan miliknya yang menjadi barang jaminan itu, apabila diizinkan oleh pemegang jaminan. Oleh sebab itu, apabila kedua belah pihak ingin memanfaatkan barang itu, haruslah mendapt izin dari pihak lainnya. Apabila barang yang dimanfaatkan itu rusak, maka orang yang memanfaatkannyabertanggung jawab membayar ganti ruginya.

Mengapa demikian ulama berbeda pendapat karena itu adalah bentuk kehati-hatian para ulama fiqih dalam menetapkan hukum pemanfaatan barang jaminan, baik oleh ar-rahin maupun oleh al-Murtahin bertujuan agar kedua belah pihak tidak dikategorikan sebagai pemakan riba. Karena hakikat rahn dalam islam adalah akad yang dilaksanakan memiliki tujuan tolong-menolong antar sesama  manusia.

Dari ulasan diatas dapat kita simpulkan bahwa gadai syariah merupakan upaya realisasi dariajaran islam yang harus diyakini kebenarannya dan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ibadah dala bentuk ekonomi nyata. Tetapi kita sebagai muslim harus menjalanka syariat islam dalam bertransaksi gadai ataupun transaksi lainnya.

Demikian itulah ulasan tentang hukum islam dan pemanfaatan sistem gadai dalam pandangan islam.

Terima kasih selamat membaca semoga  artikel ini bermanfat bagi pembacanya.

Wassalamualaikum wr.wb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun