Setiap orang pasti sepakat kalau seorang guru mesti jadi teladan bagi peserta didik. yang butuh disoroti di sini pula semangat guru dalam mengemban pekerjaan mulianya.
"guru sejati" dan "guru aspal". Guru sejati ialah meraka yang menjalankan tugasnya dengan penuh semagat keikhlasan dan semangat revolusioner membina anak bangsa. Sedangkan guru aspal yaitu mereka yang berorientasi terhadap "rupiah" belaka, mengajar tidak dengan membina, memenuhi presensi tanpa jadi motivator sejati bagi peserta didik di sekolah.
zaman milenial seperti ini memang lah menuntut guru untuk jadi lebih mementingkan sisi kepraktisan dibandingkan sisi manfaat(pragmatis). Artinya, guru perlu kesejahteraan dan kemakmuran. Dan faktor itu salah satunya diperoleh dari tugasnya sebagai guru di Instansi pendidikan.
Di segi lain munculnya kebijakan sertifikasi makin menjadikan guru salah niat dalam mengajar. Padahal kebijakan tersebut selayaknya menjadikan guru lebih kreatif, inovatif, dan profesional dalam mengembangkan misi mencerdaskan anak bangsa, bukan hanya mengejar rupiah.
Lalu bagai mana caranya? Caranya merupakan dimulai dari mencegah munculnya guru aspal. Karena apa artinya rupiah, bila guru tak biasa menjalankan pekerjaan sucinya. Sehingga yang merupakan insan pendidikan, aspek itu mesti disikapi guru dengan arif.
Salah satunya ialah bersama mencegah munculnya guru aspal dengan sekian banyak solusi dan trobosan yang efektif. Setidaknya ada sekian banyak trick, antara lain :
Pertama, memperketat penerimaan guru, baik sekolah berstatus swasta ataupun negara, PNS atau GTT. Kenapa begitu? Dikarenakan, sampai kini ada banyak orang masuk sekolah dan jadi guru cuma "berbasis KKN".
Artinya, asalkan miliki kenalan pihak sekolah/dinas, asalkan miliki uang beberapa ratus juta rupiah, sehingga akses masuk menjadi guru serta mudah.
Kedua, mempertegas aturan dan kiteria atau syarat jadi guru. sejauh ini, penerimaan guru tak ketat dan kriterianya tak jelas. Kita ketahui bahwa setidaknya satu orang guru mesti mempunyai empat kompetensi pendidikan, ialah pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Ketiga, guru mesti linier, tepat jurusannya. Artinya, seandainya guru itu lulusan Pendidikan Agama Islam, sehingga yang diajar gura mata pelajran agama Islam juga.
Masihlah sering kita jumpai bukti di lapangan, guru mengajar tidak searah bersama bidangnya. Contohnya, lulusan Pendidikan Bahasa Indonesia mengajar materi bahasa Inggris, lulusan Pendidikan Biologi mengajar materi Ekonomi, dan sebagainya.