Mohon tunggu...
Haryo Nurtiar
Haryo Nurtiar Mohon Tunggu... Lainnya - PNS Perpustakaan Nasional

Cuma iseng-iseng dan sambil belajar tentang saham, finansial dan ekonomi. Katanya kita akan lebih mudah faham, dengan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Nyimpen Uang di Bank Masih Aman? Dampak Bangkrutnya SVB

28 Maret 2023   08:01 Diperbarui: 28 Maret 2023   08:10 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Berita tentang kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) menghebohkan industri keuangan dan perbankan internasional, khususnya di Amerika Serikat (AS). Bank yang berbasis di Santa Clara itu mengalami krisis finansial terbesar di AS sejak tahun 2008.

Mungkin sebagian dari kalian bertanya-tanya, apakah uang yang disimpan di bank masih aman? Apakah kejadian seperti ini bisa terjadi pada bank lainnya?

Apa itu SVB (Silicon Valley Bank)

Beberapa waktu lalu, banyak diberitakan tentang bangkrutnya SVB atau Silicon Valley Bank. Padahal SVB merupakan bank terbesar ke-16 di Amerika. SVB berbeda dengan bank pada umumnya.

Bisnis bank pada umumnya adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui produk tabungan, kemudian menyalurkan kembali dana tersebut berupa pinjaman.

Agar masyarakat mau menitipkan dananya ke bank, maka bank memberikan imbalan berupa bunga tabungan. Kemudian yang meminjam uang di bank juga dikenakan bunga. Nah pendapatan bank didapat dari selisih bunga yang dikenakan kepada peminjam dan bunga yang diberikan kepada penabung.

SVB ini, sedikit berbeda dengan bank pada umumnya. Karena mayoritas klien dari SVB adalah individu atau perusahaan venture capital, yang memiliki modal besar.

Perusahaan atau individu venture capital ini merupakan perusahaan atau individu yang memberikan pendanaan kepada perusahaan rintisan dan bisnis kecil yang diyakini memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi.

Mengapa mereka tertarik untuk mejadi nasabah di SVB? Karena SVB memberikan layanan seperti pemantauan portofolio. Sehingga venture capital bisa memantau investasinya ke mana. Apakah investasi mereka digunakan untuk operasional perusahaan atau untuk hal-hal diluar perusahaan?

Dengan layanan ini, maka para venture capital ini biasanya mengarahkan para start up untuk juga menjadi nasabah dari SVB.

Sehingga dapat dikatakan bahwa nasabah pertama dari SVB ini adalah venture capital ini dan juga perusahaan start up yang diinvestasikan oleh perusahaan venture capital.

SVB ini merupakan jenis bank yang memang dibutuhkan oleh para start up. Karena sebagai start up, biasanya akan kesulitan ketika ingin meminjam uang di bank. Dan hanya SVB ini yang berani menyalurkan dananya kepada para start up.

Kenapa SVB bangkrut?

Saat pandemi melanda, suku bunga di Amerika itu sangat rendah. Dan kondisi ekonomi sedang buruk. Sehingga bank semakin berhati-hati dalam penyaluran dananya. Karena kehati-hatian itu, maka dana yang mengendap di bank itu sangat besar.

Maka mau tidak mau, bank harus mencari instrumen investasi lain, agar bank tetap bisa mendapatkan keuntungan. Akhirnya SVB pun mengambil langkah dengan membeli obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun.

Sebenarnya obligasi pemerintah bisa dikatakan instrumen investasi yang cukup aman. Namun obligasi ini memiliki resiko, yaitu resiko likuiditas. Karena tenor dari obligasi ini adalah 10 tahun. Tapi sayangnya uang yang diinvestasikan asalnya adalah uang jangka pendek yang bisa ditarik kapan aja.

Masalah muncul ketika The Fed mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga, yang menyebabkan nilai aset SVB pun menurun. Ditambah dengan adanya startup crashing. Karena start up dituntut untuk menjadi lebih efisien.

Akhirnya, banyak startup yang membutuhkan dana menarik saldonya dari SVB. Karena SVB tidak punya cukup uang cash, akhirnya SVB memutuskan untuk menjual murah obligasi pemerintah yang dimilikinya. Karena suku bunga yang sudah dinaikkan.

Akibat hal ini muncul isu yang kurang baik, sehingga semakin banyak deposan SVB ini yang menarik dananya.

Gimana dampaknya ke Indonesia?

Ada beberapa dampak yang akan menimpa Indonesia. Mungkin tidak seberat seperti tahun 1998.

Hal yang paling dirasakan adalah rontoknya dunia Start up. Terutama yang dananya disalurkan melalui SVB. Rontoknya start up kemungkinan besar berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Kemudian munculnya trust issue terhadap dunia perbankan, khususnya di Amerika. Hal ini bisa menyebabkan kenaikan harga emas, karena investor yang kehilangan kepercayaannya kepada bank, akan mengalihkan uangnya ke instrumen emas. Dan itu akan membuat kenaikan harga emas. Karena tipikal orang yang menaruh uangnya di bank adalah orang-orang konservatif, yang tidak terlalu berani mengambil resiko.

Selain itu, kebijakan terkait SVB yang diambil pemerintah Amerika juga kemungkinan mempengaruhi kenaikan inflasi. Sehingga kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunganya. Dan ini berdampak ke Indonesia, yaitu kenaikan suku bunga yang juga akan dinaikkan.

Ketika suku bunga naik, maka ada beberapa sektor yang juga akan mengalami kenaikan harga. Misalnya pada sektor properti dan otomotif. Atau kenaikan harga barang dari sektor industri yang terbebani oleh hutang.

Nyimpen uang di bank, masih aman?

The big questionnya adalah apakah masih aman nabung di bank?

Saya bisa katakan masih aman. Mengapa demikian?

Karena uang tabungan di Indonesia itu dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan, sebesar 2 milyar rupiah. Apalagi 98% rekening penduduk Indonesia ada di bawah Rp 100 juta. Lagipula karakter SVB dengan karakter perbankan di Indonesia itu berbeda. Dan karakter SVB inilah yang justru menjadi penyebab kebangkrutannya.

Jadi bisa dikatakan, karakter SVB ini merupakan kesalahan yang justru menyeret bank itu ke dalam kebangkrutan. Untungnya ini tidak ada di bank yang ada di Indonesia.

Lalu apa saja kesalahan yang dilakukan SVB ini?

  • Terlalu fokus pada nasabah besar: Permasalahan ketika bank hanya fokus pada nasabah besar adalah ketika mereka menarik semua uangnya, maka konsekuensinya bank harus menyediakan dana yang besar
  • Menerima simpanan dari perusahaan fintech: Fintech merupakan perusahaan yang belum stabil, sehingga bisa kapan saja menarik dananya
  • Terlalu percaya pada obligasi pemerintah: Obligasi pemerintah merupakan instrumen investasi yang aman. Namun kesalahannya adalah menggunakan dana jangka pendek yang bisa ditarik kapan saja.

Kesimpulan

Kebangkrutan SVB memiliki dampak terhadap industri keuangan dan perbankan, khususnya di Amerika Serikat dan ada beberapa hal yang menjadi penyebab kebangkrutan ini.

Memang ada kekhawatiran kebangkrutan SVB akan berdampak ke Indonesia dan kepercayaan terhadap perbankan. Namun, kondisi dan sistem perbankan di Indonesia bisa dikatakan masih aman. Sehingga kamu tidak perlu khawatir untuk menabung di bank. Apalagi karakteristik SVB berbeda dengan karakteristik perbankan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun