Mohon tunggu...
khoirotun nisak
khoirotun nisak Mohon Tunggu... Sejarawan - perempuan

2001-05-05

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Ogoh-ogoh pada Hari Raya Agama Hindu di Bali

22 Juni 2022   15:15 Diperbarui: 22 Juni 2022   15:22 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagain orang menyebut Agama Hindu sebagai "agama tertua" yang masih bertahan hinggah saat ini. Agama hindu atau dikenal dengan kata Hindusme merupakan agama di yang di kuasai Asia Selatan terutama di India dan Nempal. 

Agama Hindu cenderung seperti himpunan berbagai pandangan filosofis atau intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam. Tak kalah dengan agama lain agama hindu juga mengandung anekah ragam tradisi, seperti salah satunya tradisi fertival ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh merupakan gambaran bhuta kala atau sifat buruk dari manusia. Bhuta Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk pembersihan tempat (alam) dari ganguan dan pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbul kan oleh para Bhuta Kala dengan maksud untuk menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada padanya, sehingga sifat yang baik dan kekuatannya dapat berguna bagi kesejahteraan umat manusia dan alam. 

Upacara adat keagamaan di dalam Hari Raya Saka "Ogoh-ogoh" memiliki arti bagi masyarakat Hindu salah satunya sebagai perwujudan terhadap simbol kejahatan bagi umat Hindu. 

Simbol perwujudan berupa bhuta dan kala yaitu setan, jin roh jahat dan sebangsanya dibuat menyerupai boneka raksasa sesuai tatwa kanda empat, sangat berkesan dan menakjubkan dalam paduan panca warna : merah, putih, hitam, kuning dan poleng. 

"Ogoh-ogoh" dibakar agar unsur-unsur panca maha bhuta (api, air, tanah, udara dan cahaya) kembali ke asalnya. Secara simbol upacara itu menggambarkan dunia kembali berada dalam keseimbangan kerja sama hidup dan kehidupan di alam semesta.

Ogoh-ogoh sendiri diambil dari sebutan ogah-ogah yang berasal dari Bali yang artinya sesuatu yang di goyang-goyangkan. Dalam kamus besar ogoh-ogoh definikan sebagai ondel-ondel yang beranekah ragam dengan wujud yang menyeramkan. 

Pada tahun 1980-an anak-anak muda yang bergabung dalam sekelompok Sekaha Teruna-Teruni yang berada dilingkungan Desa Pekraman baik di desa ataupun kota di Bali mulai membuat wujud-wujud bhuta kalah yang berkenaan dengan ritual nyepi di Bali. Ketika itu ada keputusan presiden Soeharto mengeluarkan keputusan Presiden No. 3 tahun 1983 yang menyatakan hari raya Nyepi sebagai hari libur nasional. 

Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan rangkaian kayu yang kemudian disebut ogoh-ogoh. Sejak tahun 80 an, umat hindu mengusung ogoh-ogoh yang dijadikan satu dengan acara mengelilingi desa dengan membawa obor atau yang disebut acara ngerupuk, di selenggarakan sehari sebelum hari nyepi.

Ogoh ogoh adalah salah satu karya seni masyarakat Hindu Bali menyerupai boneka raksasa yang berwujud raksasa yang menakutkan atau Bhuta kala ,ogoh-ogoh terbuat dari anyaman bambu kertas, tempat makan busa dan assesories lainnya. Ogoh ogoh kini menjadi ciri khas Umat Hindu Bali dalam menyambut Tahun Baru Saka atau hari raya Nyepi. 

Dalam ajaran Hindu Dharma Bhuta Kala menjelaskan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan seutuhnya. Ogoh-ogoh pada awalnya dikenal pada upacara pitra yadnya, sebagai lambang sang kalika yang mengantar roh ke asalnya dengan membawa persembahan berupa babi guling, lalu marak digunakan untuk menyambut hari raya Nyepi. 

Menyatakan Nyepi dengan ogoh-ogohnya merupakan salah satu bukti bahwa seni dan agama Hindu di Bali sangat erat hubungannya dan saling mengisi. 

Konsep kebenaran, kebajikan, keindahan yang sangat mempengaruhi pola pikir berkesenian di Bali. Agama Hindu menjadi sumber segala karya seni di Bali dan sebagai pendorong ide dari segala karya baru dalam masyarakat Bali pada umumnya. 

Sejarah Ogoh-Ogoh Dalam Pelestarian Budaya, Pada mulanya tahun 1985 (sehari menjelang tahun caka 1907) acara kelanjuatan menyuara bunyikan yang sangat menarik perhatian. 

Ketut Wirata menyaksikan peristiwa tersebut yang berasal dari Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana terinspirasi untuk membuat sesuatu yang bermakna dan ada keterkaitannya dengan upacara mebuwu-buwu/magegobog. 

Dari diri Ketut Wirata terdapatlah ide untuk membuat semacam patung ringan yang menyerupai wujud Butha kala bermuka menyeramkan sebagi simbol keburukan yang akan dibersihkan dengan cara di sembayangi setelah diarak keliling atau menyusuri jalan utama pada hari pengerupukan.Ide tersebut di diwujudkan pada tahun 1986 (hari pengerupukan menjelang tahun caka 1908) pada pagi harinya Ketut Wirata, seorang seniman dari Desa Yehembang juga, untuk membuatkan sejenis Topeng/Tapel raksasa terbuat dari blongkak/kulit kelapa. 

Ketut Wirata dibuatlah patung ringan seperti yang diinginkan, krangka badan, tangan dan kaki dibuat dari bambu, dibungkus dengan ikatan padi diselimuti dengan kain putih dan loreng sedemikian rupa sehingga terbentuk wujud yang menggambarkan butha kala. 

Awal mula ogoh-ogoh tidak memiliki hubungan lansung dengan upacara hari nyepi, karena itulah jelaslah ogoh-ogoh di anggap tidak benar ada dalam upacara tersebut. Namun karya seni itu dibuat agar memiliki tujuan yang jelas dan pasti sebagai pelengkap memeriahkan dan mengagungkan upacara.  

Ogoh-ogoh di lambangkan sebagai sifat buruk yang kebanyakan di gambarkan dengan raksasa, iblis atau makhluk yg menyeramkan lainya dengan tujuan di buat ogoh-ogoh yaitu untuk membersihkan sifat negatif dari manusia. 

Dalan kenyakinan orang hindu pada ogoh-ogoh yang telah di sembahyangi akan semakin berat di karenakan sifat buruk yang ada dalam diri manusia pindah ke ogoh-ogoh tersebut. 

Kata ogoh-ogoh berarti di goyang-goyangkan sebab karena itu di pawaikan dan di goyang-goyangkan dan kemudian di bakar dengan tujuan membakar sifat buruk yang ada dalam diri manusia yang biasanya di lakukan pada sore hari. Pawai ogoh-ogoh adalah tahapan ketiga yang dilaksanakan setelah umat Hindu selesai melaksanakan upacara pada sehari sebelum ibadah Nyepi. 

Ogoh-ogoh adalah tradisi budaya baru dengan bagian-bagian dasar yang berakar dari unsur-unsur tradisi lama. Ogoh-ogoh yang merupakan ide-ide masyarakat Bali untuk menyambut hari raya Nyepi adalah suatu raut wajah budaya hasil karya seni yang dipakai sebagai sarana ungkap rasa bakti dalam agama Hindu di Bali. Yang mana pada saat ini ogoh-ogoh masih dibudi dayakan di kalangan umat hindu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun