Mohon tunggu...
Tyo Yohanes Admu
Tyo Yohanes Admu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hard worker | Simple jeans | Duda dan ayah | Sport, Dog, Guiness & Heineken | Red, Blue and Black | Quiet | Pembuat Cokelat | Enough for Coffee

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Cina; Kosmologi dan Hakekat Manusia (Part. 2)

5 Maret 2013   19:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:16 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alam semesta menurut pemikiran Cina dipahami sebagai keutuhan. Keutuhan itu tergambar dengan simbol lingkaran. Proses penciptaan alam di awali dengan kekekalan. Prinsip kekekalan itu adalah Tao (Dao). Ia disamakan dengan prinsip, jalan yang tak dapat dijalankan, nama yang tak bisa dinamai, Pengetahuan yang tidak diketahui. Setelah Tao kemudian memunculkan kehampaan (Wu).  Belum ada batas, belum ada eksistensi, dunia, belum ada planet, belum ada apapun. Yang ada hanyalah kehampaan, kekosongan. Masa itu disebut sebagai dunia pikiran (The world of thoughts atau the axid world).  Dalam dunia pikiran tidak satu pun bersifat material. Semuanya imaterial. Kehampaan disusul dengan kekacauan (Chaos atau Hundun). Chaos adalah pola-pola ketidakberaturan. Dari chaos itu muncullah gas disusul energi dan materi-materi. Mereka bergerak secara acak, saling bertabrakan dan dalam bentuk yang tidak jelas. Muncullah keteraturan (Li) atau hukum alam. Keteraturan itu mencampur dan menyusun kembali materi-materi yang tersebar sehingga menampilkan bentuknya. Proses selanjutnya adalah perubahan. Perubahan besar (Taiyi atau Yi) terjadi untuk menyempurnakan alam pembentukan. Ketika telah terbentuk dan mencapai keteraturan, maka segalanya tampil dan berfungsi sesuai hukum alam (Li). Alam semesta bergerak menuju kesempurnaan berkat adanya Chi (Tai Chi atau Taiji).  Tai Chi adalah energi keseimbangan dan prinsip dasar dari segala benda. Ia adalah daya yang memuat perpaduan Yin (prinsip negatif) dan Yang (prinsip positif). Yin dan Yang membuat alam dalam tata harmonis dan berfungsi dengan baik. Yinmeliputi Dingin, Diam, Beku/Padat, Gelap, Betina, Menyerap, Lembut. Yang meliputi sebaliknya. Panas, Gerak, Cair, Terang, Jantan, Menentang, Keras. Sifat Yin berlawanan dengan Yang. Namun keduanya diperlukan sebagai syarat berlangsungnya kehidupan atau harmoni. Dari Chi tersebut muncullah lima unsur alam yang membentuk dunia. Unsur itu adalah Mu atau kayu, air atau Shui, api atau Huo, logam atau Jin dan Tu atau tanah. Kelimanya mengandung perbedaan yang destruktif maupun konstruktif. Interaksi yang terjadi di antara kelimanya mengakibatkan segala benda terjadi termasuk manusia.

Air memproduksi Kayu namun menghancurkan Api Api memproduksi Tanah namun menghancurkan Logam Logam memproduksi Air namun menghancurkan Kayu Kayu memproduksi Api namun menghancurkan Tanah Tanah memproduksi Logam namun menghancurkan Air Kosmologi Cina menandakan bahwa alam bukanlah benda mati namun memiliki daya-daya hidup. Ia mempunyai ritme aturan yang menjadi poros bagi perilaku manusia. Karena alam diyakini baik maka manusia perlu merefer dan mengamati perilaku alam. Manusia diharapkan bisa berbaur dan memahami alam dengan seksama. Semakin manusia memahami alam maka manusia semakin bijaksana. Sikap Terhadap Alam Barat memperlakukan alam sebagai objek dan menempatkannya secara kasar. Dunia dipandang sebagai tidak berjiwa, milik khusus manusia, diciptakan Tuhan untuk  kebutuhan dan kesenangan manusia. Sementara timur mengajak orang untuk menaruh hormat yang mendalam terhadap antar hubungan yang tak kelihatan di antara segala ciptaan. Hal ini memberikan kepekaan baru dalam merenungi dunia. Sikap terhadap alam menjadi agenda utama, karena manusia Cina berusaha menjadi senada dengan Tao.   Kesatuan dengan alam menjadi rahasia keseimbangan dan ketentraman yang dicerminkan dalam cara hidup orang Cina. Manusia, sesudah merusak alam mulai mengalami konskuensi pahit. Sebab alam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Identitas
Manusia menyadari dirinya adalah bagian dari tata semesta. Untuk itu, manusia Cina melihat dirinya dalam lima gagasan. Pertama, manusia ada bukan demi dirinya sendiri. Untuk itu ia wajib melayani yang lain dan ia tidak memiliki kebebasan sebagai individu. Pelayanan yang dilakukan oleh manusia terikat dalam dua prinsip. Prinsip pertama adalah pelayanan terhadap yang lebih tua. Prinsip kedua adalah penghormatan terhadap kekuasaaan tertinggi. Kedua prinsip ini berjalan bersamaan karena manusia menjalani hidupnya dengan berbagai peran dan tanggung jawab. Manusia yang kekuasaannya paling terbatas adalah anak-anak. Ia harus melayani dan wajib menyenangkan hati orang tuanya. Manusia dihadapkan dengan daya yang lebih besar yaitu alam dan harus mengikuti aturan alam. Manusia diibaratkan bambu yang menyesuaikan diri dan mengikuti gerakan angin. Keluwesan tubuh bambu itu memungkinkan ia bertahan karena tidak bersikap sebagai benteng yang kokoh. Satu-satunya cara bertahan di hadapan alam adalah menyesuaikan diri dengan daya yang lebih besar, bukan menentang atau bertahan.
Kedua, pergulatan manusia Cina ada dalam konsep Being with, ia selalu mengikuti hukum relasional. Manusia Cina di dalam bahasa Cina berarti Ren (人 = 肕 manusia). Karakter ini berbentuk seperti kaki manusia yang sedang melangkah. Oleh karena itu, berpijak dari pengertian dasarnya, manusia senantisa melangkah dan dalam kawasan menuju yang lain. Karena itulah dinamakan relasional. Ketiga, kesatuan dalam plural yang menyatakan bahwa kehadiran pihak lain bukanlah enemi, musuh atau asing. Gagasan ini berpijak pada kekuatan dasar dalam Taiji yaitu Yin dan Yang. Kedua prinsip ini berbeda, namun keduanya tetap diperlukan. Tujuan dari adanya keberbedaan itu adalah keberlangsungan hidup dan harmoni. Maka ketika salah satu dilenyapkan dapat memunculkan ketidakseimbangan. Filsafat Cina selalu menempatkan dua unsur biner dalam sebuah kepaduan. Perbedaan mengandaikan kontras yang tidak menghapus satu sama lain, tetapi saling menguatkan kehadiran satu sama lain. Misalnya kehadiran hitam tidak akan disebut hitam jika tidak ada yang bukan hitam. Pihak lain memiliki keunikan yang diperlukan agar kehadiran anasir dikenal. Keempat, partisipasi dalam kolektifitas. Kolektivitas tidak berjalan dalam lingkaran yang statis, melainkan dinamis. Partisipasi yang terjadi dalam wajah keberbedaan lebih pada persoalan kehadiran, bukan dalam tindakan. Kelima, to be is more important than to do. Kehadiran lebih penting daripada tindakan. Identitas dipahami oleh bagaimana ia hadir. Di dalamnya terkandung tiga sikap; diam (tenang dan lembut), damai hati, harmoni. Damai hati terungkap dalam menyikapi penderitaan. Penderitaan bukanlah keterlemparan manusia. Penderitaan tetap memiliki makna bagi keberlangsungan hidup karena penderitaan bisa menjadikan manusia mentranformasikan dirinya. Lewat penderitaan, manusia bisa keluar melampaui batas-batas dirinya. Identitas lebih memperbincangkan dan mengolah bagaimana manusia dapat hidup sedikit atau sederhana. Dalam hal ini manusia Cina mempunyai orientasi pada jalan kesederhanaan.  Sikap diam, tenang dan lembut dipahami sebagai sumber kekuatan. Layaknya air yang bisa menghancurkan walau luwes dan tidak padat. Kehalusan lebih penting dan diagung-agungkan sebagai karakter ideal manusia. Pengetahuan Pengetahuan barat jatuh pada rasionalitas intelektual atau akal budi. Manusia dipahami sebagai animal rationale dan ia membebaskan dirinya dari mitos. Kegiatan pengetahuan merupakan kegiatan rasio yang pada dirinya tidak mengandaikan moralitas. Dan belajar tak lain dari menambah ilmu pemikiran. Di sisi lain, pengetahuan timur melihat manusia sebagai kodrat yang berbeda dari hewan. Pengetahuan itu didasarkan pada pemikiran hati (heart mind). Pengetahuan hati menggabungkan jalan pemikiran intuitif dengan akal budi. Dalam proses berpikirnya ia mengandaikan moralitas hidup dan menyeluruh. Pusat kepribadian seseorang bukanlah intelektualnya tetapi hatinya, yang mempersatukan akal budi dan intuisi. Ia bukan sekedar tahu namun bisa semakin menempatkan diri guna menempuh jalan. Ia menggabungkan aspek metafisik, epistemologi dan etis. Ketika individu dipahami tidak terlepas dari alam maka ia bukan dimengerti sebagai subjek yang mengobjekkan yang lain. Pengetahuannya membuat ia tidak eksploitatif atas alam. Misalnya, penemuan mesiu di Cina hanya dijadikan petasan atau bagian dari perayaan. Sementara di barat menjadi senjata pemusnah. Seni beladiri dijadikan sarana belajar mengalahkan diri sendiri bukan menghancurkan orang lain. Maka ada pepatah, musuh yang terbesar adalah diri sendiri.
Masyarakat Cina hidup dalam kebudayaan agraris. Mereka terbiasa dengan bahasa diam, kagum tentang langit, musim, tanah, awan dan bulan. Mereka mengalami betapa alam menunjukkan diri dalam diam namun mengesankan. Dalam kesederhanaan hidup, mereka lebih terlatih dengan perasaan daripada pikiran. Dan sejak perasaan sulit diungkapkan lewat kata-kata mereka tidak perlu berbicara banyak, tetapi lebih banyak diam, menggunakan tanda, sikap dan tindakan untuk berkomunikasi.
Tujuan belajar bagi manusia Cina adalah menjadi bijaksana (wise). Kebijaksanaan membantu manusia menghayati hidup dengan lebih baik. Kebijaksanaan membuat manusia mengkaji makna hidupnya secara intuitif. Hidup menjadi seni yang sulit karena membutuhkan proses refleksi terus menerus. Hal ini terungkap dalam puisi, perumpamaan, penulisan huruf kanji dan nyanyian. Sumber Referensi

C.A.S. Williams, 2006, Chinese Symbolism And Art Motifs.

To Thi Anh, 1984, Nilai Budaya Timur dan Barat Konflik atau Harmoni?, PT Gramedia: Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun