Mohon tunggu...
Hanantyo Wahyu Saputro
Hanantyo Wahyu Saputro Mohon Tunggu... Guru - Rakyat Biasa

Guru di SMK Bina Taruna Masaran Sragen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru adalah Sebuah Kehormatan

13 Juni 2020   21:04 Diperbarui: 13 Juni 2020   21:07 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru adalah sebuah profesi yang seringkali disebut sebagai profesi yang mulia, sering juga dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana seorang pejabat, Ilmuwan, dan pengusaha sukses pastinya semasa sekolah mendapatkan "care" dari para gurunya, dan para guru tersebut tidak memiliki tendensi apapun terhadap hasil belajar anak didiknya, kecuali untuk menjadikan mereka individu yang unggul secara moral maupun intelektual. 

Ketika saya lulus dari SMU (Sekarang SMA) pada tahun 2002, saya masih bingung mau daftar kuliah pada Fakultas apa? Hingga akhirnya saya melihat guru saya mata pelajaran Ekonomi waktu itu, dan saya langsung kepikiran untuk menjadi guru. 

Mengapa saya terinspirasi dari guru tersebut? Saya dan guru tersebut memiliki hobi  yang sama, yaitu sama-sama suka main musik, dan saya melihat bagaimana guru saya tersebut masih bisa bermusik sementara tetap bisa memberikan ilmu ekonomi bagi muridnya, dan saya menilai guru adalah profesi yang imbang antara hobi dengan pengabdian. 

Kemudian saya memilih jurusan Pendidikan Ekonomi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada salah satu Universitas di Surakarta. Di kampus tersebut saya ditempa menjadi seorang pendidik dengan diberikan ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu ekonomi, terutama pemasaran. Buku-buku tentang perkembangan seperti buku-buku dari Jean Piaget, dan Auguste Comte, kemudian buku pemasaran milik Philip Kotler, hingga ekonom lokal macam Bambang Riyanto dan Freddy Rangkuti saya "lahap". 

Namun seiring berjalannya waktu, saya menjadi semakin mencintai profesi menjadi pendidik, hingga hobi saya bermusik perlahan-lahan saya singkirkan, padahal pada saat awal kuliah saya masih berangan-angan menjadi musisi. 

Saya magang di sebuah SMK Swasta di Surakarta pada tahun 2005, kemudian mengabdi pada program PBA (Pemberantasan Buta Aksara) tahun 2007 di Rembang, sebelum sejak 2008 Saya mengajar di tempat saya mengajar sekarang. 

Sekadar untuk tambahan, saya pernah membuka Taman Kanak-kanak bersama ayah saya tahun 2004, pada saat saya masih berusia 20 tahun, sebelum diserahkan ke pihak Desa pada tahun 2006. 

Setelah lulus kuliah, banyak teman-teman saya yang lulusan FKIP bekerja di bidang lain, seperti di industri dan di lembaga keuangan dengan alasan lebih mudah "mendapatkan uang" daripada mengajar, terutama di sekolah swasta. 

Namun bagi saya, menjadi guru adalah bukan masalah uang, namun hal itu adalah sebuah kehormatan, seperti seseorang yang dianggap berkompeten di masyarakat dijadikan tokoh atau panutan bagi warga di sekitarnya. 

Bagaimana bagi saya menjadi seorang guru adalah kehormatan, karena bagaimana orang tua siswa yang sedemikian banyak mempercayakan buah hatinya untuk saya didik, dan hal tersebut adalah sebuah kehormatan, dimana kepercayaan adalah hal yang paling mahal di jaman yang modern. 

Bagaimana kepercayan tidak penting, lihatlah bagaimana investor tidak akan mempercayakan asetnya untuk berinvestasi bila tidak ada kepercayaan, sehingga seberapapun besar potensi yang dimiliki negara, apabila tidak mendapatkan kepercayaan dari investor, maka potensi tersebut hanya menjadi "gincu yang memudar" dalam penawaran kerjasama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun