Sejak Chelsea dibeli oleh Roman Abramovich pada tahun 2003, mereka menjelma menjadi salah satu kekuatan Premier League bersama dengan Manchester United, Liverpool, dan Arsenal, yang kemudian disebut dengan "Big Four".
Pelatih hebat seperti Claudio Ranieri pun dipertahankan, pemain berkualitas seperti Adrian Mutu, Glen Johnson, Hernan Crespo, Damien Duff, dan Joe Cole pun didatangkan, dan alhasil mereka mampu melaju ke babak Semifinal Liga Champions Eropa setelah menyingkirkan tetangga mereka, dan sekaligus musuh bebuyutan Arsenal dengan agregat 2-1 lewat gol penentu dari Wayne Bridge.
Di semifinal Chelsea disingkirkan oleh AS Monaco yang saat itu diperkuat duo bomber yang sedang naik daun Dado Prso dan Fernando Morientes dengan agregat 3-5, setelah kekalahan 1-3 di Perancis dan imbang 2-2 di London.
Musim-musim berikutnya semakin banyak pembelian yang dilakukan oleh Chelsea, termasuk Striker Pantai Gading Didier Drogbayang merupakan pahlawan di final Liga Champions Eropa musim 2011-2012.Â
Pembelian besar-besaran terhadap pemain besar membuat stok pemain menumpuk, sehingga membuat bebrapa pemain malah tidak teroptimalkan potensinya, selain itu karena tipikal bermain yang kurang cocok.
Tercatat paling tidak ada tiga striker ganas yang "dipangur" oleh Chelsea, karena tajam saat berada di klub sebelumnya, namun menjadi "ompong" saat berada di Chelsea. Adapun ketiga pemain tersebut adalah sebagai berikut:
Striker asal Serbia dan Montenegro kelahiran 17 April 1979 ini dibeli dari PSV Eindhoven, dengan harapan memperkuat lini serang Chelsea. Bersama dengan PSV Eindhoven, Kezman mempunyai rasio gol 73,3% . dan menjadi Top Scorer Eredivisie pada musim 2002-2003, dan 2003-2004.
Setelah pindah ke Chelsea, produktifitasnya menurun dengan hanya memiliki rasio gol 30%, dan hanya mencetak 4 gol di 25 pertandingan di Premier League. Diduga tipikal permainan di Chelsea tidak cocok dengan gaya bermain Kezman.
Musim berikutnya Kezman pindah ke Atletico Madrid, dan bersama dengan Atletico juga hanya mampu mencetak 10 gol dari 33 pertandingan. Untuk kemudian pindah ke Fenerbahce selama 2 musim, namun meskipun agak mendingan, tapi rasio golnya masih tetap di bawah 50%.Â
Kemudian pindah ke Paris Saint Germain selama 3 musim dan hanya mencetak 10 gol dari 53 pertandingan di seluruh ajang. Pada musim-musim berikutnya Kezman bermain di Liga Hong Kong, Liga Rusia, dan Liga Belarusia, dengan keran gol yang semakin "mampet".
Untuk pencapaian di Tim Nasional Serbia dan Montenegro sendiri Kezman juga kurang moncer, hanya mencetak 7 gol dari 23 Caps, sedangkan untuk Yugoslavia dia mencetak 10 gol dari 26 pertandingan, total bersama kedua negara tersebut dia mencetak 17 gol dari 49 Caps.
Kezman terakhir kali memperkuat Tim Nasional bersama Serbia Montenegro adalah pada saat berusia 27 tahun, ketika di ajang Piala Dunia 2006, ketika itu menerima kartu dan dikalahkan Argentina dengan skor telak 0-6.
Bagaimana ketajaman Kezman bersama PSV Eindhoven turun drastis setelah memperkuat Chelsea, meskipun faktor teknik dan individu pemain menjadi alasan yang lebih tepat penurunan ketajamannya.Â
Fernando Torres merupakan salah satu produk Atletico Madrid yang muncul saat Atletico mengalami degradasi ke Segunda Division, dan kemudian kembali promosi ke La Liga pada musim 2002-2003.
Penampilan impresifnya bersama Atletico Madrid membuat Liverpool yang kala itu ditukangi oleh Rafael Benitez memboyongnya ke Premier League dengan harga 20 Juta Poundsterling. Bersama The Reds (Julukan Liverpool) Torres mencetak 81 gol dari 142 pertandingan atau dengan rasio gol adalah 57%.
Hal tersebut membuat manajemen Chelsea tertarik untuk membelinya, dan akhirnya terjadi kesepakatan di pertengahan musim 2010-2011, Torres resmi pindah ke Stamford Bridge dengan harga 50 Juta Poundsterling, dan menjadi rekor transfer Premier League saat itu.
Harapan yang membubung tinggi tidak selaras dengan hasil, selama memperkuat Chelsea, dia hanya mencetak 45 gol dari 172 pertandingan, atau dengan rasio sebesar 26%, turun jauh dibandingkan ketika masih bersama Liverpool.
Meskipun bersama Chelsea Torres mampu memberikan tropi Eropa, yaitu Liga Champions musim 2011-2012, dan Liga Europa pada musim berikutnya, namun produktifitasnya sebagai seorang penyerang kurang memuaskan.
Sempat mengalami progres dalam mencetak gol di musim 2012-2013 dengan mencetak 22 gol dari 64 pertandingan di semua even, namun musim berikutnya kembali "melempem" setelah hanya mencetak 11 gol dari 41 penampilan di semua even.
Pada musim 2014-2015 sempat setengah musim memperkuat tim Italia AC Milan dengan hanya mencetak 1 gol dari 10 penampilan, dan kemudian bernostalgia bersama Atletico Madrid tiga setengah musim dengan hanya mencetak 37 gol dari 150 pertandingan.
Pada tahun 2018 sampai tahun 2019 Torres mencoba peruntungan di jeang bersama Sagan Tosu, namun nasib tidak juga membaik, setelah dalam 39 pertandingan dengan 6 gol, hingga Torres pun akhirnya memutuskan untuk pensiun.
Untuk pencapaian individu, Torres dapat disebut sebagai seorang juara, selain tropi yang didapatkan di level klub, Torres juga merupakan skuad Tim Nasional Spanyol pada saat menjuarai 2 kali edisi Euro (2008, 2012), dan Piala Dunia 2010, dan untuk kompetisi Euro, di kedua babak final yang dimenangi oleh Spanyol, Torres selalu mampu mencetak gol.
Namun statistik menunjukkan bahwa seorang Torres mengalami regres gol semenjak memutuskan meninggalkan Liverpool untuk pindah ke Chelsea. Namun hal tersebut sebenarnya hal yang lumrah, karena memang Torres sendiri sering mengalami cedera.Â
Sheva, demikian julukan Andriy Shevchenko, mulai dikenal saat memperkuat tim "Underdog" Dynamo Kyiv pada laga Liga Champions Eropa musim 1997-1998 melawan Barcelona di Camp Nou. Saat itu harapan fans Barcelona sangat tinggi untuk membalas dendam setelah dikalahkan dengan skor 0-3 di Ukraina, apalagi saat itu Barcelona memiliki pemain hebat sekelas kiper Vitor Baia, Luis Figo, dan Rivaldo.
Namun kenyataan berkata lain, seorang Sheva yang saat itu bru berusia 21 tahun mampu mencetak Hattrick dan membawa Dynamo Kyiv mempecundangi tuan rumah dengan skor 4-0. Kemudian singkat cerita, pada musim 1999-2000 Sheva diboyong ke San Siro, dan selama 7 musim memperkuat Milan mencetak 172 gol di 296 pertandingan atau dengan rasio 58%.
Pada musim  2006-2007 Sheva dibeli Chelsea dengan harga 30 Juta Poundsterling, dan sempat membawa asa yang tinggi ketika mencetak gol penyama kedudukan di FA Community Shields 2006 ketika dikalahkan Liverpool dengan skor 1-2. Total selama membela Chelsea, Sheva mencetak 23 gol dari 77 pertandingan.
Sempat mengalami masa peminjaman di klub lamanya AC Milan, namun tak seperti di masa lalu, dimana dia hanya mencetak 2 gol dari 26 pertandingan. Pada akhir karirnya kembali lagi bersama dengan Dynamo Kyiv, dan mencetak 30 gol dari 83 pertandingan, meskipun membaik, namun rasio golnya jauh dibandingkan ketika masih bersama AC Milan di periode yang pertama.
Banyak yang mengatakan penurunan performa Sheva adalah karena saat itu pelatih Jose Mourinho tidak menginginkan Sheva, namun pihak manajemen memaksakan kehendak, sehingga terlanjur tersia-siakan skill Sheva. elain itu, bersama AC Milan sendiri Sheva juga sering dibekap cedera, dan bahkan pada musim 2005-2006 Sheva harus mengalami musim lebih cepat bersama AC Milan karena mengalami cedera di ajang Serie A.
Demikian ulasan saya tentang pemain yang ketajamannya memudar setelah memperkuat Chelsea, dan bukan bermaksud untuk menyalahkan Chelsea sebagai tim, namun untuk sekedar pengamatan saja, dan bahwa pemain itu bukanlah komoditas bisnis.
Pemain mempunyai jalan hidupnya sendiri, dan pemain harus dihargai sebagai seorang manusia, jangan dijadikan lahan bisnis baik agen maupun klub, karena apabila kehebatan pemain tersebut menghilang maka akan merugikan bukan hanya pemain, tetapi juga tim, apalagi bagi fans, yang selalu mengorbankan waktu, uang, dan tenaga mereka untuk mendukung tim kesayangannya.
Sekian dari saya, jangan lupa jaga kesehatan, dan juga tidak lupa untuk mengoreksi apabila ada kesalahan dalam penulisan saya, dan saya minta maaf apabila ada pihak yang kurang berkenan dengan tulisan saya. Salam olahraga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H