Ohya, aku ada utang tulisan nih untuk adikmu, Kyya. Kamu punya saran apa yang menarik untuk dituliskan kepada Kyya?
*
“Tidak ada waktu yang lama, Tuan. Hanya satu jam,” begitu pesan perwira Belanda itu.
Hatta bergegas dan tergopoh mengepak buku-bukunya yang bejibunitu sebanyak 16 peti. Sjahrir memutuskan meninggalkan koleksi buku dan mesin jahitnya, dan memilih membawa ketiga anak angkatnya, meski salah satunya berumur masih tiga tahun.
Mereka berjalan ke tempat pesawat terparkir. Sesampainya di sana, timbul masalah yang harus segera dipecahkan: ruang pesawat Calina terlampau kecil untuk menampung lagi 2 orang dewasa, 3 anak-anak, dan 16 peti berisi bejibunbuku. Akhirnya Hatta mengalah. 3 anak-anak itu diangkut ke dalam pesawat Calinan, sedangkan 16 peti bukunya ditinggalkan—untuk selama-lamanya, dan Hatta masih menyesalkan keputusannya itu hingga empat puluh tahun kemudian.
Setelah pesawat Calina itu berada di langit selama tiga puluh menit, keadaan di bawahnya berubah—penduduk berhamburan, anak-anak berlari-lari, situasi kacau, karena bom jatuh bagai buah kelapa yang dilemparkan dari kaki langit. Itu hari yang nelangsa bagi Sjahrir dan Hatta setelah enam tahun melewati berbagai cerita dan pengalaman bersama 7.000 penduduk Banda Neira, dan 3 anak-anak yang diangkat menjadi anak Sjahrir—yang tidak pernah kembali ke kampung halamannya lagi. []
*Tyo Prakoso, pembaca dan perajin tulisan. Berkegiatan di @gerakanaksara. Penjual buku yang ‘asik dan perlu dibaca’ di Kedai Buku Mahatma. Buku pertamanya berjudul Bussum dan Cerita-cerita yang Mencandra (2016).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H