Di sebuah desa yang masih asri alamnya, terdapat sebuah kentongan yang cukup besar. Bentuknya indah sekali dengan tambahan ukiran di bagian tubuh kentongan itu. Kentongan itu merupakan milik warga RW 04. Usianya sudah hampir 30 tahun, namun suaranya masih sangat merdu. Tidak kalah merdu dengan kentongan milik warga RW 01 yang usianya baru sekitar 7 bulan. Hingga kini, kentongan itu masih digunakan oleh warga RW 04. Kentongan itu juga menjadi ikon RW 04 karena keindahan dan kisah mistisnya.
Manto, kepala hansip di RW 04 yang bertubuh kekar dan tinggi. Ia memiliki tanggung jawab untuk merawat dan menjaga kentongan itu. Dalam tugasnya itu, ia ditemani oleh Pardi, sahabatnya sejak SD. Berbeda dengan Manto, Pardi memiliki postur tubuh yang pendek dan kurus. Mereka dipercayakan oleh warga RW 04 untuk menjaga dan merawat kentongan itu. Dengan teliti dan hati-hati, mereka bersihkan seluruh bagian kentongan itu. Mulai dari bagian badan, pegangan, dan juga pemukulnya.
Di suatu hari ketika matahari sedang bersinar terik, tiba-tiba "Tok Tok Tok Tok". Warga terkejut dan kebingungan mendengar suara kentongan.
"Ada apa ini? Kenapa ada suara kentongan?"
Pak RW dan para warga kemudian bergegas menuju pos ronda, sumber bunyi kentongan itu. Biasanya Manto dan Pardi sering nongkrong di pos ronda itu bersama teman-teman mereka. Namun, pada saat Pak RW dan para warga sampai, pos ronda itu dalam keadaan sepi.
"Loh, Manto dan Pardi mana? Kok pos ronda kosong?" Seru Pak RW kebingungan.
Lalu siapa yang membunyikan kentongan itu tadi?
Pak RW kemudian menemui Manto di rumahnya. Manto keluar dengan keadaan muka bantal setelah terbangun dari hibernasinya.
"Hoam..., ada apa Pak RW, kok bawa warga?"
"Loh, kamu baru bangun? Terus siapa yang membunyikan kentongan tadi?" Tanya Pak RW kebingungan.
"Kentongan? Bunyi? Dari tadi saya tidak mendengar apa-apa. Pardi juga sedang menghantarkan ibunya ke rumah sakit, jadi pos ronda kosong." Jawab Manto dengan rasa kantuk dicampur bingung.
Suasana seketika hening, mereka semua kebingungan. Apa yang terjadi siang hari itu, membuat mereka semua kaget dan ketakutan. Ada yang beranggapan bahwa kentongan itu berhantu dan ada juga yang beranggapan jika ada seseorang yang iseng memukul kentongan itu.
Sebenarnya kentongan itu memiliki sejarah kelam. Dua puluh delapan tahun yang lalu, ada seorang pemuda yang berjalan sendirian di dekat pos ronda itu. Tiba-tiba dompetnya dijambret oleh seseorang yang menggunakan pakaian hitam. Pemuda tersebut langsung memukul kentongan yang ada di pos ronda itu. Jambret tersebut pun panik dan langsung menembak mati pemuda tersebut dengan 4 kali tembakan di bagian kepala, dada, perut, dan kaki. Kentongan tersebut ternyata pernah membuat seseorang mati mengenaskan. Banyak dari antara warga RW 04 yang meyakini bahwa kentongan itu dihantui oleh pemuda yang mati ditembak 28 tahun yang lalu.
Di malam harinya setelah kejadian kentongan berbunyi itu, Manto tidak berani pergi sendirian ke pos ronda. Pardi ternyata tidak bisa ke pos ronda karena harus menemani kerabatnya yang datang dari kota. Jadi malam hari itu Manto meminta izin kepada Pak RW tidak bisa melaksanakan ronda malam dengan alasan sedang sakit.
"Badan doang gede, tapi penakut!" Gumam pak RW mengetahui kebohongan Manto.
Tepat jam 12 malam ketika jangkring sedang bersahut-sahutan, suara itu muncul lagi.
"Tok Tok Tok Tok."
Kali ini suara itu lebih keras dari yang tadi siang. Semua warga RW 04 seketika terbangun mendengar suara kentongan itu lagi. Para warga bersama pak RW kemudian mendatangi pos ronda lagi.Â
Apa yang terjadi? Tidak ada siapa-siapa di sana.
"Sudah, sekarang kalian pulang saja dulu, kita bahas kejadian ini di esok hari." Seru Pak RW kepada warga
"Kukuruyuk.... Kukuruyuk...." Ayam berkokok di pagi hari yang dingin. Seluruh warga RW 04 berkumpul di balai desa. Pak RW membuka pembicaraan.
"Harus kita apakan kentongan itu?"
"Buang saja supaya tidak mengganggu lagi!" Sahut beberapa warga.
"Sebaiknya jangan kita buang, kentongan itu sudah menjadi ikon RW 04. Bagaimana jika  kita suruh si Manto dan Pardi tidur di pos ronda? Jadi jika ada orang yang iseng, mereka  bisa langsung menangkapnya." Usul Pak RW.
Seluruh warga RW 04 setuju dengan usulan Pak RW. Demi mendapat gaji, Manto dan Pardi pun setuju meskipun dengan perasaan terpaksa.
Malam harinya, mereka tidur di pos ronda dengan beralaskan tikar. Di tengah malam, tiba-tiba kentongan itu berbunyi lagi. Namun anehnya, Manto dan Pardi tidak mendengar bunyi kentongan itu. Pak RW dan para warga kemudian datang lagi ke pos ronda itu dan menemukan mereka masih tertidur.
"Heh, Manto, Pardi, bangun! Masa kalian tidak dengar kentongan itu berbunyi lagi?" Tanya Pak RW.
"Hah? Bunyi lagi? Saya dari tadi tidak dengar suara apapun selain ngoroknya di Pardi." Jawab Manto yang masih mengantuk.
"Saya serius! Masa kalian tidak dengar? Tidak mungkin sedekat ini kalian tidak mendengar bunyi kentongan itu!" Seru Pak RW kebingungan dan sedikit takut.
Kejadian kentongan berbunyi itu kemudian terus berlanjut hingga 1 bulan lebih. Setiap malam pasti kentongan itu berbunyi lagi. Kejadian itu membuat warga geram dan meminta kebijakan dari Pak RW.
Sekarang rumah Pak Rw dipenuhi oleh para warga. Pak RW akhirnya mengambil tindakan.
"Baiklah, kentongan itu sementara saya simpan di rumah saya dulu."
Kentongan itu kemudian di bawa oleh Manto ke rumah Pak rw. Pak RW kemudian memasukkannya ke dalam sebuah peti yang ia kunci dengan 3 gembok. Kuncinya kemudian dibawa oleh Manto. Semua warga kemudian merasa tenang karena tidak akan ada yang membangunkan mereka tengah malam lagi.
Namun tiba-tiba,Â
"Tok Tok Tok Tok".Â
Suara itu muncul lagi dan membuat semua warga RW 04 kaget. Namun suara kentongan itu sekarang berasal dari rumah Pak RW. Sekarang semua orang mengira dalang dari semua kejadian ini adalah Pak RW, padahal bukan. Pak RW bahkan tidak mendengar suara itu.
Sekarang seluruh warga sedang berkumpul di depan rumah Pak RW. MEreka memarahi dan menuduh Pak RW.
"Bukan, bukan saya yang melakukan itu! Saya bahkan tidak mendengarnya tadi. Lagi pula kentongannya sudah saya kunci di sebuah kotak dan kuncinya dibawa oleh Manto."
Pak RW kemudian mengeluarkan peti itu.
"Lihat, masih terkunci dan kuncinya juga dipegang oleh Manto."
Akhirnya semua sepakat untuk membuka peti itu. Setelah dibuka, kentongan itu tidak ada di dalam peti. Semua terkejut dan ketakutan melihat kejadian itu. Mereka pun langsung pergi ke pos ronda, dan ternyata kentongan itu sudah menggantung di tempat biasa ia digantung.
Di pagi harinya, seluruh warga RW 04 bersama Pak RW berkumpul di pos ronda. Setelah berpikir panjang, akhirnya Pak Rw mengambil keputusan.
"Baiklah, melihat kejadian yang terjadi selama ini, saya putuskan kentongan ini akan saya musnahkan."
Warga RW 04 seketika bersorak-sorai mendengar keputusan itu. Pak RW kemudian mengambil sebotol bensin lalu menyiramkannya ke kentongan itu. Pak RW kemudian membakar kentongan keramat itu. Sekarang kentongan itu sudah berubah menjadi abu yang langsung terbang tertiup angin.
Warga sekarang sudah merasa sangat tenang karena tidak ada yang akan mengganggu tidur mereka lagi. Kebahagiaan itu mereka rayakan dengan berpesta di balai desa. Mereka berpesta dari sore hingga malam hari. Setelah dirasa cukup, mereka pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat. Ternyata pesta itu membuat para warga menjadi lelah. Setelah sampai di rumah, mereka pun langsung tertidur.
Namun di tengah malam, tiba-tiba......
"Tok Tok Tok Tok"
--- Tamat ---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H