Pada 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64tahun). Menurut Bappenas, penduduk dengan usia produktif pada rentang waktu tersebut komposisinya 64% dari total jumlah penduduk indonesia yang diprediksi 297 juta jiwa.Â
Hal ini tentu saja merupakan anugerah bagi bangsa indonesia untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Mengapa Indonesia Emas 2045? Karena menurut OECD, tren ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh dan masuk jajaran empat besar secara global pada tahun tersebut dengan proyeksi PDB 8.89 triliun USD atau hampir 3 kali lipat PDB indonesia saat ini. Salah satu upaya untuk mencapai mimpi itu adalah dengan mengelola bonus demografi dengan baik.
4 negara diatas merupakan contoh negara yang sukses dalam memanfaatkan bonus demografi. Jepang mampu mengoptimalkan potensi sumber daya manusianya dengan berinovasi. Pasca perang dunia II, negara sakura tersebut mampu bangkit dengan memaksimalkan kekayaan intelektual penduduknya. Kemajuan sains dan teknologi membawa Jepang sebagai salah satu negara maju di dunia.Â
Perusahaan besar dengan valuasi tinggi seperti Toyota, Honda, Softbank dan Hitachi mampu menembus PDB hingga 17.475 triliun USD. Korea selatan juga sukses dalam mengelola sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif. Disamping geliat inovasi bidang industri elektronik yang pesat, industri kreatif seperti K-POP dan K-Drama berhasil menjadi salah satu penopang perekonomian korea.Â
Menurut Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi menjelaskan, perekonomian Korsel saat ini tidak lagi pada tahap mengandalkan industri manufaktur, melainkan sudah masuk ke sektor jasa, industri kreatif, dan digitalisasi (Kompas). Negara-negara tersebut melihat ekonomi kreatif sebagai peluang yang berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran suatu negara dengan mengoptimalkan kekayaan intelektual sumber daya manusia.
Melihat contoh negara-negara di atas, dengan adanya bonus demografi bukan berarti perekonomian suatu negara juga otomatis tumbuh dengan sendirinya. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020 yang dilakukan oleh BPS, Indonesia saat ini sudah mulai memasuki masa bonus demografi.Â
Penduduk usia produktif menurut hasil sensus adalah 70,72%. Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira menuturkan bonus demografi bisa berubah menjadi bencana demografi, apabila RI tidak bisa memanfaatkan sumber daya manusia usia produktif (CNN Indonesia). Inilah yang menjadi tantangan pemerintah dalam menghadapi bonus demografi. Peningkatan kualitas SDM dan perluasan lapangan kerja perlu direncanakan sejak dini. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja harus beriringan dengan penyerapan tenaga kerja.Â
Brazil dan Afrika Selatan merupakan contoh negara yang gagal dalam mengelola bonus demografi. Kebijakan yang dilakukan pemerintah Brazil lebih memprioritaskan anggaran negara untuk program bantuan sosial dan pensiun dibanding penyiapan akses pendidikan, kesehatan dan infrastruktur lapangan pekerjaan.Â
Sedangkan bonus demografi di Afrika Selatan justru menyebabkan meledaknya angka pengangguran. Pemerintahannya dianggap tidak inovatif dalam melihat pertumbuhan angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan kerja. Afrika Selatan juga tidak mengoptimalkan kekayaan intelektual 53% generasi milenialnya dalam mendorong usaha di bidang UMKM dan ekonomi kreatif.
Sektor UMKM memiliki peran penting dalam kontribusi PDB Indonesia. Kemenkop UKM mencatat sektor UMKM pada 2018 menyumbang lebih dari Rp 8.500 triliun atau 57,8% pada PDB. Tercatat ada 64 juta unit usaha UMKM dan mampu menyerap 116 juta pekerja atau 97% dari angkatan kerja nasional. Data dari Bank Indonesia juga menyebutkan bahwa 70% dari sektor umkm merupakan pelaku usaha ekonomi kreatif.Â
Artinya, pelaku usaha indonesia sudah mulai perlahan menyasar berbagai bidang usaha dalam mengoptimalkan kekayaan intelektual. Penduduk usia produktif dapat masuk ke dalam 17 subsektor ekonomi kreatif dalam mengembangkan kekayaan intelektualnya dan melahirkan produk berdaya jual tinggi. Dalam Temu Kreatif Nasional 2015, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa " saat ini adalah eranya ekonomi kreatif, bukan berbasis komoditas lagi.Â
Era ekonomi kreatif harus menjadi tulang punggung ekonomi indonesia". Keseriusan pemerintah pada 5 tahun terakhir ini dinilai tidak main - main. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno beberapa kesempatan menyampaikan bahwa berdasarkan data Focus Economy Outlook 2020, ekonomi kreatif menyumbang sebesar Rp1.100 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sepanjang tahun 2020. Ekonomi kreatif benar-benar mendorong masyarakat indonesia untuk berdaya saing dan dapat membantu serapan tenaga kerja dalam menghadapi bonus demografi.Â
Lalu kebijakan apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah? Bonus demografi datang lebih awal, kebijakan tidak boleh asal.
Investasi Pendidikan
Dalam human capital theory, pendidikan merupakan modal utama dalam mengoptimalkan potensi-potensi yang menjadi nilai tambah (produktivitas) dan memiliki nilai ekonomi. Teori ini sukses diterapkan di Jepang dan Korea Selatan dimana ekonomi kreatif menjadi penggerak utama perekonomiannya.Â
Negara tersebut menginvestasikan sdmnya melalui sektor pendidikan dengan menganggarkan belanja negara lebih besar dari sektor lainnya. Tidak hanya pendidikan sektor formal, pendidikan sektor seni budaya, film, musik, animasi, design, dan IT justru menjadi fokus dalam mengembangkan ekonomi kreatif. Diharapkan dengan pendidikan, penduduk usia produktif semakin banyak yang mampu mengembangkan produk bernilai rendah menjadi berdaya jual tinggi.
Riset dan Pengembangan
Riset dan pengembangan memiliki faktor krusial dalam mendorong ekonomi kreatif. Pemerintah juga diharapkan dapat mengambil bagian dengan menerapkan strategi yang jelas terkait pembangunan ekonomi kreatif berbasis riset dan pengembangan. Badan Riset dan Inovasi Nasional menjadi angin segar dalam mendukung inovasi dan pengembangan ekonomi kreatif.Â
Diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian di bidang ekonomi kreatif juga dapat dijadikan acuan bagi penyusunan kebijakan di bidang ekonomi kreatif hingga riset yang berkaitan dengan pengembangan atau peningkatan nilai tambah dan nilai jual.
Potensi ekonomi kreatif di indonesia sangat kaya sekali. Beragam suku, bahasa, budaya tradisional itu semua merupakan aset/kekayaan intelektual yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Panorama gunung, lautan dan sumber daya di dalamnya juga sangat bisa dikelola dan dimanfaatkan oleh penduduk usia produktif. Ide, gagasan dan inovasi harus mampu dieksekusi secara maksimal dengan dukungan kebijakan dari pemerintah dan stakeholders lainnya.
Apakah ekonomi kreatif mampu menyambut arus bonus demografi? Bisakah Indonesia seperti Korea Selatan?
Sumber:Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H