Saat ini inovasi sudah menjadi kebutuhan pemerintah pusat dan daerah. Inovasi lahir dari kebiasaan atau budaya kerja pemerintah yang masih menggunakan cara lama sehingga perbaikan pelayanan publik masih jalan di tempat.Â
Sudah barang pasti jika budaya kerja pemerintah yang monoton dan tidak kreatif akan berimbas pada kualitas pelayanan publik yang lama, berbelit-belit dan transaksional. Masyarakat juga sudah ikut berpartisipasi dalam memberikan kritik dan saran mengenai pelayanan publik yang sebaiknya lebih efektif dan efisien. 4 hal ini menunjukkan perlunya penguatan budaya kerja inovatif di level pemerintahan daerah.
Kemudian sejak tahun 2013-2017, dalam Global Innovation Index (GII) Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti yaitu stagnan pada urutan 87 pada tahun 2017, peringkat ini masih berada di bawah negara serumpun lainnya seperti Singapura (7), Malaysia (34), Thailand (48), dan Brunei Darussalam (72). Hal ini semakin mencerminkan bahwa pemerintah masih belum menjadikan inovasi sebagai budaya kerja.
Kedua, Global Competitiveness Index (GCI)juga merilis laporan tahun 2017 - 2018 dimana ranking rata-rata Indonesia versus Negara-negara ASEAN berada di peringkat 37 masih berada di bawah Singapura (2), Malaysia (22) dan Thailand (33). Kondisi ini semakin mendorong akselerasi kompetisi antar daerah lewat inovasi.
Ketiga, inovasi juga mendukung program pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs)Â yang ditentukan oleh PBB. Salah satunya adalah tuntutan berinovasi dalam pengentasan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan.
Keempat, adalah dalam hal persepsi korupsi. Berdasarkan data Transparency Internationalyang diolah oleh Kominfo, rata - rata skor IPK Indonesia adalah 34, skor ini masih jauh dibandingkan negara ASEAN lainnya yaitu Malaysia 54, Singapura 98, Thailand dan Filipina 38.
Data diatas sangat jelas menunjukan bahwa perlu adanya dorongan dan inisiatif pemerintah daerah untuk menginternalisasikan nilai-nilai inovasi ke setiap SKPD. Namun, masih ada bentuk resistensi pemerintahan daerah akan kehadiran inovasi dalam mewujudkan persaingan antar daerah. Berbagai tindakan resisten ini dilatarbelakangi oleh keengganan pegawai untuk bergerak dari comfort zone. Selain itu, pegawai melihat bahwa
"inovasi merupakan sesuatu yang asing, aneh dan berpotensi berbenturan dengan kebijakan dan peraturan hukum"
Dari penjelasan diatas terdapat dua hal yang menjadi landasan saya untuk mendorong perlunya penguatan budaya kerja inovatif di lingkungan pemerintah daerah.
Pertama adalah data GII, GCI dan IPK yang menunjukkan kinerja birokrasi dan budaya kompetitif masih rendah di dunia Internasional dan kedua masih banyak pemerintah daerah yang resistensi terhadap inovasi itu sendiri. Lalu bagaimana peran pemerintah pusat dalam mengatasi dua hal tersebut?
Bagi pemerintah daerah yang masih takut berinovasi karena takut melanggar aturan sebenarnya sudah diatur dalam Kebijakan melalui Peraturan Perundang -- Undangan :
Secara hirarki semangat dan dorongan berinovasi berawal dari kebijakan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Pasal 386, 387 dan pasal 388 yang menjelaskan perlu adanya inisiatif untuk berinovasi oleh seluruh komponen pemerintah daerah (kepala daerah, SKPD, DPRD) bahkan lapisan masyarakat. Inovasi juga menjadi program prioritas melalui Nawacita Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan reformasi birokrasi. Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2017 tentang Inovasi Daerah pasal 19 menyebutkan :
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!