Mohon tunggu...
tya zahara
tya zahara Mohon Tunggu... -

Making one person smile can change the world – maybe not the whole world, but their world.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Lika-liku Konservasi Hutan Indonesia

10 Mei 2014   03:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:40 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Indonesia adalah rumah bagi salah satu daerah terbesar hutan hujan tropis di dunia - dan memiliki salah satu tingkat deforestasi tertinggi . Sekarang tanda-tanda kemajuan terlihat dalam upaya untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan konservasi hutan hujan alami. Selama beberapa dekade terakhir , jutaan hektar hutan Indonesia telah dihabiskan melalui pembalakan liar dan penciptaanperkebunan untuk kayu , pulp dan kertas , dan industri kelapa sawit.

Pemerintah Norwegia dan Indonesia pernah menandatangani kesepakatan miliaran dolar untuk memberlakukan moratorium pada pembukaan lahan gambut dan hutan alam . Kesepakatan itu dipandang sebagai cara untuk membantu Indonesia mencapai tujuan yang ambisius mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen pada tahun 2020 .

Namun, meskipun ada larangan tersebut , hutan alam terus dibersihkan untuk industri , sebagian karena pemerintahan yang lemah dan korupsi yang merajalela. Selama bertahun-tahun para ilmuwan dan ahli lingkungan telah berjuang untuk meyakinkan masyarakat pedesaan di Indonesia yang melindungi hutan merupakan kepentingan jangka panjang mereka .

Ilmuwan Eric Meijaards mengatakan pesan-pesan melindungi hutan sudah dipenetrasikan agar orang-orang menyadari ada biaya ekonomi yang besar akibat merusak hutan.  Meijaard telah bertahun-tahun melakukan pemetaan persepsi masyarakat tentang kerusakan hutan di pulau Kalimantan .

Beberapa perusahaan besar yang beroperasi di perkebunan kelapa sawit dan industri pulp dan kertas di Indonesia baru-baru ini telah berjanji komitmen untuk " zero deforestasi ", sementara pemerintah juga mulai menuntut perusahaan-perusahaan yang secara ilegal memangkas dan membakar hutan.

Fadhil Hasan , Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia , mengatakan industri minyak kelapa sawit menuju ke arah yang benar. Untuk memulainya, Sustainable Palm Oil Standard Indonesia, atau ISPO , akan menjadi wajib pada akhir tahun ini . Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia sendiri meluncurkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sebagai standar dan mudah-mudahan tahun 2014 semua perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia telah disertifikasi oleh ISPO . Jadi kedepannya akan lebih baik .

Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia minyak sawit , yang secara luas digunakan dalam barang-barang konsumen seperti sabun dan lipstik , dan industri mempekerjakan lebih dari lima juta orang di sini . Sementara asosiasi minyak sawit Indonesia mengklaim bahwa hanya sebagian kecil dari perkebunan yang dikembangkan di hutan alam , kelompok masyarakat adat berpendapat bahwa pembukaan hutan akan datang dengan cara mereka .

Mei lalu , mahkamah konstitusi di Indonesia mengeluarkan putusan menyatakan kepemilikan pemerintah atas hutan adat batal demi hukum. Rukka Sombolinggi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mengatakan pemerintah telah lambat untuk melaksanakan putusan pengadilan . Sebagai proses yang rumit untuk memetakan hutan adat akan berlangsung ,malahan pemerintah daerah terus memberikan kontrak di kawasan hutan lindung.

"Masalahnya sekarang adalah bahwa karena kita tidak memiliki hak secara khusus untuk diakui dan dilindungi , sangat mudah bagi pemerintah daerah untuk memberikan izin dan lisensi kepada sektor swasta , perusahaan swasta , tanpa mempertimbangkan benar-benar ada orang-orang pribumi yang tinggal di daerah ini , " kata Sombolinggi . Sebagai hasil dari pembukaan hutan yang signifikan , Indonesia adalah penghasil emisi ketiga terbesar gas rumah kaca di seluruh dunia , setelah China dan Amerika Serikat .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun