Tiada yang lebih menyesakkan daripada tinggal jauh dari keluarga dan hidup serba terbatas di pulau perbatasan. Itulah yang dialami banyak tentara kita di Pulau Sekatung, Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Vietnam.
Pagi-pagi benar kami sudah berangkat menuju Pulau Sekatung dari Pulau Laut. Jarak antar pulau ini tidak jauh dan ombaknya pun cenderung aman. Bahkan kami dimanjakan dengan langit biru dan laut yang berwarna hijau turquoise dan sungguh ramah cuaca hari ini.Â
Pulau Sekatung adalah pulau yang tidak ditinggali oleh penduduk melainkan hanya tentara saja. Sebabnya pulau ini merupakan garda terdepan Indonesia dan menjadi pulau paling luar di Indonesia.
Sesampainya di pulau yang luasnya mungkin sekelurahan di Jakarta ini tak banyak aktivitas yang terlihat. Hanya ada beberapa bangunan kayu dengan luas yang tak seberapa.Â
TNI yang ikut kami langsung menginstruksikan jajarannya untuk apel. Mereka juga mengeluarkan senjata mereka yang rupanya lama disimpan sehingga harus dibersihkan dulu.Â
Selepas apel dan berdoa saya diajak ke beberapa bagunan yang merupakan dapur sampai ke tempat mesin diesel yang merupakan sumber listrik bagi mereka.
Listrik memang ada walau terbatas tergantung ketersediaan BBM pengisi mesin diesel. Saya juga penasaran dengan sinyal HP iya benar saja boro-boro sinyal internet sinyal telepon pun timbul tenggelam.Â
Tapi ada yang unik, ternyata para prajurit menjajarkan HP mereka di tepi pantai sembari merokok dan duduk menanti sinyal. Saya pun geli melihatnya dan merekapun tertawa.Â
Bagi mereka ini adalah tempat nongkrong favorit selama di pulau ini. Katanya, dulu ada provider Telkomsel membantu mereka sehingga mereka bisa tetap terhubung dengan keluarga.Â
Namun, sudah beberapa tahun terakhir rusak dan tak ada lagi yang membuat mereka mendapatkan sinyal. Kasihan.