Saya pikir, tempat seperti ini kawasan wisata tetapi bukan loh. Jadi ya memang persawahan warga saja. Sebab dianggap unik oleh banyak wisatawan, khususnya luar negeri, maka banyak warga yang inisiatif membuka kawasan ini secara swadaya.Â
Mereka pun menaruh kotak-kotak restribusi bahkan bulu tamu, semacam pos, yang dijaga sama warga sekitar. Pas saya datang, saya kembali diminta mengisi buku tamu dan si ibu langsung menyuruh anak-anak mengantar kami.
Bocah-bocah ini pun antusias menunjukkan jalan dengan kekuatan dan kecepatan yang super sampai kami para jompo ketinggalan. Apalagi jalanan menuju penampakan sawah ini menanjak terus dengan tangga seada-adanya dan jalanan yang sempit, sehingga sukses membuat napas kami putus-putus wkwkwk.Â
Pas udah sampai di atas, cuma seruan "yaaaahhhh" yang terdengar karena si spider web tidak sempurna alias bopeng-bopeng dengan warna yang tak beraturan.Â
Ternyata, memang kami yang salah waktu gegara sawah-sawah mereka sudah dipanen jadi ya warnanya ada yang hijau dan coklat. Cuma memang masih kentara bentuknya seperti apa.
Di atas bukit tadi, bukan hanya spider web yang kita lihat, saya justru fokus ke penambang liar yang lagi sibuk menggerus perbukitan hingga menjadi hampir botak dan mungkin dalam waktu dekat bisa menyebakan longsor, apalagi mereka gak pakai alat yang memadai. Plis lah, manusia jangan serakah banget sampai bikin miris gitu.
Lepas dari itu semua, kita harus mulai bersiap-siap menuju Bajo dengan perjalanan yang lumayan panjang. Tak hanya itu, malam ini kami ada janji makan di restoran sushi, milik chef kenalan redaktur kami. Mau tau kayak gimana kelanjutannya, ikutin terus ceritanya ya. Cerita lainnya lihat di sini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI