Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Trekking ke Waerebo Kayak Masuk ke Dunia Lain

15 September 2022   16:38 Diperbarui: 15 September 2022   16:40 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam menjelang, saatnya mencari makan dan kami diarahkan untuk makan malam di tempat berkumpulnya streefood dan dekat dengan mall kecil tapi dalamnya itu toko branded semua. Tiada yang lebih mengesalkan selain pesan makan di Labuan Bajo. Kami sudah laper berat saat itu, tapi coba tebak berapa lama makanan kami matang dan diantar? 1 jam brooo...

Gila sih, kebayang betapa melilitnya itu perut sampai gak terasa lagi laper karena kebanyakan minum air dan nelan ludah hahaha. Tapi di sini diakui semua ikannya segar dan manis rasanya jadi gak ada rasanya tuh jijik atau meh kalau makan seafood mentah karena enak banget dan pilihan kami malam ini jatuh pada ikan bakar plus cumi goreng.

Sama seperti kebanyakan streetfood seafood jadi kamu tinggal pilih aja mau makan apa dan diolah menjadi apa nanti mereka masakin dan sering-seringlah menegur penjualnya karena bisa-bisa makananmu besok selesainya hahaha. Malam ini juga kami menemui sopir kami yang akan mengantar kami overland di Flores sampai Kalimutu. Jeng jeng ternyata bapaknya mengarahkan anak lelaki kurus yang bakal nyopirin kami namanya Rian. Kami kaget karena gak yakin sama kemampuan menyetir si Rian yang tubuhnya bahkan lebih kecil dari saya. Karena tak enak hati jalan sama cewe semua, Rian pun mengajak sepupunya yang gak kalah cupu dan kerjanya tidur mulu hahaha. Nanti ya ceritanya.

Pagi itu, semua semangat untuk mulai trekking. Maksud hati tuh mau tinggal mama di hotel tapi si mama uring-uringan mau ikut. Lho gimana ini treking 4 jam gimana kalau dia keseleo di tengah jalan dan bingung gimana bawa orangtua yang umurnya udah mau masuk 50 tahun. Tapi dia meyakinkan diri kalau dia masuk sanggup naik-naik begitu hmmm yasudah lah. Kali ini Boy, sepupunya Rian yang bakal jadi pemandu kami dan gak usah pake pemandu lagi katanya dia sering bawa orang juga naik turun Waerebo.

Sebelum kami beneran naik, kami jalan-jalan dulu di depan hotel yang masyallah tenang dan relaxing banget. Udara sejuk dan sepoi-sepoi bikin kita mau foto-foto ala-ala video klip haha. Setelah puas kami langsung dijemput sama Rian Cs menuju Waerebo. Dari Labuan Bajo ke Waerebo sekitar 1 jam lalu dari situ kami mulai naik. Sialnya cuaca lagi galau mau atau gak turun hujan langit galau.

Saya sudah siap-siap jika kali-kali saja kaki saya gemeter lagi kayak waktu saya trekking di Baduy. Dengan sepatu kets bukan sepatu gunung saya dan teman, mama serta Boy naik. Si Boy udah kek kesurupan cepet banget dia jalan trus lupa kalau ada cewe-cewe lemah. Kalau dia tiba-tiba sadar baru dia nongkrong sambil ngerokok nungguin kita di atas. Sompret padahal dia cuma pake sendal jepit.

Plus hujan mulai turun maka makin sulitlah kami berjalan karena tanahnya becek. Beruntung kami sudah beli jas hujan di bawah tadi. Mama juga nemu kayu untuk bantu dia naik dan menyanggah badan. Jalanan yang hanya muat satu orang membuat kita harus lebih hati-hati karena di pinggir-pinggirnya jurang. Berbagai pohon sudah ga ngerti lagi itu jenis apa dan sampai pulang sepatu teman saya menyerah dan dia dipinjami sendal boy dan boy tetap saja lihai naik turun gunung ini.

Beberapa kali kami berpapasan dengan bule yang sudah berumur juga sampai penduduk yang membawa barang di kepalanya sambil menyeker. Eh buset. Setidaknya ada 4 pos yang harus kita lewati, pos-pos ini ditandai dengan papan kayu saja. Pertanyaan yang terus terusan ditanya ke Boy itu "masih jauh apa gak?" hahaha. Hingga akhirnya semakin kita ke atas, udara semakin dingin, tapi saya memilih membuka jaket saya yang sudah basah disiram gerimis hingga keringat.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Semakin atas juga semakin kami tahu bahwa kami sudah bukan di tempat yang wajar, antara mistis, indah, dark, wah campur-campur deh pokoknya. Alhamdulillah kami semua tetap semangat dan menjaga tempo kami dan mengatur napas dengan baik. Sekali lagi trekking ini lebih berat karena saya membawa mama, jadi egoisnya kudu dikurangin.

Kabut semakin pekat sampai kami susah melihat jalan di depan. Padahal semakin meruncing saja ini jalan yang buat kami super hati-hati, pohon-pohon pun menjulang membuat sinar matahari tidak bisa masuk padahal kami naik pagi-pagi dan ini mungkin baru jam 12 siang. Oh my god.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Secercah harapan pun datang, saat kami melihat pucuk-pucuk atap Waerebo. Yee sampai juga! Semakin banyak kami lihat para turis hilir mudik dan dengan begitu khidmat kami menyaksikan rumah-rumah melingkar yang begitu terjaga. Boy lalu mengantar kami masuk menemui pendamping di sana yang tentu saja kami harus menginap dengan harga Rp 350 ribu semalam dan itu sudah include makan. Kami juga dijelaskan akan tidur di matras yang juga dibuat melingkar dan bersatu padu dengan berbagai orang di sana.

Anak-anak berlarian dengan senang seolah tidak terganggu dengan banyaknya turis yang datang dari berbagai penjuru dunia. Malam di Waerebo pun mengejutkan, apa ceritanya. Tungguin ya! Cerita lainnya di sini.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun