Malam hari di hari pertama ekspedisi Kepulauan Kei, dengan ngantuk dan lelah amat sangat kami terus berkordinasi soal potensi yang ada di daerah jarang terekpos ini. Akhirnya malam itu, kami memutuskan untuk mengunjungi Rumadian, satu desa yang menerima kucuran dana dari pemerintah dan dianggap berhasil sehingga menjadi percontohan wisata dana desa.
Dari hasil interview kemarena, saya memang dibuat salut dengan pengelolaan profesional yang menurut saya visioner untuk ukuran daerah antimainstrem seperti Kei Kecil ini. Kami sengaja datang pagi-pagi dan masih kosong melompong. Iya juga kami datang bukan di akhir pekan. Saya memperhatikan satu per satu atraksi yang ditawarkan Rumadian ini.
Jadi di sini ada beberapa wisata yang bisa dipilih, seperti kolam renang yang dekat dengan perairan Kei dan jelajah hutan bakau dengan perahu. Ada treking di hutan juga sampai wisata sejarah pahlawan revolusi Sadsuitubun. Saya lihat pengelola yang juga kepala desa ingin semua hal dimasukkan satu tempat yang justru ini membuat banyak hal yang berkembang  dan tampil seadanya. Namun lumayan lah.
Langkah pertama saya di sini memotret banyak spot selfi yang lagi-lagi digambar seadanya, sehingga ya udah asal jadi tanpa meninggalkan kesan takjub. Foto-foto berbagai pahlawan yang disejajarkan dengan gambar sayap malaikat membuat saya bingung dengan konsep mural-mural ini.
Menjelajah terus, mata akan terpaku dengan berbagai plang-plang nyeleneh plus jalanan yang dicat warna warni, ada beberapa pendopojuga yang bisa digunakan untuk santai-santai sampai menikmati pisang berbalut enbal (beracun) plus sambal. Ini salah satu makanan populer di Kei dan perlu pengolahan khusus biar yang makan ga mati keracunan wkwkwk....
Lebih jauh dan berada di bagian atas Rumadian, ada patun-patung bunda Maria, lagi-lagi pengelola ingin juga Rumadian jadi tempat wisata religi. Ok baiklah tapi harus tidak sembarangan gini patung-patungnya. Bopeng di sana sini. Hufft. Saya lalu mengikuti teman saya yang tertarik dengan Karel Sadsuitubun yang pada kenyataanya cuma dijumpai tugu patung. Padahal saya kira bakal ada rumah peninggalan atau apalah. Pun tugu patungnya dibuat seadanya sehingga pahlawan muda ini tak lagi tampan seperti di foto. Sad. suitbutun :(
Sejak pagi, kamu sudah menyiapkan energi untuk interview maraton, mulai dari pengelola, kepala desa, ibu-ibu jual enbal, sampai cucu Karel Sadsuitubun. Saya pikir tenaga dan otak saya yang bakal ngebul sendirian, ternyata temen saya yang dulu pernah ikut ekspedisi, sama antusiasnya seperti saya. Dia kini beda, menceritakannya saja bikin saya bangga. Beda dari sebelumnya, lebih inisiatif, helpful dan bikin saya betah selama ekspedisi ini. Senang kan kalau ada yang bisa diandalkan. Lumayan jadi pemanis perjalanan ini lah. Semoga bisa sama-sama lagi nanti.