Mereka mengajak kami masuk ke dalam hutan dan terlihat juga si tanjung mangga dari atas. Eh tunggu ini di atas? Jadi kami pun turun perlahan melewati karang dan menerobos ombak. Ya, meski di bibir pantai tapi ombak gak santai. Saat itu ombak menghempas saya setinggi dada. Saya pun harus pegangan ke bibir karang. Plus saya pakai sepatu.
Saya pun dipinjami sendal yang kebesaran yang membuat saya harus mati-matian mempertahankan sandal biar gak anyut hehehe. Satu per satu teman saya berhenti. Alasannya dia membawa kamera DSLR yang gak memungkinkan menyisir tanjung ini lebih jauh lagi. Setelah teman saya, saya pun menyerah karena sudah lelah berperang dengan ombak yang tak keruan datangnya.
 Si bocah-bocah ini pun mendampingi saya, tapi pendekatan dia ternyata cuma buat minta difoto. Oke baiklah meski saya sudah tak ada mood karena lelah untuk foto-foto. Karena teman saya sudah muncul lagi kami pun memutuskan kembali. Dia mengeluh sih gak bisa menjangkau makam keramat yang katanya ada di sini.
Lu gila kali! itu umpatan saya kepada bocah-bocah ini. Satu bocah pun bagai monkey cekatan naik sambil membuka jalan. Dia menyarankan untuk mengikuti jejak yang dia lewati sambil merambat-rambat. Semua teman lelaki saya memandangi saya maksudnya gak yakin apa saya bisa.
Saya pun demikian, tapi kalau gak coba ya gak tahu...itu prinsip saya, ternyata dengan jurus monkey serta bak ulet merambat-rambat saya berhasil naik ke atas tebing setinggi 10 m.Â
Sesekali teman saya khawatir ayo bisa bisa. Dan jrejreng bisa dong! Huwaaa ga nyangka banget. Temen-temen saya langsung memuji-muji keberanian saya. Duh, saya pun gak nyangka bisa melaluinya meski tadi si sandal nyangkut di ranting puun. Oke baiklah kita pulang....
Ternyata belum bisa pulang dong guys, bapak bank minta menemani dia menemui nasabahnya yang punya kredit macet. Duh, yaudah lah ya karena kata dia sejalanan kok.Â
Sampai di sana sudah hampir malam, ternyata banyak yang memnafaatkan bantuan untuk ngewarung atau nelayan tapi gak bisa bayar cicilan meski rumahnya itu gak miskin-miskin banget. Dia membisiki saya, katanya siapa tahu mereka bayar kalau didatangi gerombolan kek gini. Eh bener lho ada yang bayar hahha...
Karena lapar mendera kami akhirnya jajan cilok di pinggir desa dan jlep! mati lampu. Oh mai god! Celakanya gak ada tuh namanya lampu cadangan semua pake lilin jadilah kita gelap-gelapan dan pulang juga. Si orang bank meminta kami untuk tidak memakan apa yang diberikan orang sana dia takut kami kenapa-kenapa hah, apa nih maksudnya.
Akhirnya setelah sekian purnama, kami pulang juga huwaaaaa.....tapi jalanan pulang udah kebayang dong kek gimana. Gak ada lampu sama sekali. Lampu motorpun redup redup alamak. Ngeliat aja susah. Tapi emang ya, si bocah-bocah ini anak jalanan jadi tau dah mereka mana jalannya yang bener. Saya udah dilingkupi kecemasan luar biasa, sembari terus berdoa agar kami bisa pulang dengan selamat.