Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Cobain Ikan Fufu dan 8 Jenis Sambal Kesukaan Bu Megawati

27 April 2021   14:25 Diperbarui: 27 April 2021   16:40 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena perut udah melilit banget kelaperan, maka saya putuskan meninggalkan teman saya yang masih menyelami sejarah peradaban kesultanan Bacan. Dan mulai cari-cari makan yang semuanya serba ikan. Ini bikin salah satu teman saya gak nyaman, karena dia gak gitu suka ikan. Hmm belum aja dia ditenggalamin bu susi. Wkkwkwkw.. 

Sebenernya di sini udah kayak surganya ikan. Kita bisa makan ikan apa saja yang bahkan aneh di telinga, salah satunya ikan fufu. Ih, gemez amet ya namanya. Saya pun dibawa ke penjual ikan fufu. Bersama sang suami dia tengah sibuk mengasapi ikan ini sampai baunya kemana-mana. Jadi ikan ini adalah ikan cakalang, tuna, atau tongkol yang diasapi. Karena diproses demikian, membuat ikan ini jadi bertahan lama bisa sampai 3 hari. 

Kami membeli beberapa ekor ikan fufu ini yang dijual mulai dari Rp 30 ribu. Ikan ini biasa juga dimakan sama sambal dabu. Rasa ikannya benar-benar asli karena tidak ada tambahan bumbu apapun, namun yang bikin mantep itu ya daging ikannya tebal dan padat. Jadi bisa disantap ramean banget. Lucunya, malah ada teman saya yang sanggup menghabiskan 2 ikan fufu segede gaban ini. Wow hebat hahaha... dia emang pencinta ikan. Kalau kamu lagi di Bacan,  Halmahera Selatan wajib banget coba ikan ini. Ikan ini udah juga jadi oleh-oleh khas bacan makanya si ibu suka mengirim ikan-ikan ini sampai ke Makassar. Wadidaw.

dokpri
dokpri
Bukan cuma ikan, Bacan juga punya kuliner wow lainnya. Sederhana si cuma sambal. Tapi sambal yang mereka punya itu ada 16 jenis. Terbanyak mungkin di Indonesia. Saya pun sampai kesulitan menghapal. Senengnya itu kita pas makan malam di warung baso ikan bukan sapi, disediain dong 8 diantara 16 sambal itu. Deretan sambal ini bikin saya mengaga saking takjubnya. Selain ada sambal, yang gak ketinggalan juga roti pink berbentuk segitiga. Ini roti sagu yang saya pikir ini enyak... tahu-tahunya keras abis sampe rasanya gigi mau copot wkwkw.. dan rasanya tawar. Biasanya emang dicelup sama kuah ikan kuning yang masih hangat si. Tapi saya belum pernah coba.

Balik lagi ke sambal, saya menandai beberapa sambal yang kami santap meski namanya suka tertukar-tukar. Maklum otak saya dikit wkwkw. Jadi beberapa sambal atau dabu ini punya kekhasan biasanya ibu-ibu bacan membuatnya dengan kelapa bahkan ada sambal yang difermentasi. Yang paling saya suka Dabu Colo-Colo yang mirip kayak sambal umumnya namun lebih terasa segar dan pedas. Bu Mega juga menggemari sambal-sambal ini, yang paling dia suka sambal Dabu Beo. Bahkan konon katanya, saking ketagihannya bu Mega sampai minta dibungkus dan dibawa pulang. Ada-ada aja presiden ke-5 kita ini wkwkw.

dokpri
dokpri
Sebenernya di antara liputan dua tempat itu, kami terlebih dulu mengunjungi workshop batu bacan yang udah sepi banget. Kebayang dulu waktu zaman jaya-jayanya, pasti ramai banget. Bapak penjual ini pun sebenernya tidak membuka workshop karena memang pesanan belum ada. Tapi demi kami yang meliput dia pun bersedia membukanya kembali.

dokpri
dokpri
Bebatuan yang dia punya pun tak banyak. Sinar mata bapak itu tidak lagi cerah seredup tren batu baca kini. Dulu berkat batu bacan, dia bisa beli kendaraan sampai rumah, ikut kontes dan batunya bisa terbang sampai luar negeri. Tapi sekarang pesanan sungguh jarang, miris akutuh ngelihatnya. Mungkin memang kalau ada tren jangan mudah terlarut ya nanti jatuhnya sakit. Eaa...

Menjelang sore kami mampir ke Benteng Bernave yang letaknya di tengah permukiman penduduk. Benteng ini cuma dibiarkan begitu saja, seolah gak ada jejak sejarah padahal benteng ini udah lama banget karena ada dari zaman Portugis Spanyol. 

dokpri
dokpri
Hm... tapi memang tidak ada yang spesial di benteng ini kecuali berbagai meriam, ada ruangan di bagian atas juga, entah itu penjara atau apa sama sekali enggak ada keterangannya. Sedih. Pasti sebenernya benteng ini punya sejarah yang menarik. Tapi kenapa dah gak disampaikan informasi yang menyeluru. Benteng dibiarkan gelap dan diselimuti lumut.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun