Saya baru pertama menjejakkan kaki di tanah Samarinda. Dari atas pesawat saya sudah tercekat dengan tanah Borneo yang berlubang-lubang akibat eksplorasi tambang di mana-mana meski mayoritas masih berupa hutan. Hm... sakit ya rasanya lihat pemandangan begitu.Â
Landing, saya sudah dijemput seorang bapak yang meski ada di Samarinda dia ternyata berasal dari Jawa. Dia bilang bahwa dia ikut program transmigrasi yang digalakkan Soeharto. "Sekarang sudah jarang penduduk asli kebanyakan pendatang," dia bilang begitu. Kebetulan saya bareng sama kontributor yang dihijrahkan dari Jakarta-Balikpapan dan terdampar di Samarinda.Â
Sejak kemunculannya di hadapan kami, dia sudah menggerutu terus betapa dia sebal dipindahkan dari Balikpapan ke Samarinda karena dinilai tidak sebagus daerah pertama. Dinilai Samarinda itu lebih tidak teratur dari segi perilaku warga sama tatanan kota. Diketahui juga, Â meski jadi ibukota provinsi Kaltim ternyata Balikpapan jauh lebih maju. Bahkan baru belakangan Samarinda punya bandara dan itu jauh banget dari pusat kota dengan belak belok naik turun dan membelah hutan juga. Wow banget yaa....
Bandara ini sebenernya baru dibandingkan dengan Bandara di Balikpapan dan masih dikelola sama Kemenhub, bukan kayak yang lainnya yang dikelola sama Angkasa Pura.
Tapi yang perlu diketahui juga jarak Samarinda ke Balikpapan itu sebenernya jauh banget 4 jam dengan jalan yang katanya rawan mabok darat. Hm... Sampai di Samarinda kita langsung pesan soto Banjar yang makin panas dimakan pas tengah hari bolong wkwkw...Â
Sehabis riweuh dengan soto, ternyata saya membuktikan benar adanya kalau.... orang-orang di Samarinda itu benar-benar sembarangan. Belok, nyalip kanan kiri dan rasanya hampir menabrak banyak orang. Hmmftt deg degan tuh saya.
Ok sampai hotel kita beberes dulu sebelum acara malam hari. Malamnya kami berkumpul di salah satu universitas, jadi brand yang saya beritain ini akan mendukung penelitian herbal untuk universitas ini.
Dari wawancara saya diketahui juga beberapa dosen juga sudah menemukan beberapa tanaman yang punya nilai kesehatan tinggi, misal pasak bumi dan tanaman endemik khas kalimantan lainnya. Kalau saya jadi pengusaha saya suruh tuh peneliti jadiin tanaman itu obat buat diproduksi massal.Â
Sebelum pembukaan saya juga menyaksikan tari perang sampai tari burung enggang. Ini perdana saya menyaksikan tarian khas kalimantan. Seru banget dan bersemangat.
Esokannya saya kembali ke universitas negeri ini, kali ini ada seminar soal tanaman herbal yang ternyata ada bidang ilmunya sendiri di ranah kedokteran. Wow banget kan. Pokoknya saya bekerja tuh selalu sekalian sambil kuliah jadi ada aja yang dipelajari. Asyik banget.Â
Sampai siang, akhirnya pekerjaan saya selesai. Saya pun memutuskan untuk tinggal sementara di Samarinda. Gak lama sih cuma nambah sehari lagi, jadi setelah mandi setelah diterpa sama panasnya samarinda yang lebih dari Jakarta.