Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengejar Matahari Tenggelam di Malang Pakai Ngebut

3 November 2020   17:13 Diperbarui: 3 November 2020   17:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malang, tak pernah jenuh yang untuk terus kembali kemari. Saya sendiri sudah 2 kali kemari kalau sudah pernah baca cerita saya ke Malang beberapa waktu lalu, mulai dari backpacker sendirian sampai liputan hujan-hujanan. 

Saya kembali ke Malang kali ini demi mewujudkan bucketlist saya untuk ke Bromo. Gunung para dewa yang sangat mahsyur di republik ini tapi saya belum pernah menyentuhnya.

Makanya dengan mengajak teman barengan saya ke kantor, saya berniat ke sana dengan tiket pesawat yang tidak promo karena mengandalkan gaji ke-13 hahaha. 

Kita pun beli tiket mepet-mepet dan cari tetep yang paling murah. Berangkat Jumat pagi lalu langsung berencana mengejar sang surya tenggelam di Kabupaten Malang. Sebelum perjalanan saya sempat bimbang apa saya harus benar-benar mengejar senja itu karena harga sewa mobil yang ditawarkan pada saya Rp 500 ribu seharian dengan estimasi waktu 2 jam perjalanan ke Kabupaten Malang. Ini tentu saja rugi di waktu karena kita baru sampai sekitar pukul 12 belum juga makan siang dan seperangkat kerepotan lainnya.  

Tapi emang dasar sableng dan udah tergila-gila sama senja maka apapun saya lakukan hehehe.. beruntung teman saya mengerti ambisi saya dan ga rewel sebab dia pun mau melihat pantai. 

Tetapi teman saya pun gak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk kulineran yang kemudian dia tulis jadi berita. Makanya sampai di Malang kita ga bisa langsung cus ke pantai karena harus kulineran dulu kan lumayan tuh di reimbuse makan siang kalau jadi berita. hehehe...

Semula terjadi kebingungan yang mungkin membuat si bapak driver bingung juga karena sebagian tempat buka malam hari malahan ada yang sudah tutup. Kalau kulineran malam hari takut kemalaman juga. 

Semula kita mengincar rawon yang sudah lama berdiri sekitar 1970-an (pegel juga berdiri berpuluh tahun heheh) masih buka sih warung sederhana itu, tapi hampir semua isi rawon habis tinggal sisa-sisa aja. Makanya gak jadi karena dianggap ga worhted jadi berita. Padahal tempat ini searah dengan pantai yang kita tuju. 

Baso Bakar Pak Man

Alasan itu akhirnya kita putuskan balik arah untuk mencoba baso bakar fenomenal di Malang. Aneh juga siang-siang makan baso bakar pikir saya. Tapi jangan salah, karena saya gak pernah nyesel ke sini. Enaknya poll. Namanya baso bakar Pak Man. 

Seperti biasa no free lunch ya walau direimbuse tapi makanan enak ini kalau lagi direview nelennya jadi susah. hahahha... kenapa? baru satu suap udah disuruh bantu temen bantu pegang ini pegang itu, arahin mangkok sama garpu ke kanan ke kiri diangkat diturunin hahaha.... kasian juga dia makannya jadi gak nikmat dan jadi serba cepat karena kita mau kejar sunset kan yang lama perjalanannya 2 jam.

dokpri
dokpri
Sebelumnya, saya juga pernah makan beragam bakso bakar, salah satunya di jalan pahlawan yang rasanya B aja. Kalau ini pedesnya endes dan ada yang kuah juga. Bihunnya yang biru (aneh) bisa diambil sepuas-puasnya juga hehehe dan karyawan di sini welcome banget kita rekam sana sini. Oiya harga baso bakar yang tusuknya segede gaban ini dihitungnya per butir. Basonya ukuran sedang lah ada yang urat ada yang biasa, harganya Rp 30 ribuan per tusuk isi 15. 

Pantai Goa China

Perjalanan selama 2 jam pun dimulai, kami sempat tertidur sebentar lalu bangun saat kami sudah berada di tengah dataran tinggi. Jalan menanjak pepohonan makin rindang dam banyak ditemui orang-orang desa yang memikul rumput untuk pakan ternak. Benar-benar suasana desa banget. Tapi jangan sedih masih ada kok Alfamart hehehe...

dokpri
dokpri
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 lewat, makin deg-degan takut gak dapet sunset apalagi belum memasuki kawasan pantai. Mobil pun makin ngebut, dan kita tetap kekeuh untuk melihat sunset di pantai Goa China yang terkenal lebih bersih dan sepi. Sebenarnya ada pantai-pantai yang lebih dekat sih tapi entah kenapa si driver berhasil meyakinkan kita untuk pergi ke Goa China aja sembari optimis waktu masih cukup. 

Memasuki kawasan pantai terbentang jalan yang mirip jalan tol yang mulus tapi sepi bukan kepalang. Sayangnya minim penerangan. Karena kita datang pas weekday makanya sepi banget dan jalanan lengang. Saya pun terus menyemangati si bapak supaya makin laju memacu mobilnya sembari memperhatikan posisi matahari hahaha.... dan pas sampai pantai Goa China ini ternyata masih masuk ke dalam lagi dengan jalan rusak. 

Hati ini makin deg-degan takut ngebut selama  2 jam sia-sia dan gak dapet sunset. Turun dari mobil kita pun lari-lari macem orang kesetanan. Hingga akhirnya kita pun tersenyum karena sunset merekah bulat sempurna. Memang senja tak pernah mengecewakan. 

Langsung deh cekrak cekrek dimana-mana mengabadikan sendunya senja kala itu. Suasana makin syahdu berkat suara deburan ombak, sejuknya angin yang membelai serta pasir yang terinjak lembut. Ahhh.. nikmat tuhan mana yg mau didustakan coba!

Seperti biasa, saya kalau sudah melihat ini kegirangan bukan kepalang. Lari-lari, loncat-loncat, meledek ombak lalu lupa kalau habis putus cinta hahaha...

Kita gak punya waktu banyak karna senja tak pernah setia dia selalu menenggelamkan pesonanya lalu berganti menjadi gelap. Kira-kira kita cuma bisa menikmati sekitar kurang dari setengah jam, sahutan azan pun menggema maka kami solat di toko mini yang menyediakan musala. Sebenarnya di sini benar-benar ada gua di atasnya yang juga jadi tempat ibadah umat Hindu. 

Ya, di sini banyak orang Hindu karena tersebar bermacam pura. Sukses mengingatkan saya pada seseorang hehehe... 

Kita pulang dengan gelap yang menyelimuti dan hanya ada lampu mobil temaram. Memang kalau dipikir rela banget habisin 2 jam perjalanan untuk sunset yang berlangsung ga lebih dari setengah jam. Tapi Masya Allah ya pesonanya berbekas sampai sekarang jadi saya rasa gak sia-sia perjalanan itu. 

Sepulang dari sana semula kita mau review kuliner lagi tapi karena terlalu lelah dan mau nikmati makan sebenar-benarnya maka batallah rencana review. Berganti dengan janji bersama teman untuk makan malam di salah satu restoran Java Dancer yang banyak diisi bule nongkrong karena tempatnya klasik tapi harga gak asyik. Kantong kita lumayan jebol karena seporsi soto sampai 50 ribu hm...cukuplah sampai di sini hedon kuliner yang ternyata rasanya B aja.

Dari java dancer, kita mencari hotel pesanan kita di red doors yang ternyata bagus sesuai dengan  reviewnya. Bersih dan murah pastinya. Cerita soal bromonya nanti yaww... oia lihat juga video serunya di sini. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun