Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjejak Sejarah Uncle Ho di Hanoi, Vietnam

11 Januari 2018   16:06 Diperbarui: 11 Januari 2018   16:09 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya gw adalah orang yang males banget wisata sejarah, tapi di Hanoi, Vietnam seakan lu kudu harus wisata sejarah di sini karena daya tarik utama kota ini adalah untuk mengenal dan menyanjung kembali Uncle Ho, pendiri negara Vietnam. 

Gw pun baru benar-benar memperhatikan bapak tua bertubuh kecil ini lebih dalam lagi saat di Hanoi, padahal sebelumnya cuma kenal nama aja. Tak disangka si paman Ho ini bener-bener disanjung banget ngelebihin orang-orang kita menyanjung Soekarno. Gw juga bingung daya pikatnya benar-benar besar, bahkan menjalar ke orang-orang asing. 

Menurut gue sih, kayaknya si paman Ho ini pengaruhnya dan keterkenalannya juga hampir sama dengan Soekarno cs tapi kenapa bisa sebegitu penasaran para turis tentang uncle Ho.

Baiklah, kita mulai penjejakan soal uncle Ho dengan menyewa uber dari depan water puppet theater menuju Ho Chi Minh Mausoleum. Ga perlu susah-susah ke sini kita bisa nyewa uber untuk ke sini harganya sekitar 20 dong atau 10 ribuan aja. ngomong-ngomong soal Uber memang bahasa adalah kendala yang sukses bikin gue deg degan. 

Pada perjalanan pertama menuju Mausoleum alias kuburan uncle Ho gue ga ada masalah karena si bapak masih bisa rada-rada inggris dan kita terbantu dengan aplikasi yang menunjukan tujuan kita, meski kadang-kadang tiba-tiba otomatis berubah jadi bahasa Vietnam. Nah lho. 

Pada perjalanan pulang gue hampir meng-cancel si bapak sopir yang tiba-tiba nelpon gw pake bahasa vietnam dan gue jawab pake bahasa inggris. Kita bicara  masing-masing dalam bahasa sendiri2 tanpa mengerti satu sama lain dan sembari mengira-ngira ini orang nunggu dimana dah. Gw SMS lah doi kalau gw berada di tepat di Imperial Citadel of Thng Long atau dalam bahasa vietnamnya adalah Hong thnh Thng Long.

Eh si sopir uber masih gak ngerti dia terus aja nelpon sambil nyerocos pake bahasa Vietnam dan gw bilang gw lagi di Hong thnh Thng Long (mampus lah gw ga tau bacanya gimana).Akhirnyan gw ikutin GPS nya dan gw bilang WAIT WAIT! alhamdulillah akhirnya dia ngerti apa itu artinya WAIT. Hasilnya dia pun setia menunggu gue yang tergopoh-gopoh nyariin dia. Meski berbagai masalah mendera, uber memang patut diandalkan di tengah kabar taksi vietnam yang terkenal suka scamming. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Ho Chi Minh Mausoleum

Di hari kedua di Vietnam gw ke Ho Chi Minh Mausoleum yang dijaga tentara berbaju mirip orang mau marching band. Di jam-jam tertentu ada kesempatan untuk melihat pergantian penjaga, dan pas banget waktunya gue sama nyokap nyaksiin meski gak ada yang spesial. Orang-orang pun dilarang terlalu dekat di area Mausoleum. 

Uniknya banyak banget turis China di sini dan si paman Ho ini emang terkenal banget di kalangan turis China. Ya dulu kan si China adalah teman dekat Vietnam dan sering saling tolong menolong. Di depan makam ini ada lapangan gede banget dengan rumput yang terawat beda sama mobile WC yang ada di sebelahnya, baunya nauzubilah. 

Dari makam kita bisa masuk ke istana negara yang terletak di sampingnya, untuk masuk ke sini harga tiketnya 40 ribu dong, rata-rata museum narifin harga segitu. Sama kayak musem perang dan museum-museum lainnya. 

Untuk masuk ke istana negara ini, turis-turis kudu ngantri dan itu rame banget, antreannya panjang banget buat ekspektasi lu makin tinggi kan. Saat ngantre ternyata kita barengan sama para mantan pensiunan tentara yang berseragam kayaknya di dalam istana emang lagi ada acara deh. 

Di dalam kompleks istana negara ini dipamerkan bermacam-macam ruangan, mulai dari ruang tidur uncle Ho, sampai ada salah satu rumah panggung tempat dia tinggal, membaca buku, rapat yang semua bisa kita lihat melalui kaca. Selain, ruang-ruang tersebut ada kolam ikan, foto2 dan gitu aja lah.... tapi kenapa bisa sampe turis ngantre panjang bener ya. Padahal ga jauh beda dari museum sumpah pemuda atau museum di Indonesia lainnya, dan klo di Indo meseum jenis ini ditinggalin, di Vietnam justru dicintai turis mancanegara. 

Ini yang buat gue heran, padahal gw datang pas weekday tapi rame banget lho... emang sebegitu keren ya uncle ho di mata dunia?  (gue sampe tanya temen gue anak sejarah gara2 fenomena ini) 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Gw sama nyokap sampe geleng-geleng kepala. Bahkan istana yang mungkin cuma 1/10 nya dari istana Bogor ini sukses bikin gw sama nyokap penasaran, mungkin gak ada yang bisa dijual lagi sama Vietnam kecuali kedigdayaan mereka dalam berperang mengalahkan negara super power Amerika. Vietnam itu setahu gue paling banyak dijajah dibanding dengan negara asia lainnya. Mereka dijajah banyak negara, saking sering terbiasa berperang mereka akhirnya bisa menang dari Amerika. Mungkin itu yang buat banyak bule berdecak kagum sama sejarah miris sekaligus heroik Vietnam dan uncle Ho.  

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dari kompleks istana negara ini ada museum lainnya, Ho Chi Minh Museum. Dibandingkan kita, orang-orang Vietnam benar-benar mendewakan si bapak Ho ini. Dia digambarkan nyaris tanpa cela. Dan gue udah lelah dengan pen-dewa-an ini jadi gw memutuskan gak masuk ke dalam museum itu. Cuma foto-foto aja. Dan gak jauh juga dari situ ada tempat sembahyang untuk umat Budha yang dikelilingi dengan bendera warna -warna budhis. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
 Kita sempat masuk ke dalam tapi tidak mencoba sembahyang lho yak. Cuma potret secukupnya dan jangan ganggu orang yang lagi sembahyang. 

Museum Perang

Setelah dirasa puas, akhirnya kita keluar kompleks dan mulai mengikuti petunjuk waze untuk ke lapangan lenin yang memang berseberangan dengan museum perang Vietnam. Ternyata jalan kaki dari sini cuma sekitar 500 m aja. Menuju ke sana, kita juga ngelewatin banyak rumah dan kedutaan negara lain yang hampir semua bergaya kuno kolonial. 

Tidak ada yang menarik di lapangan Lenin selain, si patung perunggu Lenin yang berdiri tegap. Di sana juga udah stanby orang bertopi cuping yang memanggul buah-buahan. Gw udah baca-baca soal tipu-tipu pedagang ini. Mereka biasanya menawarkan orang asing untuk berfoto sambil bawa panggulan dan pake topi ala petani itu. Trus dipalakin duit deh. 

Karena gw udah punya pengetahuan ini, gw menolak saat ibu2 tersebut maksa-maksa 'nyerahin' dagangan untuk dipotret, Sori bu di Indonesia udah buanyak banget dagangan jenis ini hehee... karena terus maksa kita pun dikejar dan terpaksa lari ke seberang alias museum perang. 

Ternyata museum perang tutup, dan dibuka lagi pukul 2 siang, jadi kami terpaksa muter-muter dulu sambil beli makan. Sekali lagi sulit mencari makanan yang benar-benar bebas haram. Jadi terpaksa makan popmi di circle k sekalian belanja oleh2 makana yang asing-asing. 

Mau tau kelanjutan cerita di museum perang tungguin cerita selanjutnya. 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun