Mohon tunggu...
Thomas Aeron Hans
Thomas Aeron Hans Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kuliah di UKSW Salatiga

Have a Nice Day :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bukan Pestisida, Pengendalian "OPT" yang Ramah bagi Petani, Lingkungan, Tanaman, dan Hewan

23 Oktober 2022   16:09 Diperbarui: 23 Oktober 2022   16:17 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://distanpangan.baliprov.go.id/

Organisme pengganggu tanaman atau bisa disebut sebagai hama yang tidak terkendali dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman dari segi kuantitas dan kualitasnya. Kerusakan tanaman akibat OPT dapat dipengaruhi oleh ketahanan varietas tanaman terhadap OPT, keadaan lingkungan fisik dan biotik, terdapatnya sumber serangan, serta kemampuan petani untuk mengendalikan OPT.

Pengendalian OPT yang lazim digunakan petani adalah pemberian insektisida, padahal pengendalian dengan menggunakan bahan kimia sebaiknya dilakukan pada tahap terakhir setelah melakukan pengendalian lainnya karena bahan kimia cenderung dapat meningkatkan daya tahan / resistensi pada hama dan dapat menciptakan hama sekunder.

Konsep PHT atau pengendalian hama secara terpadu dapat terlebih dahulu diterapkan karena memperhatikan kelestarian lingkungan seperti penggunaan perangkap kuning untuk menekan hama sayuran, memanfaatkan musuh alami hama, memilih varietas tanaman yang lebih tahan dan kuat sehingga cepat mengatasi kerusakan yang terjadi karena hama, penanaman dengan sistem tumpang sari.

Pestisida terpaksa digunakan sebagai pilihan terakhir jika pengendalian hama secara terpadu (PHT) masih belum mampu mengusir OPT namun pestisida yang digunakan harus diperiksa terlebih dahulu pada kandungannya dan manfaatnya dan secukupnya saja sehingga tidak akan berakibat sebaliknya. Kebijakan pembangunan yang menjaga kelestarian lingkungan dan memperhitungkan dampak buruk penggunaan pestisida kimia harus didukung oleh pengendalian hama berdasarkan pertimbangan ekologis/epidemiologi dalam rangka pengelolaan lingkungan yang sehat (Hasyim, Setiawati, dan Lukman, 2015).

Penurunan pemakaian pestisida kimia dapat meningkatkan ketersediaan musuh alami di alam. Pestisida dalam jangka panjang juga dapat menyebabkan keracunan pada manusia yang dampaknya lebih ke arah merugikan daripada baiknya. Sistem tumpang sari ini menempatkan dua tanaman pada baris/petak yang berdampingan seperti pada tanaman jagung dengan kacang tanah, kacang tanah disini menjadi habitat alami bagi laba-laba yang menyerang hama batang jagung.

Sistem tumpang sari/ intercropping ini memiliki keuntungan selain mengusir OPT yaitu pengolahan tanah lebih efisien, pemupukan, tenaga kerja, perbaikan iklim mikro, keseimbangan air dan daur ulang hara internal, serta meningkatkan pendapatan petani. Bagi petani, sistem tumpang sari ini menarik dikarenakan kemampuannya dalam mengurangi resiko kegagalan satu jenis tanaman akan tertutupi oleh kesuksesan panen jenis tanaman lainnya.

Pembentukan varietas tanaman unggul tahan hama dilakukan dengan metode persilangan namun masih terbatas karena ketahanan spesifik sulit untuk disilangkan dan sulit untuk mendapat hasil ketahanan yang tinggi. Pergiliran tanaman dapat mengurangi populasi OPT karena kehilangan tempat tinggal dan tempat mencari makanan (Hasyim, Setiawati, dan Lukman, 2015).  

Dalam pengelolaan lingkungan terpadu dapat membuat lingkungan mendukung berfungsinya musuh alami OPT dengan maksimal seperti parasitoid, predator dan patogen untuk memberantas hama tanaman jambu mete. Pemanfaatan musuh alami ini sangat efektif karena alasan : ketersediaan sumber hayati yang tak terhingga, ekosistem pertanian dan iklim tropis yang sangat mendukung dalam aplikasinya (Samsudin, dan Trisawa, 2011).

OPT pada tanaman jambu mete yaitu kepik pengisap / Helopeltis spp. dan wereng pucuk mete / WPM. Parasitoid yang berpotensi dapat menekan populasi kepik pengisap / Helopeltis spp. adalah Apanteles sp., Euphorus helopeltidis Ferr., Erythmelus helopeltidis Gah, Leiophron helopeltidis dan Telenomus. Predatornya adalah semut rangrang, semut hitam, belalang sembah, laba-laba dan cocopet.  Patogen yang sudah digunakan saat ini adalah cendawan B. bassiana, dan Spicaria sp.

Parasitoid wereng pucuk mete (WPM) yaitu Aphanomerus sp., Epieurybrachys sp., Synnematium sp. dan Hirsutella sp. Musuh alaminya adalah kumbang Coccinellidae, laba-laba, Chrysopa sp., lalat buas (Asilidae), belalang sembah (Mantidae), belalang pedang (Tettigoniidae), dan semut rangrang. Sedangkan patogennya ialah Beauveria bassiana, Synnematium sp., dan Hirsutella citriformis. Pelestarian musuh alami dapat melalui manipulasi lingkungan, yaitu menyediakan inang atau musuh alternatif, penyediaan sumber nektar, dan memodifikasi teknik budidaya tanaman seperti menghindari penggunaan insektisida berspektrum lebar (Samsudin, dan Trisawa, 2011).

Sumber : https://distanpangan.baliprov.go.id/
Sumber : https://distanpangan.baliprov.go.id/

Inovasi baru yang ramah lingkungan dengan menanam tanaman pinggir refugia sebagai perangkap alami hama. Tanaman refugia ini harus mampu menghalangi hama masuk ke area lahan, sebagai tempat berlindung sementara dan menyediakan tepung sari sebagai makanan alternatif bagi predator dan parasitoid. Tanaman refugia ini merupakan tanaman atau gulma yang tumbuh di sekitar tanaman yang dibudidayakan dan berpotensi sebagai habitat bagi musuh alami hama.

Tanaman refugia yang dapat ditanam di sekitar area tanaman kedelai seperti bunga Merigold (Tagetes erecta L), bunga Matahari (Helianthus annuus L.), bunga kertas (Zinnia sp) dan Kenikir (Cosmos caudatus). Musuh alami OPT seperti kumbang kubah, kupu-kupu, belalang sembah tinggal di refugia dan membuktikan tanaman refugia ini dapat menciptakan habitat bagi musuh alami hama tanaman kedelai yang akan mengusir OPT kedelai dan termasuk teknologi ramah lingkungan (Isnaini, dkk., 2021).

Tanaman refugia jagung (Zea mays) dan kacang panjang (Vigna cylindrica) yang ditanam di sekitar pematang sawah padi akan menciptakan diversitas / keseimbangan antara predator dengan serangga herbivora yang memakan padi. Predator yang terlalu sedikit tidak dapat menyeimbangkan jumlah serangga herbivora yang merusak tanaman padi karena tidak adanya tempat berlindung dan persembunyian predator jika tidak ada tanaman refugia yang ditanam (Setyadin, dkk., 2017).

Sumber: https://www.utakatikotak.com/
Sumber: https://www.utakatikotak.com/

Insektisida sintetik berbahaya dapat mencemari lingkungan, membunuh organisme, dan menyerang kesehatan manusia karena itu insektisida sintetik mulai dihentikan produksinya dan dikembangkanlah insektisida non sintetik atau nabati berbahan aktif metabolit sekunder tumbuhan. Insektisida nabati ini bersifat biodegradable atau mudah terurai, aman terhadap musuh alami hama, dapat memperlambat laju resistensi hama, dan menjamin usaha tani yang berkelanjutan.

Metabolit sekunder tumbuhan seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid untuk pertahanan diri tanaman. Insektisida nabati yang dapat dikembangkan, contohnya ekstrak P. retrofractum dan ekstrak A. squamosa pada konsentrasi 0,2% mampu memberikan penghambatan  aktivitas  makan  larva lebih dari 80%. Ekstrak P. retrofractum dan T. vogelii dapat menekan perkembangan populasi C. pavonana dan saat digabungkan dengan ekstrak A. squamosa akan lebih efektif lagi (Dadang, dan Prijono, 2011).

Contoh lainnya minyak serai wangi dapat mengendalikan nimfa B. tabaci (vektor penyakit virus kuning); ekstrak tanaman babadotan, kirinyuh, dan tagetes untuk mengendalikan Myzus persicae dan Trialeurodes vaporariorum namun tidak memberikan efek buruk terhadap musuh alami seperti predator M. sexmaculatus (Hasyim, Setiawati, dan Lukman, 2015).

Sumber : https://rm.id/
Sumber : https://rm.id/

Penggunaan teknologi pengendalian OPT yang ramah lingkungan adalah solusi untuk mengurangi populasi OPT namun tetap melestarikan lingkungan dan meningkatkan hasil panen. Pengurangan penggunaan pestisida dan insektisida karena berbahaya bagi lingkungan makhluk hidup dan bagi kesehatan manusia, untuk menunjang kemajuan teknologi pertanian yang berkelanjutan sebaiknya para petani memberantas OPT dengan benar dan dengan konsep pengendalian hama secara terpadu (PHT).

Pengendalian OPT yang ramah bagi lingkungan adalah sistem tumpang sari, pemilihan varietas tanaman yang tahan dan kuat terhadap hama, pergiliran tanaman, pemanfaatan musuh alami hama, budidaya tanaman refugia, dan menggunakan insektisida nabati. Para petani yang terbiasa dalam menyemprotkan pestisida untuk membasmi OPT diharapkan dapat menerapkan salah satu dari berbagai pengendalian PHT karena pestisida dapat merusak kandungan tanah, meresistensi hama, dan merusak kesehatan petani, sedangkan pengendalian PHT dapat menghemat biaya pestisida, dan tentunya lebih menguntungkan bagi keduanya para petani dan lingkungan makhluk hidup tumbuhan, tanaman, dan hewan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun