Di gelap ujung jalan,
Kau terdiam meratap kesedihan,
Aku hentikan langkah,
Memelukmu dan sedihmu.
Jalanan belum pernah se gelap itu, katamu.
Namun, tak sama denganku,
Derai air mata,
Terisak ketakutan,
Sudah bersahabat denganku sejak lama.
Kau kutuk dirimu,
Kau angkuh sepi,
Kau sembah patah hati,
Hingga tak berkesudahan lara menemanimu.
Tak kubiarkan kau pikul sendiri,
Sepi mu,
Patah hatimu,
Lara mu,
Kutemani kau semampu diriku,
Dengan sepucuk harap pada Tuhan,
Teman hidup sampai tua.
Berat rasa berpura-pura,
Kubohongi diri sendiri,
Ku tanyakan hingga berulang kali,
"Sanggupkah ku temani kau sembuhkan diri?".
Hingga kini,
Bukan sembuh yang kau dapat,
Namun diriku terus terluka,
Dihinggapi rasa bertaruh angan-angan.
Kau menang.
Kau memiliki teman dalam luka.
Kau terluka olehnya,
Dan oleh mu, aku terluka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H