Samar samar angin bersuara.
Membunyikan alunan merdu ke telinga.
Memberi petunjuk arah pikiran.
"Wahai jiwa kurang syukur", baris pertamanya.
Tak jemu kah dirimu mengeluhkan?
Manusia mana lagi yang kau idamkan?
Iri hati bersebab ditipu dunia, usai kapan
Damai menjauh, air mata mu mendekat kian.
Alasan rayu setan kah tangismu tempo hari?
Mudah sekali jiwa mu terbuai.
Ringan sekali kau buat setan itu berpesta.
Bersorak sorai atas penyakit hati manusia.
Sudahi sedu sedan mu,
Genggam erat jemari mu,
Mekar bunga tak bersamaan.
Biarkan mereka dengan jalannya.
Dan kau dengan jalanmu.
Bersyukurlah,
Bertumbuhlah,
Hidupi, Hidupilah dirimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H