Allah berfirman: Dialah sendiri tanpa campur tangan siapa pun yang telah mengutus pada masyarakat al-Ummiyyir yakni orang-orang Arab werung Raul yakni Nabi Muhammad saw, yang dari kalangan mereka yang ummiyyin yukni yang tidak pandai membaca dan menulis itu dan dengan demikian mereka sangat mengenalnya. Rasul itu membacakan kepada mereka ayat-ayat- Nu, padahal dia adalah seorang ummiy. Bukan hanya itu, daw Rasul yang ummiy itu juga menyucikan mereka dari keburukan pikiran, hati, dan tingkah laku urta mengajarkan yakni menjelaskan dengan ucapan dan perbuatannya kepada mereka kitab al-Qur'an dan hikmah yakni pemahaman agama, atau ilma amaliah dan amal ilmiah badabal sesungguhnya mereka yang dibacakan dujar dan disucikan itu sebelumnya yakni sebelum kedatangan Rasul itu dan setelah mereka menyimpang dari ajaran Nabi Ibrahim benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Sungguh besar bukti kerasulan Nabi Muhammad saw . yg dipaparkan ayat di atas dan sungguh besar nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada masyarakat itu.
 Kata ( ) al-ummiya adalah Terambil dari kata ( ) umm/ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ini karena masyarakat Arab pada masa Jahiliah umumnya tidak pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ammiy terambil dari kata  ( ) ummah/ umat yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur'an, yang oleh Rasul saw dilukiskan dengan sabda beliau: "Sesungguhnya kita adalah umat yang sey, tidak pandai membaca dan berhitung." Betapapun, yang dimaksud dengan al-Umwiyyin adalah masyarakat Arab.
Allah swt juga menurunkan kitab suci dan mengutus Nabi Muhammad saw. untuk mengantar manusa meraih kedua hal tersebut. Dari sini kalimat membacakan ayat-ayat Allah berarti Nabi Muhammad saw. "menyampaikan apa yang beliau terima dan Allah untuk umat manusia", sedang menyucikan mereka mengandung makna "penyempumaan potensi teoritis dengan memperoleh pengetahuan Ilahiah", dan mengajarkan al-Kitab merupakan isyarat tentang pengajaran "pengetahuan lahiriah dari syariat". Adapun al-Hikmah adalah "pengetahuan tentang keindahan, rahasia, motif serta manfaat-manfaat syariat". Demikian ar Rzi yang dikenal dengan gelar al-Imm.
Pendapat di atas tidak sepenuhnya diterima oleh ulama-ulama hun Syeikh Muhammad Abduh memahami arti ayat-ayat Allah dengan ayat-ayat kan yang menunjukkan kekuasaan, kebijaksanaan dan keesaan-Nya Membacakan ayat-ayat tersebut dalam arti menjelaskannya das mengarahkan jiwa manusia untuk meraih manfaat, pelajaran darinya, sam dengan firman-Nya dalam QS. Al Imran [3]: 190:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan cong terdapat ayat-ayat tanda-tanda bagi Ulul Albab (orang-orang yang berpikir Sedang makna menyuikan mereka adalah "membersihkan jiwa mereks dan keyakinan-keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lain yang nerajalela pada masa Jahiliah," sedang mengajar al-Kitab dipahami oleh Muhammad Abduh sebagai "mengajar tulis-menulis dengan pena", karena kata Abduh seperti dikutip oleh Rasyid Ridha dalam tafsir Masir- "Sesungguhnya agama (Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw iti telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan pena dan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkinga)
peradaban, serta pengaturan urusan umat." Adapun al-Hikeral, maka maknanya menurur Abduh adalah "rahasia persoalan-persoalan (agama), pengetahuan hukum, penjelasan tentang serta cara pengamalan dst."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H