Beberapa kali terlintas bayangan dari depan pintu kamarku yang memang sengaja tak ku tutup dengan rapat. Bayangan sesorang yang tengah berjalan mondar-mandir penuh keraguan. Bukan hanya kali ini saja aku merasakan bayangan tersebut. Namun, sudah dari beberapa hari belakangan ini. Hari-hari lalu memang aku sengaja mengabaikan itu semua dan memilih fokus pada kertas dan pensil yang ada dihadapanku. Tapi rasanya tidak dengan kali ini karena bayangan itu cukup menganggu konstrasiku.
Aku meletakan pensil dan beranjak menuju pintu kamar. Aku membuka pintu kamar perlahan dan benar saja aku mendapati Ibuku yang sedang mondar-mandir tidak jelas.
"Ibu." Ucapku membuat Ibu terkejut lalu menghentikan langkahnya.
"Oh, Naya..." Kata Ibu tersenyum canggung.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu, kau harus segera bersiap untuk pameran nanti, bukan?"
Aku masih belum menjawab pertanyaan Ibu karena aku tahu pertanyaan itu sengaja dilontarkan oleh Ibu untuk mencairkan suasana canggung ini.
Ibu berdiri tepat di depan pintu utama gubuk sederhana ini dan gelagat khawatir masih terlihat jelas dari tingkah Ibu. Merasa tidak mengerti dengan situasi ini, aku memilih untuk menghampiri Ibu dan memastikan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Ada apa, Bu?" Tanyaku penasaran.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Cepat kau masuk lagi ke kamarmu dan persiapkan semuanya untuk pameran dengan baik. Udah sana." Ucap Ibu sembari mendorongku masuk kembali ke dalam kamar. Namun, merasa ada sesuatu yang mengusik Ibuku aku kembali berbalik arah menuju jendela rumah.
Aku dibuat semakin bingung ketika melihat jendela. Tidak ada pandangan aneh dari luar sana. Hanya ada tukang sayur yang sedang berhenti tidak jauh dari rumahku dan beberapa Ibu-Ibu tetangga yang sedang berbelanja dan saling mengobrol.
Normal. Sungguh sebuah keadaan yang normal dan wajar terjadi di sebuah kampung. Tidak hanya di kampungku, aku yakin kegiatan Ibu-Ibu belanja sayur itu adalah kegiatan sudah biasa terjadi dan tentunya bukan suatu masalah.