Pada Era Globalisasi saat ini, kemampuan dan keterampilan dalam mengolah informasi sangat diperlukan oleh peserta didik, hal ini berhubungan erat dengan kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan diri terutama dalam pengembangan budi pekerti. Kesalahan dalam mengolah dan menganalisa informasi oleh peserta didik akan berakibat fatal terhadap masa perkembangannya dan masa depannya.Â
Untuk itu kemampuan mengolah, menganalisis, dan merefleksi sebuah informasi adalah sangat penting. Kemampuan dan keterampilan peserta didik mengolah, menganalisis, dan mampu merefleksinya dapat tercapai apabila ada kegiatan pembiasaan yang mengarahkannya.
Kegiatan budaya literasi merupakan kegiatan yang saat ini menjadi gerakan nasional pemerintah yang tidak hanya berfokus pada satu aspek saja, namun meranah pada beberapa aspek, sehingga mudah dikembangkan dan diimplementasikan pada lingkungan pendidikan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan gerakan literasi sekolah (GLS) yang melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan.Â
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi adalah kemampuan berpikir kritis. Menurut Cahyana dkk (2017:16) berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Dengan demikian kegiatan literasi sangat penting untuk membangun keterampilan berpikir kritis peserta didik.Â
Dengan membangun budaya literasi pada peserta didik dapat meningkatkan berpikir kritis peserta didik, karena dengan budaya literasi peserta didik akan dihadapkan beberapa permasalahan yang mereka temukan setelah mereka membaca dan menyimak sebuah cerita atau informasi. Dengan permasalahan yang peserta didik temukan, secara otomatis akan menimbulkan berbagai analisis permasalahan sehingga membentuk karakter peserta didik yang kritis.
Budaya literasi dan berpikir kritis memang mempunyai hubungan yang erat, oleh sebab itu berpikir kritis berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) sangat penting. HOTS (Higher Order Thinking Skills) mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun budaya literasi karena sesuai dengan apa yang telah diamanahkan pada pengembangan kurikulum 2013. Tiga hal penting yang menjadi fokus dalam implementasi kurikulum 2013 antara lain penguatan pendidikan karakter, penguatan literasi dan pembelajaran abad 21. Budaya literasi di dalam implementasinya di dalam pembelajaran, utamanya pendekatan saintifik tersirat dalam skenario pembelajaran. Skenario pembelajaran yang diharapkan berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir kritis (critical thinking skill) dan penilaian hasil belajar berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills).
Data statistik UNESCO pada tahun 2012 menyebutkan indek minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor 69 dari 127 negara. Keprihatinan kita makin bertambah jika melihat data UNDP yang menyebutkan angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen.Â
Sebagai pembanding, di Malaysia angka melek huruf 86, 4 persen. Dengan demikian budaya literasi saat ini masih merupakan agenda utama pemerintah dalam upaya peningkatan budaya baca. Oleh sebab itu budaya literasi tidak serta merta secara langsung diberikan kepada peserta didik namun melalui berbagai program kegiatan yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun di lingkungan keluarga serta di lingkungan masyarakat.
Budaya literasi yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas harus berorientasi pada keterampilan berpikir kritis peserta didik sehingga mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih kondusif dan pada akhirnya menghasilkan hasil belajar yang efektif. Hasil belajar peserta didik yang efektif yang dimaksud dalam kurikulum 2013 adalah hasil belajar berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills). Begitupun sebaliknya apabila peserta didik memiliki keterampilan berpikir kritis yang baik akan meningkatkan budaya baca pada peserta didik, hal ini adalah dampak dari keingin tahuan peserta didik yang tinggi sehingga memunculkan motivasi untuk mencari tahu berbagai pemecahan masalah yang mereka hadapi melalui budaya baca.
Dari beberapa masalah serta penemuan penulis selama mengembangkan budaya literasi khususnya budaya baca di sekolah, penulis mencoba membahas bagaimana peran guru dalam membangun Budaya Literasi  Melalui Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berbasis Higher Order Thinking Skills. Selanjutkan akan dibahas bagaimana peran guru dalam membangun budaya literasi melalui keterampilan berpikir kritis peserta didik yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Keterampilan berpikir kritis siswa yang diharapkan adalah keterampilan berpikir kritis berbasis Higher Order Thinking Skills,hal ini mengacu pada implementasi kurikulum 2013.
Budaya Literasi
Jurnal Ilmiah Guru (2016:24) literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis. Kemampuan literasi juga berhubungan dengan pembiasaan dalam membaca dan mengapresiasi karya sastra.Â
Literasi berkaitan dengan kemampuan berpikir dan belajar seumur hidup untuk bertahan hidup dalam lingkungan sosial dan budaya. Suherli Kusuma (2017:143) menyatakan bahwa literasi adalah (1) kemampuan baca-tulis atau kemelekwacanaan, (2) berdasarkan penggunaannya literasi berarti kemampuan integrasi antara menyimak, berbicara, membaca, menulis dan berpikir, (3) kemampuan siap untuk digunakan dalam menguasai gagasan baru atau cara mempelajarinya, (4) piranti kemampuan sebagai penunjang keberhasilannya dalam lingkungan akademik atau sosial, (5) kemampuan performansi seseorang akademisi dalam memahami wacana profesional. Dari dua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa  kemampuan literasi adalah kemampuan membaca dan menulis yang mengarah pada kompetensi mampu mengkonseptualisasi hasil dari apa yang dibaca dan ditulis melalui lisan dan tulisan dengan disertai gagasan -- gagasan baru.
Keterampilan Bepikir Kritis
Menurut Cahyana dkk (2017:16) berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi, kemampuan mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan orang lain. Berpikir kritis dalam pembelajaran dilakukan oleh siswa yang mampu menjawab pertanyaan tentang bagaimana (how) dan mengapa (why) dengan menggunakan prinsip -- prinsip dan konsep -- konsep.Â
Irawan dkk (2016:10) kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam dalam menyelesaikan suatu persoalan secara efektif dengan argument yang dapat membantu seseorang untuk menganalisis, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Dari dua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan berpikir kritis adalah keterampilan berpikir secara aktif menghimpun informasi, mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan/atau mengevaluasi informasi yang diperoleh atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
 HOTS (Higher Order Thinking Skills)
Dalam panduan teknis pembelajaran tematik terpadu kementerian dan kebudayaan menjelaskan bahwa guru harus melatihkan peserta didik berupa kemampuan atau keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills(HOTS) , dengan tujuan meningkatkan kemampuan peserta didik berpikir nalar untuk menjawab pertanyaan -- pertanyaan yang lebih rumit atau memecahkan suatu kasus masalah yang lebih rumit.Â
Siswa lebih banyak belajar sendiri dan mengembangkan kekreatifitasan siswa dalam memecahkan masalah. Semakin tinggi keterlibatan siswa, maka  pengalaman belajar siswa semakin bermakna. Tantangan masa depan menuntut pembelajaran, khususnya pada pembelajaran yang mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dikenal dengan Higher Order Thinking Skills(HOTS).
Berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan berpikir yang tidak sekedar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Berpikir tingkat tinggi berhubungan dengan critical thinking & problem solving.Critical thinking dapat dilatih berbasis pembelajaran di kelas. Critical problem solving mencakup : menganalisis situasi yang tidak familiar, mengevaluasi strategi pemecahan masalah dan menciptakan metode baru pemecahan masalah. Proses kognitif Bloom (Anderson & Kratwohhl, 2001) menyatakan Higher Order Thinking Skills(HOTS) melalui proses kognitif ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreasi.
Kegiatan literasi merupakan pusat dari pengembangan kegiatan yang terintegrasi dalam pembelajaran. Kegiatan literasi dikembangkan melalui keterampilan berpikir kritis peserta didik yang mengarah pada pembelajaran berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills).
Kegiatan literasi dikembangkan dengan meningkatkan kemampuan literasi mata pelajaran dengan menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca disemua mata pelajaran dengan tahap -- tahap : pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Tahap pembiasaan ini dapat dilakukan dengan kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai.Â
Tahap pengembangan dapat dilakukan dengan menyediakan beragam pengalaman membaca, kegiatan gemar membaca dan menulis, serta membaca buku pengayaan fiksi dan nonfiksi. Tahap pembelajaran dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan literasi terpadu dengan menyesuaikan tema dan mata pelajaran.
Berpikir kritis merupakan salah satu out put yang diharapkan dari kegiatan membangun budaya literasi, dengan budaya literasi diharapkan meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik sehingga membentuk karakter peserta didik yang terampil dalam memecahkan masalah serta menganalisis segala bentuk informasi yang telah didapat dari apa yang telah mereka baca atau pelajari.Â
Pembiasaan budaya baca menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga memunculkan permasalahan yang harus dipecahkan, sehingga menuntut peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi juga, dan pada akhirnya peranan penting HOTS (Higher Order Thinking Skills)Â sangat diperlukan.
Pembelajaran yang baik harus dijiwai oleh pembelajaran berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills),dengan demikian membentuk karakter peserta didik yang terampil berpikir kritis dan pada akhirnya berdampak positif terhadap kegiatan budaya literasi atau budaya baca. pembelajaran berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills)menuntut peserta didik aktif dalam pembelajaran, sehingga guru hanya bersifat sebagai fasilitator, Guru sebagai fasilitator maksudnya, guru menjembatani peserta didik disaat peserta didik menemukan kesulitan dalam memecahkan masalah yang mereka temukan.Â
Dengan demikian dapat ditarik benang merah bahwa membangun budaya literasi dapat meningkatkan berpikir kritis peserta didik dan pada akhirnya merujuk pada pembelajaran berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills).Begitupun sebaliknya dengan keterampilan berpikir kritis berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) dapat meningkatkan budaya baca pada peserta didik.
Dan diharapkan dalam implementasi kurikulum 2013, semua guru mampu mengintegrasikan kegiatan budaya literasi di dalam kegiatan pembelajarannya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang pada akhirnya mempengaruhi efektifitas hasil belajar khususnya hasil belajar berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H