Minyak jelantah alias minyak sisa menggoreng adalah sesuatu yang hampir pasti ditemukan di semua dapur. Sebagai orang yang aktif memasak, saya pun sering menghasilkan minyak jelantah.
Batas minyak menjadi "jelantah" di setiap orang bisa berbeda-beda. Namun cara membuang minyak ini yang sering kali sama. Ya, ke saluran pembuangan air alias wastafel!
Saya adalah salah satu yang turut membuang minyak jelantah ke wastafel. Saya pikir, "Memang mau dibuang kemana lagi?". Minyak tidak bisa ditaruh kantong plastik untuk dibuang ke tempat sampah, maka cara tersimpel adalah dengan membuangnya ke saluran air.
Namun setelah mendapat edukasi tentang limbah jelantah, saya sadar bahwa membuang minyak jelantah menimbulkan bahaya bagi lingkungan.
Terlebih menurut rangkuman Okezone, Indonesia adalah negara dengan konsumsi minyak goreng terbesar di dunia yaitu sebanyak 15,4 juta ton. Sedangkan berdasarkan penelitian, 1 liter minyak jelantah dapat mencemari 1.000 liter perairan.
Jadi, bisa dibayangkan berapa banyak perairan yang tercemar jika semua orang Indonesia membuang minyak jelantah.
Mencemari Air dan Tanah, Buang Minyak Jelantah Banyak Ruginya
Membuang minyak jelantah ternyata menimbulkan beragam masalah. Apabila dibuang di saluran air, minyak jelantah berpotensi melekati pipa air. Hal ini dikarenakan sifat minyak yang lengket dan mudah membeku saat dingin. Jika dibiarkan, aliran dalam pipa bisa tersumbat dan mau tidak mau harus dibongkar.
Masalah tidak berakhir di sana, jika saluran wastafel bermuara di tanah, minyak jelantah akan menyumbat pori-pori tanah sehingga tanah menjadi keras. Alhasil, tanaman dan mikroorganisme yang menyuburkan tanah sulit tumbuh dan kualitas air tanah pun menurun.
Sedangkan jika saluran wastafel berakhir ke sungai ataupun laut, minyak jelantah akan membuat lapisan yang menghalangi sinar matahari. Dengan begitu pertukaran oksigen antara air dan udara tidak dapat terjadi dan ikan-ikan berakhir mati.
Kumpulkan Minyak Jelantah dengan Botol Bekas
Mengingat banyaknya masalah yang ditimbulkan dari pembuangan minyak jelantah, pada September lalu saya mencoba untuk mulai mengumpulkan minyak jelantah di botol.
Ternyata mengumpulkan minyak jelantah tidak sesulit yang saya kira. Alat yang dibutuhkan hanya dua: botol bekas dan corong untuk memasukkan minyak agar tidak tumpah. Sisanya adalah niat dan konsistensi.
Saya memakai botol bekas minyak goreng 2 liter untuk menampung jelantah. Setelah jalan hampir satu bulan, saya dapat mengumpulkan hampir setengah botol, atau kurang lebih 1 liter.
Pastikan untuk menutup dan menyimpan minyak jelantah dengan benar. Seperti limbah pada umumnya, minyak jelantah juga menimbulkan bau yang bisa mengundang hama seperti tikus. Jadi, hati-hati ya, Kompasianer.
Setorkan Minyak Jelantah ke Pihak Pendaur Ulang
Ketika kamu sudah punya tabungan minyak jelantah, kini saatnya untuk menyetorkan ke pihak yang mendaur ulang.
Sekarang sudah banyak organisasi yang mewadah minyak jelantah untuk diolah jadi produk yang bermanfaat seperti cairan pembersih lantai, sabun, biodiesel, dan lainnya.
Penyetoran ini pun tidak bersifat suka rela. Ya, kamu akan mendapat imbal balik alias cuan dari setor minyak jelantah.
Seperti misalnya di aplikasi Duitin, kamu akan mendapat bayaran Rp 4,000 untuk setiap 2 kg minyak jelantah. Kemudian di Waste4Change, kamu akan mendapat Rp 6,000 untuk 1 kg minyak jelantah.
Langkah penyetorannya pun cukup gampang. Di aplikasi Duitin, para pengumpul yang akan mengunjungi rumahmu untuk mengambil minyak jelantah dengan minimun 2 kilo. Begitu juga dengan Betah (Beli Jelantah) yang memberikan fasilitas gratis ongkir untuk penjemputan minyak jelantah.
Bagai menyelam sambil minum es kelapa, lingkungan terselamatkan dompet pun jadi tebal. Hubungan yang saling menguntungkan, bukan? Jadi, yuk, kumpulkan minyak jelantah dari sekarang.
--
Tutut Setyorinie,
31 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H