Belakangan ini, jagat maya dihebohkan dengan perilaku flexing beberapa pejabat negara.
Mulai dari Rafael Alun dengan Jeep Rubiconnya, lalu Reihana― Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung― dengan koleksi tas mewah seharga satu rumah, hingga Selvi Mandagi-Kepala Seksi Permukiman DKI― yang menghabiskan puluhan juta untuk dua hari menginap di hotel Kempinski.
Hal ini membuat publik, termasuk saya bertanya-tanya, berapa sih harta kekayaan para pelayan negara?
Beruntungnya di era digital sekarang, informasi bisa didapat lebih mudah dan transparan. Seperti halnya harta kekayaan pejabat yang bisa kamu akses di laman https://elhkpn.kpk.go.id/.
Lantas apa itu E-LHKPN?
Aplikasi di bawah Naungan KPK
E-LHKPN alias Elektronik - Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara adalah sebuah aplikasi berbasis web yang ditujukan bagi penyelenggara negara untuk melaporkan harta dan kekayaannya setiap tahun.
Dilihat dari fungsinya, E-LHKPN sebenarnya mirip pelaporan pajak pribadi (SPT 1771), di mana setiap warga negara atau wajib pajak harus melaporkan pajak sekaligus nominal harta dan utang di tahun yang bersangkutan.
Bedanya, E-LHKPN dikhususkan untuk penyelenggara negara dan diserahkan langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wajib lapor E-LKHPN adalah para penyelenggara negara di bidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Mulai dari yang tertinggi yaitu Presiden dan Wakil Presiden RI, Gubernur, jajaran Kementerian, Hakim, Jaksa, Pemerintah Daerah, DPR, DPD, hingga BUMN dan BUMD.
Ada juga badan yang berdiri sendiri seperti Bank Indonesia, Badan Amil Zakat, Kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan masih banyak lagi.
Cara Mengakses E-LHKPN
Bagi kamu yang penasaran dengan harta dan kekayaan para pejabat publik, kamu langsung dapat mengunjungi laman https://elhkpn.kpk.go.id/, lalu menggulirnya ke bawah hingga bertemu e-Announcement.
Di e-Announcement kamu dapat memasukkan nama pejabat negara yang ingin kamu cari tahu kekayaannya, lalu tahun lapor, dan lembaga tempat ia bekerja. Setelah itu centang pada captcha, dan klik tombol pencarian.
Yang membuat agak rumit di sini adalah mencari tahu lembaga si penyelenggara negara.
Seperti halnya Rafael Alun yang kita ketahui bersama adalah pegawai pajak, namun kita tidak dapat menemukan "Pajak" atau "Direktorat Jenderal Pajak" di kolom Lembaga.
Hal ini dikarenakan Direktorat Jenderal Pajak merupakan salah satu unit kerja di Kementerian Keuangan. Maka dari itu kita hanya dapat memasukkan lembaga puncaknya, yakni "Kemeterian Keuangan".
Adapun unit lain di Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pembendaraan, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, dan lain-lain.
Setelah mengklik tombol pencarian, kita akan disajikan data singkat dari penyelenggara negara yang dimaksud.
Kamu juga dapat melakukan pengunduhan untuk mengetahui data yang lebih detail dengan terlebih dulu mengisi data diri seperti nama, umur, dan profesi.
Data yang disajikan dalam E-LHKPN mencakup data pribadi, data harta yang terdiri dari Tanah dan Bangunan, Alat Transportasi dan Mesin, Surat Berharga, Kas dan Setara Kas hingga data hutang.
Transparan itu Mudah
Aplikasi E-LHKPN yang mulai dijalankan pada 1 Januari 2017 mengusung tema "Transparan itu Mudah".
KPK sebagai lembaga pengusung LHKPN tampaknya hengak menggaungkan semangat transparansi kepada para pejabat publik.
Meski sering kali ditemukan Rubicon dan Tas Hermes yang tersembunyi, E-LHKPN tetap menjadi langkah yang bagus bagi KPK untuk mendeteksi tindak tanduk korupsi sejak dini.
Mau bagaimana pun mereka yang digaji dengan pajak rakyat sudah seharusnya mempertanggungjawabkan kinerja dan hasil kerjanya kepada rakyat.
Salam,
Tutut Setyorinie,
6 Mei 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H