Kartu pos adalah petromaks yang terlupa. Di tengah gemerlap lampu kota, ia mencoba menyala.
Tidak pernah terbayang di benak saya sebelumnya untuk mengirim surat-surat pendek melalui pos.
Di era modern seperti ini, email dan whatsapp rasanya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan berkirim pesan.
Namun ada rasa penasaran menggelitik, ketika sebuah artikel tentang kartu pos yang ditulis Mba Novi Setyowati di Kompasiana, melintas di beranda saya.
Postcrossing, begitu namanya.
Sebuah website yang mewadahi pertukaran kartu pos dari berbagai penjuru dunia.
Uniknya, kamu tidak perlu mengenal terlebih dulu dengan si calon penerima kartu. Hal ini dikarenakan Postcrossing memfasilitasi pengiriman dan penerimaan secara acak dengan sesama anggota.
Perjalanan saya bersama Postcrossing tidak bisa dibilang lancar-lancar saja.
Pada masa pedekate alias penjajakan pertama, saya hampir batal mengirim kartu pos karena disuguhi tarif 20 ribu untuk pengiriman ke Amerika. Padahal dalam lampiran Permen Kominfo No. 29 th 2013, tarif prangko ke Amerika hanya sebesar 8 ribu. Saya yang saat itu sudah terlanjur check out 3 alamat, terpaksa menelan ludah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!