Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Begini Rasanya Mendapat Kabar Pos dari Luar Negeri

20 Juni 2021   10:30 Diperbarui: 20 Juni 2021   17:48 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kartu pos dari US | sumber: dokumentasi dan olahan pribadi

Semenjak bergabung dengan Postcrossing di Februari lalu, rumah saya kerap disambangi oleh pengantar surat berseragam oranye alias Pak Pos!

Setelah beberapa kartu yang saya kirim sampai pada si penerima, saya dipercayakan Postcrossing untuk turut menerima kartu "kejutan".

Kartu pertama saya datang dari Calgary, Kanada. Setelah menempuh perjalanan sepanjang 13.760 km dalam kurun waktu 28 hari, kartu itu akhirnya mendarat di petak rumah saya yang terletak di pinggiran Jawa Barat.

Sang penulis, Magdalena, memberikan kartu bergambar pembuatan coklat kepada saya. Konon, ia adalah seorang chocolate maker dan gambar itu merupakan salah satu proses yang ia lakukan di tempat kerjanya.

Mendapati gambar yang begitu personal, membuat saya seperti sedang mendengar cerita dari sahabat lama (padahal saya dan Magda belum pernah kenal atau berhubungan sebelumnya).

Selain cerita layaknya sahabat lama, ada banyak keuntungan lain yang saya dapatkan ketika berkirim kartu melalui Postcrossing.

1. Mendapat koleksi benda langka alias prangko!

Salah satu keuntungan berpostcrossing tentu saja terletak pada prangkonya. Di zaman serba cepat seperti ini, kehadiran prangko alias stamp bisa dibilang hal yang langka.

Memangnya siapa yang mau mengirim surat yang bisa sampai sebulan kemudian, jika bisa melakukannya dalam hitungan menit, atau bahkan detik?

Rendahnya kebutuhan atas prangko membuat produksi dan distribusi atas benda ini ikut menurun. Jika bukan karena hobi beberapa penggiat pos, mungkin prangko benar-benar telah hilang tergerus zaman.

Saya sendiri menemui kesulitan ketika hendak membeli benda pos ini. Beberapa kantor pos, atau agen pos di sekitar rumah saya ternyata tidak lagi menjual prangko.

Prangko yang saya beli di kantor pos kota | sumber: dokumentasi dan olahan pribadi
Prangko yang saya beli di kantor pos kota | sumber: dokumentasi dan olahan pribadi

Ketika saya bertanya, "apa ada prangko?", Petugas pos tersebut tampak terkejut dan balas bertanya, "Prangko atau materai?"

Pertanyaan ini tidak sekali atau dua kali, saya temui. Hampir di setiap kantor pos yang saya datangi (mungkin sudah 10 tempat), pertanyaan ini adalah format balasan oleh setiap petugas pos.

Pada akhirnya, mereka menyarankan saya untuk langsung mengunjungi kantor pos pusat di kota.

Sesampainya saya di sana, format pernyataan tersebut kembali saya temui. Alih-alih kesal, saya justru merasa seperti cenayang yang bisa menebak arah pembicaraan.

Untunglah petugas pos itu mengatakan ada, dan membawakan prangko yang saya minta. 

kartu pos dengan prangko dari Kanada | sumber: dokumentasi pribadi
kartu pos dengan prangko dari Kanada | sumber: dokumentasi pribadi
Mendapat benda yang hampir hilang dalam peradaban, tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya. Terlebih, benda itu dikirimkan secara cuma-cuma oleh si empunya. 

Dengan prangko, saya seolah sedang melihat kebudayaan yang berlangsung di suatu negara.

Hal ini dikarenakan prangko banyak berisi kebudayaan otentik, seperti hewan dan tumbuhan endemik, peristiwa tertentu, dan tempat-tempat yang khas di negara tersebut.

Salah satu prangko terbanyak dalam kartu pos, saya dapatkan dari Magdalena di Kanada. Ia menempelkan 6 prangko yang masing-masing memiliki nilai berbeda.

Ketika melihat prangko kiriman Magda, saya terkejut karena menemukan sosok wanita yang saya kenal sebagai Ratu Inggris.

Bukankah prangko hanya menampilkan sesuatu yang khas dari negaranya? 

Setelah melakukan surfing di internet, saya menemukan bahwa Ratu Elizabeth juga membawahi beberapa negara lain yang terangkum dalam Alam Persemakmuran seperti Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Pakistan, dan Sri lanka.

Pengetahuan ini terasa seperti bonus tambahan setelah mendapat benda langka untuk dikoleksi. 

(p.s: saya jadi tahu mengapa Pangeran Harry dan Meghan memutuskan pindah ke Kanada, bukan Indonesia) 

2. Mendapat gambar artistik dari kartu pos

Selain prangko, hal lain yang tidak kalah eksklusif dari berpostcrossing adalah kamu akan mendapat gambar-gambar menawan dari kartu pos.

Pada umumnya, kartu pos terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian depan dan belakang. 

Bagian depan hanya menampilkan warna putih polos yang biasanya diisi dengan prangko, nama serta alamat tujuan, dan uraian cerita. Sedangkan bagian belakang berisi gambar yang menjadi ciri khas si kartu.

bagian belakang kartu pos | sumber: dokumentasi pribadi
bagian belakang kartu pos | sumber: dokumentasi pribadi
Dari 4 kartu yang saya peroleh, saya mendapat 2 yang menampilkan lanskap kota, 1 potret hewan endemik, dan 1 potret kegiatan si penulis.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah kartu bertajuk grusse aus Siegburg, yang berisikan lanskap bangunan di Siegburg, Jerman. 

Mira, si penulis kartu, memberi tahu saya bahwa Siegburg terletak di antara dua kota bersejarah, yaitu (1) Cologne, kota tua yang dibangun di abad 1 oleh kolonia Romawi, dan (2) Bonn, ibu kota German sebelum Berlin.

Mendapat penjelasan tersebut, saya seolah ikut berada di sana. Di kota yang berjarak 11.231 km jauhnya dari tempat saya berada dan menyaksikan bangunan itu dengan mata telanjang.

3. Ikut mendengar cerita hingga curahan hati

Isi cerita di kartu pos bisa bermacam-macam. Mulai dari kegiatan yang sedang dijalani si penulis, penjelasan gambar di kartu, hingga curahan hati alias curhat!

kartu pos dari US | sumber: dokumentasi dan olahan pribadi
kartu pos dari US | sumber: dokumentasi dan olahan pribadi
Pada kartu yang saya dapat Amerika, Kris, si penulis, bercerita bahwa ia pernah dipatuk pipinya oleh induk ayam. Perlakuan ini ia dapatkan setelah mengambil salah satu anak ayam kepunyaan si induk.

"I never did that again," tulis Kris menutup cerita.

Kejadian tidak menyenangkan yang dialami Kris, justru membuat saya tergelak. Ternyata hal-hal seperti dipatuk ayam juga dialami oleh seseorang di Amerika sana.

Hal ini meruntuhkan pandangan saya terhadap negara adidaya yang konon dipenuhi dengan gedung pencakar langit dan gemerlap lampu warna-warni.

Ya ternyata, di suatu tempat di sana, masih terdapat induk ayam yang hobi mencakar.

--

Tutut Setyorinie, 

20 Juni 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun