Media sosial memang kerapkali bersinggungan dengan kata down. Sebelumnya kita sempat dihebohkan oleh downnya WhatsApp, Instagram dan Facebook pada hari pengumuman hasil pemilu oleh KPU. Konon, downnya media sosial itu untuk menghambat komunikasi antar pendemo pada aksi yang memang sudah digembor-gemborkan pada hari sebelumnya.
Saya ingat sekali, hari itu adalah hari pengumuman peserta seminar proposal skripsi. Saya yang kalang kabut, karena baru pertama kali merasakan downnya media sosial, sempat bingung harus bagaimana. Saya akhirnya tersadar, bahwa peran media sosial sebagai alat komunikasi dalam kehidupan ternyata sangat besar.
Untung saja, pada saat itu saya telah menjadi pengguna Twitter yang hidup kembali dan telah memfollow beberapa teman. Alhasil, saya dapat menghubungi teman untuk menanyakan pengumuman terkait seminar proposal.
Sejak saat itu, saya percaya bahwa Twitter adalah media sosial yang tahan dari kata down. Karena beberapa kali peristiwa media sosial down ini terulang, Twitter menjadi satu-satunya media yang tidak terkena dampak.Â
Namun hari ini, keyakinan saya berakhir. Ketika membuka Twitter, ramai di timeline saya menyuarakan tentang "Twitter Down". Ketika pertama kali melihat, saya memang tidak bisa menemukan apa yang berbeda dari Twitter. Namun kemudian saya tersadar jika kolom yang seharusnya menampilkan Trends, kosong saat ini.
Bagi saya, Twitter bukan hanya media sosial yang digunakan untuk bercakap-cakap dengan teman. Lebih dari itu, Twitter adalah media berita. Ketika saya sedang malas menonton TV (dan memang selalu malas hehe), saya menjadikan Twitter sebagai media untuk melihat berita.Â
Banyak berita yang akhirnya viral melalui Twitter. Belum lama ini, percakapan WAG Anak STM yang meminta bayaran demo tersebar di Twitter. Lalu lewat Twitter juga, terungkap bahwa nomor telepon dalam WAG tersebut merupakan milik para polisi.
Kemudian ada Dandhy Laksono yang ditangkap polisi karena cuitannya di Twitter tentang kerusuhan di Wamena, dan masih banyak lagi.
Twitter memang kerap dijadikan media penyebaran berita. Dokumentasi aksi mahasiswa dan pelajar STM pun tersebar melalui Twitter. Dengan tagar #GejayanMemanggil dan #STMbergerak, ramai-ramai warganet menyebarkan foto dan video terkait aksi yang terjadi pada 24 September lalu.
Bahkan tidak jarang, foto dan video yang berasal dari Twitter tersebar ke media sosial lain seperti Instagram, dan juga masuk di kanal-kanal berita online.
Tidak adanya kolom Trends membuat Twitter tampak sepi. Tidak ada berita yang tersebar tentang pergerakan hari ini. Padahal ramai diberitakan bahwa hari ini para pekerja akan turun ke jalan untuk menindaklanjuti beberapa RUU yang bermasalah, terutama RUU Ketenagakerjaan.
Hari ini, saya akhirnya mengakses media lain untuk memantau pergerakan aksi.
Meski demikian, kita tetap bisa untuk mengupload twit tanpa gambar. Walau Twitter tanpa gambar terasa sepi, seperti hati, xixixi.
Warga Twitter pun banyak yang mengeluhkan tentang hal ini. Keluhan paling banyak terdengar adalah: jika Twitter down, mau sambat di mana?
Ya, Twitter memang dikenal sebagai tempat sambat alias mengeluh. Jika Instagram dikenal dengan hidup bahagia, maka Twitter dikenal dengan hidup nelangsa. Bagi warga Twitter, menyuarakan sambat akan sedikit mengangkat beban hati.Â
Downnya Twitter ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia. Dilansir dari Skyegrid.id, Twitter juga down di beberapa negara lain seperti di Jepang, Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Venezuela, Meksiko, Kanada, dan beberapa wilayah Afrika, Eropa, dan Asia.
Penanggung jawab Twitter melalui akun @TwitterSupport juga telah menjelaskan penyebab downnya yaitu terkait sistem internalnya.
--
Tutut Setyorinie, 2 Oktober 2019.